Francois-dan-Sultan-Suleiman
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Pada 1 Februari 1553, terjadi perjanjian Istanbul dimana Prancis mengakui kedaulatan Utsmani sebagai kekuatan utama Benua Eropa. Raja Prancis Henry II menyatakan loyalitasnya kepada Kekhalifahan Utsmaniyah yang saat itu dipimpin oleh Sultan Suleiman Al Qanuni.
Loyalitas dan kerjasama Prancis kepada Utsmani sebenarnya terjadi sejak 1526 sampai 1798, alias sekitar 272 tahun lamanya.
Aliansi ini dimulai semenjak Prancis menderita kekalahan besar melawan Dinasti Habsburg, yang ditandai sejak Penguasa Prancis Francis I dikalahkan di Pertempuran Pavia pada 24 Februari 1525, oleh pasukan Kaisar Charles V. Beberapa waktu lamanya di dipenjara, kemudian di masa-masa itulah Francis I memikirkan untuk mencari bantuan melawan Kaisar Habsburg yang kuat, dan ia menemukan penolong paling hebat: Sultan Suleiman Al Qanuni, pemimpin Negara Utsmaniyah.
Lamanya kesepakatan loyalitas ini berpuncak pada tahun 1553 ketika Prancis dipimpin oleh Henry II, anak dari Francis I yang terlebih dahulu meminta tolong pada Sultan Suleiman.
Pada 1 Februari 1553, Henry II bekerjasama dengan Kekhalifahan Utsmaniyah melawan Habsburg. Pada tahun 1553, laksamana Ottoman Turgut Reis dan Koca Sinan dilengkapi dengan skuadron Prancis menyerbu pantai Napoli, Sisilia, Elba dan Corsica. Henry II juga pernah menulis surat kepada Sultan Suleiman, meminta biaya, bahan potassium nitrate, dan 150 galai untuk ditempatkan di Barat. Melalui jasa duta besarnya Jean Cavenac de la Vigne, Henry II memperoleh bantuan armada Utsmani ke Italia pada tahun 1558.
Loyalitas Prancis kepada Utsmaniyah ini berdampak baik untuk mereka. Banyak ilmu pengetahuan yang bisa diakses oleh orang Prancis di kota-kota Islam yang maju saat itu. Contohnya, Sarjana Prancis seperti Guillaume Postel atau Pierre Belon dapat melakukan perjalanan ke Asia Kecil dan Timur Tengah untuk mengumpulkan penelitian yang tidak mereka temukan di Eropa.
Keadilan dan kesejahteraan yang ditorehkan Kekhalifahan Utsmaniyah menjadi contoh bagi negara-negara Eropa, sampai-sampai penulis Prancis Jean Bodin menulis, “Kaisar besar Turki melakukannya dengan pengabdian yang besar kepada agamanya seperti yang dilakukan oleh pendahulunya. Namun dia tidak membenci agama asing orang lain; tetapi sebaliknya mengizinkan setiap orang untuk hidup menurut hati nuraninya: ya, dan lebih dari itu, di dekat istananya di Pera, ada empat kaum pemeluk agama yang berbeda yaitu orang Yahudi, Kristen, Yunani, dan Umat Islam.” (Daniel Goffman, The Ottoman Empire and early modern Europe)
Baca Juga : 28 September 1538, Kemenangan Gemilang Armada Laut Utsmani di Preveza Yunani(Pertempuran Preveza)
Baca juga : Turgut Reis(Dragut), Raja Tanpa Tahta di Mediterania: Legenda Angkatan Laut Kekhalifahan Utsmaniyah
Generasi Shalahhudin
Sumber :
1. Islamstory.com Dr Raghib Sirjani
2. Daniel Goffman The Ottoman Empire and early modern Europe Cambridge University Press, 2002
Peran Krusial Prancis dalam Revolusi Amerika: Dari Diplomasi Hingga Pertempuran Aliansi Prancis-Amerika: Kunci Kemenangan Revolusi…
Kode-Kode Rahasia: Ketika Inovasi dan Peretasan Bertarung Membahas sandi-sandi yang membentuk sejarah adalah perjalanan menelusuri…
Sukhoi T-4, juga dikenal sebagai "Sotka" atau "Project 100," adalah pesawat pembom strategis supersonik yang…
Jejak Luka Kolonialisme dalam The Battle of Algiers Di antara banyak film sejarah, The Battle…
Serangan Rudal Pertama di Asia Selatan: Kisah Operation Trident Operation Trident, yang dilaksanakan oleh Angkatan…
Shalahuddin dan Dinasti Syi'ah: Kolaborasi atau Konflik? Shalahuddin al-Ayyubi, atau lebih dikenal sebagai Saladin, adalah…