“Pertempuran dimenangkan, tetapi kalah perang. Pada awal tahun 1962, Belanda menembak kapal torpedo Indonesia hingga ke dasar laut. Ini menandai akhir definitif dari petualangan Belanda di Nugini Barat.”
ZONA PERANG(zonaperang.com) Pertempuran Laut Arafura atau Pertempuran Laut Aru, juga dikenal sebagai Pertempuran Vlakke Hoek adalah pertempuran laut di Teluk Vlakke Hoek (Teluk Etna) di Laut Arafura di Nugini Barat pada tanggal 15 Januari 1962, antara Angkatan Laut Indonesia/ALRI dan Royal Netherlands Navy.
“Misi tersebut diberi nama STC-9 yang merupakan kepanjangan dari satuan tugas khusus 9 Januari”
Pertempuran tersebut menghentikan upaya Angkatan Laut Indonesia untuk mendaratkan 150 tentara di Kaimana di Nugini Belanda untuk melakukan sabotase dan menghasut penduduk setempat untuk melawan pemerintah kolonial Belanda.
Baca juga : 19 Desember 1961 – Operasi TRIKORA : Pembebasan Irian Barat(Papua) Dimulai
Baca juga : Kapal induk HNLMS Karel Doorman (R81) : Kapal induk Belanda yang melegenda
Kapal cepat torpedo tanpa torpedo
“Empat kapal cepat torpedo buatan Lürssen, Bremen tetapi tanpa torpedo(diembargo) itu telah berlayar ke timur dari Djakarta. Satu kapal terdampar karena masalah mesin dan bahan bakar(RI Singa). Tiga mencapai Kepulauan Aroe di Maluku bagian timur. Sebuah kapal pasokan yang penuh dengan tentara sudah menunggu di sana.”
Komodor Yos Sudarso bertanggung jawab atas operasi di laut, sementara Kolonel Murshid (Asisten II/Operasi KSAD) memimpin para penyusup. Tiga kapal torpedo Indonesia meninggalkan Kepulauan Aru di tengah malam tetapi dicegat di dekat pantai Nugini oleh pesawat patroli maritim & anti kapal selam Lockheed P-2 / P2V Neptune Marineluchtvaartdienst yang dikemudikan pilot keturunan Indonesia, karena Belanda telah mengantisipasi aksi tersebut selama berminggu-minggu.
“Angkatan bersenjata Belanda di Nugini sudah mempersiapkan apa yang akan terjadi. Personel militer ditempatkan dalam kondisi kesiapan tertinggi. Jumlah penerbangan pengintaian ditingkatkan.”
Baca juga : Tentara Laut Soviet di Kapal Selam Indonesia
Tidak seimbang
Perahu-perahu torpedo menanggapi suar yang dikirim oleh pesawat dengan menembaknya. Kapal perusak Belanda HNLMS Evertsen(Ex-HMS Scourge) dan Her Majesty Kortenaer(Ex-HMS Scorpion) kemudian bergabung di tempat kejadian dan menenggelamkan Kapal serang cepat Torpedo kelas Jaguar tipe 140 buatan Jerman Barat – RI Matjan Tutul (650), yang dikomandoi oleh Deputi I ALRI Yosaphat Soedarso.
Dua kapal lainnya, RI Matjan Kumbang dan RI Harimau, berhasil melarikan diri. Evertsen mampu menyelamatkan sebagian besar awak Matjan Tutul yang telah tenggelam.
Tindakan Indonesia sendiri merupakan kegagalan yang buruk dan Jenderal Abdul Haris Nasution bahkan menolak untuk menyampaikan kabar buruk kepada Sukarno, memaksa Kolonel Murshid untuk melakukannya secara langsung.
“AURI / Angkatan Udara Republik Indonesia pun berada dalam kondisi ditekan karena misi yang gagal itu. Masyarakat mengira, kekuatan AURI mampu memberikan perlindungan udara terhadap operasi yang dilakukan matra lain.”
Namun, pertempuran kecil itu merupakan bagian atas keterlibatan Uni Soviet dan Amerika Serikat dalam sengketa Nugini Barat, dan dihormati di Indonesia dengan “Hari Dharma Samudera” (Hari Dharma Samudera), sebuah hari peringatan nasional tahunan. Dua belas tahun setelah kematiannya, Yos Sudarso secara resmi ditambahkan ke dalam daftar pahlawan Indonesia, sementara RI Harimau dijadikan monumen di Museum Purna Bhakti Pertiwi di Taman Mini Indonesia Indah(TMII).
Baca juga : Aksi Kapal Selam Indonesia di Papua dan Sabotase yang Gagal
Baca juga : 5 Maret 1960: Presiden Sukarno Bubarkan DPR Hasil Pemilu Pertama yang demokratis
Kronologis peristiwa
Pada malam hari tanggal 15 Januari 1962, sebuah pesawat P2V Belanda mendeteksi objek bergerak di layar radar ke arah utara-timur laut sekitar pukul delapan malam waktu setempat. Kapal perusak Belanda, Her Majesty Evertsen dan Her Majesty Kortenaer, mengarahkan jalurnya ke tempat yang dimaksud. Sekitar pukul sepuluh, menjadi jelas bahwa itu adalah tiga kapal torpedo bermotor Indonesia, yang dengan cepat menuju ke arah pantai New Guinea.
Tak lama kemudian, sebuah pertemuan pun terjadi. Atas desakan komandan militer di Hollandia (Jayapura), pusat administrasi koloni terakhir Belanda di Timur, sebuah pesawat pengintai membuka serangan. Tanpa hasil: suar yang seharusnya menerangi perahu tidak berfungsi sempurna, begitu pula senapan mesin di atas pesawat.
Pihak Indonesia menanggapi dan mencoba menembak jatuh pesawat tersebut. Dalam retrospeksi (pandang balik), urutan penembakan itu secara internasional: Belanda sekarang sudah dapat mengklaim bahwa mereka hanya menanggapi kekerasan yang telah dilakukan pihak Indonesia.
Gudang amunisi
Setelah menembaki pesawat Belanda, Evertsen mengarahkan senjata yang ada ke kapal-kapal Indonesia. Matjan Tutul mendapat pukulan telak. Sebuah peluru menghantam buritan, yang berisi gudang amunisi. Terbakar, perahu berlayar selama 20 menit, kemudian tenggelam.
Evertsen dan Kortenaer mengejar dua kapal lainnya, yang telah melarikan diri. Kapal Belanda memutuskan untuk berlayar kembali ke tempat Matjan Tutul tertembak untuk menjemput korban yang selamat; 52 orang lainnya diangkat keluar dari air dan disatukan di dek helikopter Evertsen. Sebanyak 39 orang Indonesia tidak selamat dari tembakan Belanda.
Baca juga : 22 November 1963, Presiden Amerika John F. Kennedy dibunuh
Baca juga : Tentara Rusia di Pesawat Tempur Indonesia