ZONA PERANG (zonaperang.com) Enam hari setelah kematian Hu Yaobang, pemimpin Partai Komunis China yang berpikiran reformasi, sekitar 100.000 siswa berkumpul di Lapangan Tiananmen Beijing untuk memperingati Hu dan menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah komunis China yang otoritatif.
Boikot umum terhadap universitas
Hari berikutnya, upacara peringatan resmi untuk Hu Yaobang diadakan di Aula Besar Rakyat Tiananmen, dan perwakilan mahasiswa membawa petisi ke tangga Aula Besar, menuntut untuk bertemu dengan Perdana Menteri Li Peng(20 Oktober 1928 – 22 July 2019) . Pemerintah China menolak pertemuan semacam itu, yang mengarah pada boikot umum terhadap universitas-universitas China di seluruh negeri dan seruan luas untuk reformasi demokrasi.
Mengabaikan peringatan pemerintah tentang penindasan dengan kekerasan terhadap setiap demonstrasi massal, mahasiswa dari lebih dari 40 universitas memulai pawai ke Tiananmen pada 27 April.
Para mahasiswa bergabung dengan pekerja, intelektual, dan pegawai negeri, dan pada pertengahan Mei lebih dari satu juta orang memenuhi alun-alun, tempat proklamasi Republik Rakyat Cina oleh pemimpin komunis Mao Zedong(26 Desember 1893 – 9 September 1976) pada tahun 1949.
Mengumumkan darurat militer di Beijing
Pada tanggal 20 Mei, pemerintah secara resmi mengumumkan darurat militer di Beijing, dan pasukan serta tank dipanggil untuk membubarkan para pembangkang. Namun, sejumlah besar pelajar dan warga memblokir kemajuan tentara, dan pada 23 Mei pasukan pemerintah telah mundur ke pinggiran Beijing.
Pada tanggal 3 Juni, dengan negosiasi untuk mengakhiri protes terhenti dan seruan untuk meningkatkan reformasi demokrasi, pasukan menerima perintah dari pemerintah China untuk merebut kembali Tiananmen dengan segala cara.
Menewaskan ratusan demonstran dan menangkap ribuan pengunjuk rasa
Pada akhir hari berikutnya, pasukan China telah secara paksa membersihkan Lapangan Tiananmen dan jalan-jalan Beijing, menewaskan ratusan demonstran dan menangkap ribuan pengunjuk rasa dan tersangka pembangkang lainnya. Dalam minggu-minggu setelah tindakan keras pemerintah, sejumlah pembangkang yang tidak diketahui dieksekusi, dan garis keras komunis mengambil kendali penuh atas negara itu.
Komunitas internasional marah atas insiden itu, dan sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain membuat ekonomi China merosot. Namun, pada akhir tahun 1990, perdagangan internasional telah dimulai kembali, sebagian berkat pembebasan beberapa ratus pembangkang yang dipenjarakan oleh China.
Baca juga : (Buku) Kudeta 1 Oktober 1965 : Sebuah Studi Tentang Konspirasi-antara Sukarno-Aidit-Mao Tse Tung (Cina)
Baca juga : (Melawan Lupa)Pao An Tui, Sisi Kelam Masyarakat Cina pendukung Belanda di Indonesia