Hari ini dalam Sejarah

29 Juli 1947, Pemboman Udara Pertama Indonesia : Peristiwa Pengeboman Semarang Salatiga Ambarawa

Operasi pemboman udara pertama Indonesia digagas dan dilaksanakan oleh para pelajar yang belum pernah terbang.

ZONA PERANG (zonaperang.com) Tepat pukul 02:30 dini hari tanggal 29 Juli 1947,di atas pembaringannya yang hanya lima kursi kelas dijajar, pemuda Sutarjo Sigit gelisah. Mata kadet (pelajar penerbang) di Sekolah Penerbangan Maguwo itu tak kunjung bisa terpejam. Parasut yang dijadikan bantal olehnya juga tak membantunya bisa cepat tidur.

Menjadi yang pertama buat Indonesia

Tugas berat yang bakal diembannya terus memenuhi kepala Sutarjo. Bukan hanya pertama buat dirinya dan beberapa rekan kadet lain, tugas berupa operasi pemboman udara Semarang dan Salatiga itu juga akan menjadi yang pertama buat Indonesia.

Tugas itu muncul sehubungan dengan dilanggarnya kesepakatan dalam Perjanjian Linggarjati oleh Belanda. Pesawat-pesawat Belanda terus membombardir sasaran-sasaran strategis milik republik yang baru seumur jagung. Selain menimbulkan korban jiwa, serangan-serangan itu membuat Indonesia kehilangan banyak lapangan udara (lanud) berikut pesawat-pesawat yang dimilikinya.

Tiga pesawat AURI yakni satu pesawat Guntei dan dua pesawat terbang Churen take off secara berurutan di lapangan terbang Maguwo Yogyakarta. Tujuannya sebagai serangan kepada kubu militer Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.

Baca juga : 21 Juli 1947, “Operatie Product” : Agresi Militer Belanda I ke daerah kantong republik Indonesia di Jawa dan Sumatra

Baca juga : Kisah Nyimas Utari, Mata-mata Mataram yang membunuh gubernur jenderal Belanda Jan Pieterszoon Coen

Kerangka dan abu belaka

Sutarjo dan Mulyono menyaksikan langsung ketika hendak ke lanud pada 21 Juli 1947. “Waktu tiba di Pangkalan Udara, mereka masih menyaksikan enam buah pesawat yang sedang terbakar, yang terdiri dari Tachikawa Ki-55 “Cukiu”, Nakajima Ki-27 “Nishikoreng”, dan beberapa Yokosuka K5Y “Cureng”, yang sebagian besar tinggal kerangka dan abu belaka,” tulis Irna HN Soewito dkk. dalam Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950.

Bambang Saptoaji, Mulyono, Suharnoko Harbani, Sutarjo, dan beberapa kadet udara lain bertekad untuk membalas dendam dengan melancarkan serangan udara ke daerah pendudukan Belanda. Kendati sempat ditolak tiga pimpinan teras AURI, kegigihan mereka memperjuangkan ide membuahkan hasil. KSAU Komodor Suryadarma dan deputinya bidang operasi, Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma, merestuinya kendati tidak memerintahkan operasi sukarela itu.

Menggugah semangat perjuangan bangsa Indonesia

“Kalau ditinjau dari segi militer, apa yang akan saudara-saudara lakukan tidaklah besar artinya. Namun, bila ditinjau dari semangat perjuangan bangsa secara keseluruhan, apa yang akan kalian lakukan ini adalah untuk menggugah semangat perjuangan bangsa Indonesia,” kata KSAU Komodor Suryadarma kepada para kadet sebagaimana dikutip Adityawarman Suryadarma dalam Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma.

Halim lalu menetapkan Hari-H operasi tanggal 29 Juli pukul 05.00 dengan sasaran Salatiga dan Semarang. Mulyono, ditemani penembak udara Dulrachman, diplot menyerang Semarang dengan pengawalan Bambang Saptoaji yang menerbangkan Nakajima Ki-43 Hayabusa. Sutarjo ditetapkan sebagai flight leader dan ditugaskan menyerang Salatiga bersama penembaknya yang juga bernama Sutarjo. Keduanya juga didampingi Suharnoko sebagai wingman dan Kaput sebagai penembak.

Mereka bakal menggunakan empat pesawat yang tersisa: divebomber Mitsubishi Ki-51 Guntai, fighttrainer Hayabusha, dan dua basic trainer Cureng. Semua pesawat peninggalan Jepang.

Genap 20 tahun

Usai menerima penjelasan teknis dari Halim, mereka kembali ke asrama Wonocatur untuk istirahat. Sutarjo tak bisa cepat tidur sampai dini hari tanggal 29 Juli karena gelisah. Dia tiba-tiba teringat tanggal 28 Juli 1947 usianya genap 20 tahun.  Pikirannya terus berjalan, masih adakah tanggal 28 Juli untuknya di kemudian hari.

Pukul 03.30, para kadet dibangunkan dari tidur. Mereka lalu diangkut ke lanud menggunakan sedan tua. Nahas, mobil itu mogok di tengah perjalanan. Alhasil, para kadet melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

Para teknisi masih sibuk mempersiapkan pesawat ketika mereka tiba di Maguwo. Sutarjo kembali sial, pesawat yang akan diterbangkannya tak bisa dipasang senapan mesin. Alhasil, Sutarjo harus pasrah terbang tanpa alat perlindungan diri.

Namun, kesialan lebih diterima Bambang. Sistem sinkronisasi antara tembakan senapan mesin dengan putaran baling-baling pesawat Hayabusha-nya tak dapat diperbaiki. Alhasil, dia gagal terbang. Bambang sampai membujuk rekan-rekannya agar mau digantikan, tapi usaha itu tak berbuahkan hasil.

Keadaan pesawat yang diberangkatkan pun kurang memadai, mengingat tidak adanya lampu atau radio. Hanya berbekal senter untuk berkomunikasi dengan isyarat.
Pesawat Guntei dan dua pesawat Cureng secara beruntun terbang meninggalkan Lapangan Udara Maguwo.
Pesawat Guntei yang dipiloti Kadet Udara 1 Mulyono dengan penembak Dulrahman terbang lebih dahulu untuk menuju Semarang.
Disusul dua pesawat Cureng yang dipiloti Kadet Udara 1 Sutarjo Sigit dengan penembak Sutarjo (menuju Salatiga) dan Kadet Udara 1 Suharnoko Harbani dengan penembak Kaput (menuju Ambarawa).

Baca juga : Kapal induk HNLMS Karel Doorman (R81) : Kapal induk Belanda yang melegenda

Baca juga : 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap saat berunding dengan Penjajah Belanda

Sorotan lampu sebuah pesawat

Setelah menerima briefing singkat Suryadarma dan Halim, para kadet mengudara tepat pukul 05.00 dengan bantuan lampu mobil yang diparkir di pinggir runway sebagai taxi way lights dan sorotan lampu sebuah pesawat yang diparkir di ujung runway. Bambang hanya bisa menatap dari darat.

Para kadet tanpa pengalaman terbang itu, terlebih terbang di waktu gelap, mengalami kesulitan begitu mengudara. Terlebih, Sutarjo. Matanya hampir buta karena terpapar cahaya berlebih dari lampu pesawat di ujung landasan. Sampai berapa waktu, pesawatnya terpisah dari rombongan.

Di atas sebuah danau luas, Suharnoko memantapkan hati bahwa telah mencapai Ambarawa. Bom pun dilepaskan dari sayap pesawatnya ke beberapa tangsi Belanda. Selesai melakukan pengeboman, Suharnoko mengarahkan pesawatnya ke Salatiga untuk bergabung dengan Sutarjo.

Memporak-porandakan markas Belanda

Sutarjo “asyik” sendiri di atas Salatiga karena terpisah dari rombongan. Begitu pesawatnya mendekati sebuah markas militer Belanda, dia langsung menarik tuas merah di kokpit. Bom dari sayap kiri pesawatnya pun memporak-porandakan markas Belanda itu.

Dia langsung bersiap-siap untuk pemboman kedua. Namun sial, tuas pelepas bom patah sehingga pomboman keduanya gagal. Dia tinggal berharap pada tuas ketiga, berwarna kuning, untuk melancarkan serangannya.

Kadet yang terlibat

K5Y Cureng No. 1 diawaki oleh Kadet Udara 1 Suharnoko Harbani dengan Rear Gunner Kaput.

K5Y Cureng No.2 diawaki oleh Kadet Udara 1 Sutarjo Sigit dengan Rear Gunner Sutarjo.

Ki-51 Guntei diawaki oleh Kadet Udara 1 Mulyono dengan Rear Gunner Abdulrachman.

Ki-43 Hayabusha diawaki oleh Kadet Udara 1 Bambang Saptoaji. (Batal Terbang)

“Setelah menukik dan mengarahkan pesawat ke arah sasaran, handle kuning tersebut ditarik, tetapi apa yang terjadi? Handle ini pun patah dan bom masih tetap menggantung di bawah sayap kanan. Dengan rasa dongkol dan kecewa pesawat dinaikan kembali,” tulis Irna.

Sutarjo terus mencari cara untuk menjatuhkan sisa bom di pesawatnya karena mendaratkan pesawat dengan bom di sayap sangat berbahaya. Dia akhirnya menemukan jawabannya, yakni menarik kawat penghubung antara bombrack dengan tuas. Masalahnya, bagaimana mengendalikan pesawat bila dia mesti menunduk untuk menarik kawat-kawat itu?

“Sutarjo kemudian memutuskan untuk terbang straight and level (langsung mendatar) menuju sasaran. Sambil merundukkan badan, ia raih ketiga kawat baja tersebut dengan tangan kiri dan menariknya kuat-kuat. Seketika itu juga keseimbangan pesawatnya kembali normal, tanda bahwa bom telah lepas.”

Di Semarang, bom-bom dari pesawat Guntai Mulyono membuat panik militer Belanda. Beberapa penerbang Belanda langsung berlarian menuju pesawat-pesawat mereka di Lanud Kaibanteng(sekarang Ahmad Yani AFB). Mereka gagal mengejar lantaran pesawat-pesawat itu belum dipanaskan.

Para kadet AURI langsung kembali ke Maguwo setelah menyelesaikan misi masing-masing. Mereka terbang rendah melewati rute berbeda dari yang mereka tempuh ketika berangkat. Suharnoko tiba paling akhir. Pesawat-pesawat yang mereka gunakan langsung disembunyikan dengan ditutupi dedaunan di bawah pepohonan di luar lanud guna menghindari bombardir balasan dari pesawat-pesawat Belanda yang datang sejam kemudian.

“Para kadet penerbang Indonesia yang hanya dengan penggemblengan darurat secara kilat di Sekolah Penerbang, telah berhasil melancarkan operasi udara yang pertamakali dalam sejarah perjuangan TNI Angkatan Udara,” tulis Irna.

Kadet 1947 adalah sebuah film drama perang Indonesia tahun 2021 yang disutradarai dan ditulis oleh Rahabi Mandra dan Aldo Swastia. Film ini diproduksi oleh Temata Studios, dan didukung oleh Legacy Pictures, Screenplay Films, dan TNI AU. Kadet 1947 terinspirasi dari peristiwa misi serangan udara pertama Angkatan Udara Republik Indonesia yang dilakukan oleh para kadet (calon penerbang Angkatan Udara) di markas pertahanan Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa pada 29 Juli 1947.

Baca juga : Krisis sandera kerata api Belanda 1977 : Pembajakan 19 hari oleh simpatisan Republik Maluku Selatan(RMS)

Baca juga : 12 Juni 1819, Perang Menteng : Kesultanan Palembang yang dipimpin Sultan Mahmud Badaruddin II Vs Penjajah Belanda

ZP

Recent Posts

Negara Arab dimata Taliban Afganistan tentang Perjuangan Palestina

ZONA PERANG(zonaperang.com) Konon, ketika pemerintahan pertama Taliban diundang dalam konferensi mengenai isu Palestina di salah…

1 bulan ago

Mesir

Pada tanggal 5 Oktober 1985, selama dinas wajibnya di Pasukan Keamanan Pusat Polisi Mesir di…

2 bulan ago

Fakta unik peranan rusia dalam hubungan dengan Amerika

Siapa yang mendukung Amerika dalam Revolusi Amerika melawan Inggris? RUSIA.

2 bulan ago

Jordan Files : Mengapa kerajaan Yordania melindungi zionis Israel Dari serangan lawan-lawanya?(Bagian ke-2)

ZONA PERANG(zonaperang.com) Salah satu peran yang ditugaskan kepada Yordania adalah koordinasi keamanan, karena Yordania memainkan…

2 bulan ago

Garis waktu perang Kolonial Zionis Israel vs Palestina 8 – 15 Mei 2024 (bagian 27): “Ada indikasi jelas bahwa Israel akan segera berakhir”

Faktor2 pendorong kehancuran rezim Zionis: kurangnya kohesi sosial di tengah masyarakat Israel, ledakan problem ekonomi,…

2 bulan ago

10 Pesawat Terburuk di Perang Dunia ke-2

Dengan meningkatnya ketegangan di Eropa pada akhir tahun 1930-an, beberapa negara seperti Amerika, Inggris, Prancis,…

2 bulan ago