ZONA PERANG(zonaperang.com) Korea Utara selama ini terbilang cukup ketat dalam merancang segala aturan agar diterapkan seluruh warganya. Termasuk saat baru-baru ini ada kabar pemerintah Korea Utara yang mengeksekusi mati dua remaja karena ketahuan menyebar film garapan Korea Selatan.
Kabar yang bukan hanya menjadi kabar burung, namun secara resmi benar-benar dilakukan pemerintah Korea Utara agar beri peringatan jera bagi warga lainnya. Beberapa orang menganggap sebagai tindakan sepele, namun bagi negara yang masih dipimpin Kim Jong Un ini, tindakan tersebut jadi salah satu hal yang melanggar ideologi negara.
“Korea Utara mencakup sekitar 55 persen dari luas daratan semenanjung. Korea Utara berhadapan dengan Korea Selatan di seberang zona demiliterisasi (DMZ) selebar 2,5 mil (4 km) yang ditetapkan oleh ketentuan gencatan senjata tahun 1953 yang mengakhiri pertempuran dalam Perang Korea (1950-53). DMZ, yang membentang sekitar 150 mil (240 km), merupakan garis gencatan senjata militer tahun 1953 dan secara kasar mengikuti garis lintang 38° LU (paralel ke-38) dari muara Sungai Han di pantai barat semenanjung Korea hingga sedikit ke selatan kota Kosŏng, Korea Utara di pantai timur.”
Kalau secara lebih rinci, berikut ada beberapa tindakan salah yang dianggap sepele, namun sangat berpotensi menyeret para pelakunya ke jalur hukum di negara komunis tertutup Korea Utara.
Baca juga : 8 September 1945, Amerika Serikat dan Uni Soviet membagi Semenanjung Korea
Baca juga : 20 Oktober 1950, Battle of Pyongyang : Ibukota Korea Utara jatuh ke tangan tentara PBB
1. Remaja dieksekusi mati usai sebar film Korea Selatan
Publik sempat dihebohkan negara Korea Utara, karena telah mengeksekusi dua remaja berusia 16-17 tahun yang ketahuan menyebarkan konten film dari negara serumpunya – Korea Selatan. Aksi remaja yang dianggap sebagai tindak kejahatan ini, diadili oleh pihak pemerintah di lapangan terbang kota Hyesen pada Oktober 2022 lalu.
Terkesan jadi hal yang sepele, namun pemerintah Korea Utara tak memberi ampun akan tindakan tersebut. Bahkan, menurut wawancara kepada Radio Free Asia, dikabarkan para pelaku akan dihukum maksimal berupa hukuman mati.
2. Kerja paksa karena nonton film K-drama
Masih karena permasalahan serupa, pada November 2021 Pyongyang menjatuhkan hukuman lima tahun kerja paksa terhadap enam murid sekolah menengah, usai mereka ketahuan menonton K-drama Squid Game. Terpantau dari beberapa sumber, warga Korut mendapat salinan serial itu melalui penyelundup usai kembali dari China. Ia kemudian menjual USB flash drive berisi serial tersebut.
Namun tak disangka, beberapa siswa lain yang diberi salinan film justru tertangkap 109 Sangmu (Surveillance Bureau Group 109) yang memang sedari lama telah mencurigai tindakan tersebut. Sebagai informasi, 109 Sangmu merupakan pasukan pemerintah yang khusus menangkap penonton video ilegal.
3. Kerja paksa karena pakai dialek Korea Selatan
Ketidaksesuaian dialek ternyata jadi potensi seseorang kena jerat hukum. Termasuk saat pemerintah Pyongyang yang menghukum empat pelajar Korut karena kedapatan menggunakan aksen atau dialek Korea Selatan pada Desember lalu. Satu mahasiswa ketahuan mengucapkan kosakata Korsel “jagiya” yang artinya sayang.
Menurut keterangan, mereka belajar menggunakan dialek Korsel dari lagu, film, atau serial, seperti Crash Landing on You atau Squid Game yang diselundupkan ke negara itu. Penggunaan aksen Korea Selatan, dianggap Komite Sentral sebagai kejahatan kontra-revolusioner. Pemerintah bisa menjatuhkan hukuman 15 tahun kerja paksa karena menonton film atau serial buatan Korea Selatan.
4. Tembak mati karena tidur saat rapat
Bagi pejabat atau politisi yang tertidur dalam rapat saat Kim Jong berbicara mendapat hukuman tak main-main, bahkan bisa dikenai hukuman mati. Seperti pada 2015 lalu saat Menteri Pertahanan Korut, Hyon Yon Chol dilaporkan ditembak mati di hadapan publik karena tertidur saat tengah rapat umum militer. Hyon dieksekusi oleh regu tembak dengan senjata anti-pesawat, demikian dikutip The Guardian.
5. Mainkan musik barat harus tulis pengakuan bersalah
Pada 2001 silam, publik digemparkan dengan pianis ternama Kim Cheol Woong yang diduga melakukan pengkhianatan usai memainkan musik jazz yang dianggap sebagai musik Barat. Berita yang ada menyebutkan Kim memainkan musik “piano kapitalis” atau karya klasik Richard Clayderman bertajuk “L for Love”.
Alunan musik yang sebenarnya ditujukan untuk kekasihnya, namun hal tersebut ternyata diketahui warga lain. Kim dilaporkan ke pihak berwajib, hingga akhirnya diminta menulis pengakuan bersalah sebanyak 10 halaman oleh pemerintah Korea Utara. Hampir 22 tahun berlalu, hukuman yang menimpa Kim Cheol Woong nampaknya tak diberlakukan, namun hukuman lain secara lebih ketat mulai ditegakkan.
Baca juga : 26 November 1950 : China Masuk ke Perang Korea (Hari ini dalam Sejarah)
Baca juga : (Buku) Kudeta 1 Oktober 1965 : Sebuah Studi Tentang Konspirasi-antara Sukarno-Aidit-Mao Tse Tung (Cina)