ZONA PERANG (zonaperang.com) Peristiwa Talangsari 1989 adalah kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 7 Februari 1989. Nama Talangsari diambil dari tempat terjadinya peristiwa ini. Talangsari adalah sebuah dusun di Desa Rajabasa Lama, Way Jepara, Lampung Timur.
Catatan Komnas HAM, Peristiwa Talangsari menewaskan 130 orang, 77 orang dipindahkan secara paksa atau diusir, 53 orang haknya dirampas secara sewenang-wenang, dan 46 orang mengalami penyiksaan. Jumlah korban secara pasti tidak diketahui hingga saat ini.
Kronologi Peristiwa Talangsari
Tragedi Talangsari berawal dari penetapan semua partai politik harus berasaskan Pancasila sesuai dengan usulan pemerintah kepada DPR dalam UU Nomor 3 Tahun 1985.
Sejak aturan itu ditetapkan, seluruh organisasi masyarakat di Indonesia wajib mengusung Pancasila. Hal tersebut juga berlaku untuk ormas keagamaan. Jika tak mengusung asas Pancasila, ormas tersebut dianggap menganut membahayakan negara karena menganut ideologi terlarang.
Hal ini terjadi pada kelompok kecil bernama Usroh yang diketuai Abdullah Sungkar. Kelompok Usroh diburu oleh pemerintah saat itu. Kelompok ini menyingkir ke Lampung.
Baca Juga : Sejarah Tragedi Tanjung Priok(1984) : Kala Penguasa Menghabisi Umat Islam
Baca Juga : Amangkurat I, Raja Kesultanan Mataram yang Zalim Membunuh Ulama dan Rakyatnya
ingin menjalankan syariah Islam dalam kehidupan
Di Lampung, Usroh bergabung dengan pengajian Warsidi, seorang petani sekaligus guru ngaji. Kehadiran kelompok Usroh diterima oleh Warsidi karena memiliki tujuan yang sama, yakni mendirikan kampung kecil untuk menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sehari-sehari.
Pada 1 Februari 1989, Camat Way Jepara Zulkifli Malik bertukar surat dengan Komandan Rayon Militer Way Jepara Kapten Soetiman. Dalam suratnya, Zulkifli menjelaskan informasi yang didapat dari Kepala Desa Rajabasa Lama, Amir Puspa Mega dan Kepala Dusun Talangsari, Sukidi, tentang keberadaan pengajian yang dianggap berkaitan dengan gerakan Islam garis keras.
Kapten Soetiman meminta Kepala Desa untuk mengawasi Warsidi dan kelompoknya. Laporan dari Kepala Desa terkait aktivitas kelompok Warsidi diteruskan ke Kodim Lampung Tengah, Mayor Oloan Sinaga.
Baca Juga : Pahlawan Nasional Kyai Haji Noer Alie / Nur Alie / Nur Ali : SINGA KERAWANG-BEKASI
Diawasi
Mayor Oloan mengirimkan sejumlah anggotanya mengawasi kelompok Warsidi ke Dusun Talangsari. Kedatangan para anggota Kodim menyebabkan bentrokan dengan masyarakat hingga menewaskan Kapten Soetiman.
Hendropriyono
Pada 7 Februari 1989, sekitar pukul 4 pagi, militer menyerang Cihiedung Talangsari. Penyerangan itu dilakukan di bawah Komando Korem Garuda Hitam 043 yang dipimpin Kolonel Hendropriyono berjumlah 3 pleton tentara dan 40 anggota Brimob. Penyerangan dilakukan dengan menyasar jamaah pondok pesantren pengajian Warsidi.
Tembakan dan pembakaran
Penyerangan dilakukan saat jamaah yang datang dari berbagai daerah bersiap mengadakan pengajian akbar. Dengan posisi tapal kuda, para tentara mengarahkan tembakan secara bertubi-tubi dan melakukan pembakaran pondok rumah panggung.
Ibu hamil, anak-anak dan orang tua
Diduga rumah panggung tersebut berisi ratusan jamaah yang terdiri dari bayi, anak-anak, ibu hamil, serta orang tua. Sebanyak 246 jamaah dinyatakan hilang, ratusan orang disiksa, ditangkap, ditahan, dan diadili secara semena-mena.
Pasca peristiwa itu, Talangsari ditutup untuk umum dengan penguasaan tanah berada di bawah Korem Garuda Hitam.
Baca Juga : (Nyata) PKI Membumihanguskan Kampung dan meledakan Mesjid