Hari ini dalam Sejarah

8 Februari 1904, Perang Aceh : Penyerangan wilayah Gayo, Dataran Tinggi Alas & Batak oleh Marechaussee Belanda berakhir dengan pembantaian massal

ZONA PERANG(zonaperang.com) Resimen Marechaussee Tentara Kolonial Belanda yang dipimpin oleh Jenderal G.C.E. van Daalen/Gotfried Coenraad Ernst van Daalen melancarkan kampanye militer untuk merebut Dataran Tinggi Gayo, Dataran Tinggi Alas, dan Dataran Tinggi Batak di wilayah Sumatera Utara, yang berakhir dengan pembantaian massal terhadap orang-orang Aceh dan Batak.

“Korps Marechaussee te Voet, di Indonesia dikenal sebagai Marsose, adalah satuan militer yang dibentuk pada masa kolonial Kerajaan Belanda oleh KNIL /Koninklijk Nederlands Indisch Leger (tentara kolonial) sebagai tanggapan taktis terhadap perlawanan gerilya di Aceh.”

Pada masa Sultan Iskandar Muda Aceh memiliki kekuasaan yang sangat luas, meliputi juga daerah Aru, Pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri.

Baca juga : Ketika Amerika Menginvasi Aceh pada 1832

Baca juga : 16 Juni 1948, Dakota RI-001 Seulawah : Dari Aceh untuk Republik Indonesia dan perampokan didalamnya

Perang Aceh

Perang Atjeh (Perang Aceh), juga dikenal sebagai Perang Belanda atau Perang Kafir (1873-1904), adalah konflik militer bersenjata antara Kesultanan Aceh dan Kerajaan Belanda yang dipicu oleh diskusi antara perwakilan Aceh dan Amerika Serikat di Singapura pada awal tahun 1873. Perang ini merupakan bagian dari serangkaian konflik pada akhir abad ke-19 yang mengukuhkan kekuasaan Belanda atas Indonesia modern.

Protektorat Kesultanan Utsmaniyah

Kemerdekaan Aceh telah dijamin oleh Perjanjian Inggris-Belanda tahun 1824 dan statusnya sebagai protektorat Kesultanan Utsmaniyah sejak abad ke-16. Selama tahun 1820-an, Aceh menjadi kekuatan politik dan perdagangan regional, memasok setengah dari lada dunia, yang meningkatkan pendapatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan setempat.

Kesultanan Aceh membawa kerajaan-kerajaan daerah di bawah kendalinya dan memperluas wilayah kekuasaannya di pantai timur. Namun, kecenderungan ke selatan ini berbenturan dengan ekspansi kolonialisme Belanda ke arah utara di Sumatra.

Pembukaan Terusan Suez dan akhir klaim teritorial Inggris di Sumatra

Setelah pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 dan perubahan rute pelayaran, Inggris dan Belanda menandatangani Perjanjian Inggris-Belanda tahun 1871 yang mengakhiri klaim teritorial Inggris di Sumatra, yang memungkinkan Belanda memiliki kebebasan dalam lingkup pengaruhnya di Asia Tenggara Maritim sambil memberikan tanggung jawab kepada mereka untuk mengawasi pembajakan.

Sebagai imbalannya, Inggris mendapatkan kendali atas Gold Coast Belanda di Afrika(bagian dari pesisir Teluk Guinea) dan hak-hak komersial yang setara di Siak Riau. Ambisi teritorial Belanda di Aceh didorong oleh keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya, terutama lada hitam dan minyak, dan untuk menyingkirkan pemain pribumi yang merdeka. Belanda juga berusaha untuk menangkal kekuatan kolonial saingannya yang memiliki ambisi di Asia Tenggara, terutama Inggris dan Prancis.

 “SultanAceh  juga berusaha membentuk aliansi dengan Prancis dengan mengirim surat kepada Raja Prancis Louis Philippe I dan Presiden Republik Prancis ke II (1849).”

Baca juga : Gerakan Aceh Merdeka(GAM) / Free Aceh Movement – Latar belakang, Tokoh, Perkembangan dan Penyelesaiannya

Baca juga : Pembantaian Etnis Melayu 1946: Kekejaman PKI (Partai Komunis Indonesia) di Sumatera Timur

Menuai kontroversi di Belanda

“Sultan Alauddin Muhammad Da’ud Syah II (1864 – 6 Februari 1939) adalah sultan Aceh yang ke tiga puluh lima dan terakhir di Sumatera Utara. Ia memerintah dari tahun 1875 hingga 1903 dalam perlawanannya terhadap kolonial Belanda.”

Kampanye ini menuai kontroversi di Belanda karena foto-foto dan laporan tentang jumlah korban tewas dilaporkan. Pemberontakan berdarah yang terisolasi terus berlanjut hingga tahun 1914 dan bentuk-bentuk perlawanan Aceh yang tidak terlalu keras terus berlanjut hingga Perang Dunia II dan pendudukan Jepang.

Baca juga : Peristiwa Pemberontakan Kapal Tujuh(Zeven Provinciën), Perlawanan Kelasi Bumiputra di kapal Belanda

Baca juga : 19 Mei 2003, Operasi militer Indonesia di Aceh dimulai

 

ZP

Recent Posts

Negara Arab dimata Taliban Afganistan tentang Perjuangan Palestina

ZONA PERANG(zonaperang.com) Konon, ketika pemerintahan pertama Taliban diundang dalam konferensi mengenai isu Palestina di salah…

1 bulan ago

Mesir

Pada tanggal 5 Oktober 1985, selama dinas wajibnya di Pasukan Keamanan Pusat Polisi Mesir di…

2 bulan ago

Fakta unik peranan rusia dalam hubungan dengan Amerika

Siapa yang mendukung Amerika dalam Revolusi Amerika melawan Inggris? RUSIA.

2 bulan ago

Jordan Files : Mengapa kerajaan Yordania melindungi zionis Israel Dari serangan lawan-lawanya?(Bagian ke-2)

ZONA PERANG(zonaperang.com) Salah satu peran yang ditugaskan kepada Yordania adalah koordinasi keamanan, karena Yordania memainkan…

2 bulan ago

Garis waktu perang Kolonial Zionis Israel vs Palestina 8 – 15 Mei 2024 (bagian 27): “Ada indikasi jelas bahwa Israel akan segera berakhir”

Faktor2 pendorong kehancuran rezim Zionis: kurangnya kohesi sosial di tengah masyarakat Israel, ledakan problem ekonomi,…

2 bulan ago

10 Pesawat Terburuk di Perang Dunia ke-2

Dengan meningkatnya ketegangan di Eropa pada akhir tahun 1930-an, beberapa negara seperti Amerika, Inggris, Prancis,…

2 bulan ago