Fakta Mengejutkan tentang Perang Krimea dan akibatnya
ZONA PERANG(zonaperang.com) – Perang Krimea (1853–1856) adalah pertempuran yang terjadi antara kekaisaran Rusia melawan sekutu yang terdiri dari Perancis, Britania Raya, Kerajaan Sardinia, dan Kesultanan Utsmaniyah.
Perang ini memiliki banyak dampak yang signifikan terhadap sejarah dunia, seperti memperpanjang “nyawa” Ottoman di Turki sampai tahun 1922 dan memicu penyatuan Jerman di bawah Otto von Bismarck. Perang ini juga kembali menunjukkan superioritas Inggris di lautan dan memiliki pengaruh yang besar juga pada Perang Sipil Amerika.
Tak hanya berlangsung di Krimea
Terlepas dari namanya, Perang Krimea adalah konflik global yang berlangsung di beberapa medan pertempuran yang berbeda. Melansir dari History, bentrokan awal justru terjadi di Balkan dan Turki, hanya bergeser ke Krimea setelah Sekutu melancarkan invasi ke semenanjung itu pada bulan September 1854.
Selain itu, beberapa pertempuran laut juga terjadi di tempat-tempat yang jauh dari Krimea seperti Kaukasus, Laut Hitam, Baltik, dan Laut Putih. Perang ini sempat menjadi “trailer” dari Front Barat Perang Dunia I ketika kedua belah pihak menggali garis parit yang panjang di sekitar Sevastopol.
Butuh waktu 11 bulan sampai Prancis berhasil memaksa Rusia untuk pergi dari Sevastopol. Banyak sejarawan yang setuju kalau jatuhnya Sevastopol adalah akhir simbolis dari Perang Krimea, walau beberapa pertempuran terus berlanjut sampai Rusia menyerah pada tahun 1856.
Baca juga : 4 Juli 1942, The Siege of Sevastopol : Semenajung Krimea jatuh ke tangan NAZI Jerman
Baca juga : Hybrid Warfare: Era Baru Persaingan dan Konflik
Ketegangan agama menjadi salah satu pemicu perang
Meski dikenang sebagai bentrokan antar kekaisaran, nyatanya Perang Krimea dipicu oleh gesekan agama antara umat Kristen Ortodoks, Katolik Roma, dan Ottoman yang mayoritas Muslim. Pada tahun 1852, Prancis yang mendukung Katolik Roma dan Rusia yang ada di pihak Ortodoks mencoba untuk menego pemerintah Ottoman.
Ketika Turki mengabaikan beberapa tuntutannya, Tsar Nicholas I Tsar Nicholas I (1796-1855)mulai memobilisasi pasukannya dan Perang antar kedua negara itu pun tidak terhindarkan. Rusia akhirnya memperoleh kemenangan pada Pertempuran Sinop, menduduki wilayah Ottoman di tempat yang sekarang disebut Rumania(provinsi Modavia dan Wallachia di sebelah barat Laut Hitam).
Beberapa pihak takut kalau tsar akan menghancurkan Kesultanan Ottoman yang sudah melemah, bahkan Ottoman pun sering disebut sebagai “Si tua sakit-sakitan dari Eropa” oleh musuh-musuhnya. Hal ini membuat Prancis dan Inggris memberikan dukungan mereka kepada Sultan Ottoman dan menyatakan perang terhadap Rusia pada Maret 1854.
Seperti dijelaskan dalam Historic England, Perang Krimea menjadi ajang “unjuk gigi” untuk mendapatkan perhatian dari Ottoman, tetapi di sisi lain tetap sarat akan nuansa religiusnya. Hal lainya yang menyeret kedua negara itu berperang adalah setelah peperangan antara Turki dan Rusia berakhir, kapal-kapal Kekaisaran Rusia mulai berkeliaran di Mediterania.
Melihat hal itu, Inggris dan Prancis merasa geram, dan mengirimkan armada gabungan ke Laut Hitam dengan tujuan memerintahkan Rusia untuk menarik mundur kapal mereka kembali ke pelabuhan.
Dalam Perang Krimea, pasukan Inggris dan Prancis mengecam Gereja Ortodoks Rusia, dan banyak orang Rusia dan Turki yang mulai memandang konflik ini sebagai perang suci antara Kristen Ortodoks dan Islam.
Pasukan Sekutu saling membenci satu sama lain
Meskipun mereka bersatu melawan Rusia, kekuatan gabungan antara Inggris, Prancis, dan Ottoman bukanlah sekutu alami. Seperti yang diketahui, Inggris dan Prancis adalah musuh bebuyutan selama berabad-abad. Mereka bahkan bertempur dalam Perang Napoleon beberapa dekade sebelumnya.
Panglima Tertinggi Inggris, Lord Raglan, yang kehilangan lengannya pada Pertempuran Waterloo, bahkan menyebut Prancis sebagai “musuh.” Selain itu, baik Prancis maupun Inggris memperlakukan pasukan Ottoman dengan buruk. Pasukan Ottoman dianggap tidak dapat diandalkan dan seringkali dipukul, diejek, atau dipaksa menjadi pekerja kasar.
Menurut salah satu catatan yang ditulis oleh seorang penerjemah Inggris, beberapa pasukan Eropa bahkan memaksa pasukan Ottoman untuk menggendong mereka setiap kali melintasi jalan berlumpur atau sungai.
Baca juga : Albert Einstein dengan penuh semangat menentang para pencipta dan penciptaan Israel
Memaksa Rusia untuk menjual Alaska ke Amerika Serikat
Amerika, yang cukup dekat dengan Rusia selama Perang Krimea, akhirnya muncul sebagai pembeli untuk wilayah tersebut. Pada tahun 1867, setelah penundaan yang disebabkan oleh Perang Sipil Amerika, Menteri Luar Negeri William Seward menandatangani kesepakatan untuk membeli Alaska dengan harga murah, hanya US$7,2 juta.
Pembelian Alaska menjadi keuntungan yang luar biasa bagi Amerika. Namun pada awalnya, para politisi Amerika menghina keputusan tersebut. Beberapa di antaranya bahkan menyebut Alaska sebagai “kebodohan Seward” atau “lemari es Seward.”
Perang pertama yang diliput oleh wartawan dan fotografer perang
Berkat teknologi baru, seperti kapal uap dan telegraf listrik, Perang Krimea menjadi konflik besar pertama di mana wartawan berita meliput langsung dari medan perang. Koresponden perang yang paling terkenal adalah William Howard Russell, seorang reporter Times of London yang dibenci oleh para jenderal Inggris.
Laporan Russell membantu meyakinkan pemerintah Inggris untuk mengizinkan perawat seperti Florence Nightingale untuk bergabung dalam Perang Krimea. Sementara liputannya tentang blunder “Charge of the Light Brigade” di Pertempuran Balaclava telah menginspirasi Alfred Tennyson untuk membuat puisi dengan judul yang sama.
Perang Krimea juga menjadi lebih “hidup” berkat fotografer seperti Roger Fenton dan James Robertson, yang telah mengambil ratusan foto dari medan perang dan para tentara di sana.
Florence Nightingale bukan satu-satunya tokoh medis terkenal dalam Perang Krimea
Perawat asal Inggris, Florence Nightingale, dikenal karena telah merintis teknik sanitasi dan administrasi rumah sakit di tengah Perang Krimea. Namun, dia bukan satu-satunya tokoh medis terkenal dalam konflik tersebut.
Pada saat itu, tentara Sekutu juga menerima bantuan dari Mary Seacole, seorang wanita kelahiran Jamaika yang membagi waktunya antara menjual persediaan, makanan dan obat-obatan sembari merawat mereka yang terluka di garis depan.
Surat kabar Inggris kemudian menjulukinya “The Creole with the Tea Mug” karena telah merawat pasukan yang lelah berperang. Sedangkan di pihak Rusia, seorang wanita bernama Daria Mikhailova, yang disebut “Dasha dari Sevastopol,” dikenal karena telah membalut luka para tentara menggunakan persediaan yang dibeli dengan uangnya sendiri.
Selain Mikhailova, dokter Nikolai Pirogov juga membantu memperkenalkan operasi lapangan dan penggunaan anestesi di tengah Perang Krimea.
Terlepas dari upaya perawat dan dokter seperti Nightingale dan Pirogov, penyakit menular tetap membunuh lebih banyak tentara di Perang Krimea daripada perang itu sendiri. Inggris misalnya, di mana 16.000 tentaranya harus mati karena penyakit dibandingkan 5.000 tentara yang mati karena pertempuran.
Meskipun menang, Kesultanan Ottoman harus tetap membayar “utang” kepada Prancis dan Inggris. Nantinya, hal ini memaksa Ottoman untuk bergabung dengan pihak Sentral di Perang Dunia I. Bersama Jerman dan Austria-Hungaria, Ottoman akan melawan Inggris dan Prancis dengan harapan semua utangnya akan “lunas” jika berhasil memenangkan perang tersebut.
Kronologis
Ratu Victoria (1819-1901) dari Inggris, dan Napoleon III (1808-1873) dari Prancis, menyatakan perang terhadap Tsar Nicholas I. Rusia yang cukup terdesak, meminta bantuan dari Austria dan Prisia. Tetapi kedua negara itu memutuskan untuk bersikap netral, dan membiarkan Rusia menghadapi perang itu sendiri.