- Sikap Indonesia terhadap konflik Israel-Palestina tidak pernah berubah. Keberpihakan Indonesia sering kali berpihak pada pihak yang dijajah: Palestina. Narasi tersebut bahkan telah digaungkan pada era Presiden Soekarno.
-
Indonesia pernah melancarkan operasi rahasia pembelian 32 pesawat tempur bekas dari kolonial Israel, A-4E Skyhawk pada 1979. Soeharto kemudian menugaskan Letjen Leonardus Benjamin (Benny) Moerdani untuk melancarkan misi rahasia tersebut. Operasi tersebut kemudian dikenang sebagai Operasi Alfa, sesuai dengan huruf depan pesawat tersebut.
-
Operasi tersebut dianggap merepotkan bagi intelijen Indonesia. Pasalnya, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Ketika itu, Pemerintah Indonesia menjalankan sebuah operasi intelijen yang dikenal dengan sebutan Operasi Alpha pada 1978. Operasi itu dilakukan Indonesia berkaitan dengan pembelian pesawat serang darat Douglas A-4 Skyhawk milik zionis Israel. Tak sendiri, pembelian pesawat Skyhawk itu turut melibatkan Badan Intelijen ABRI (BIA).
Kala itu Jenderal Leonardus Benyamin Moerdani, atau L.B. Moerdani yang jadi otak pengadaan tersebut dibawah persetujuan Menhan M. Yusuf. Moerdani merancang operasi rahasia kala ia masih menjabat sebagai Asisten Intelijen Pertahanan dan Keamanan. Pembelian Skyhawk saat itu memang dilakukan secara diam-diam mengingat sentimen anti-Israel yang masih kencang berembus bahkan hingga kini di Indonesia.
Operasi rahasia TNI Angkatan Udara (TNI-AU) ini dilakukan untuk membawa pulang 33 unit pesawat tempur A-4E/H Skyhawk modifikasi khusus militer Israel. Tak hanya membeli, Indonesia turut mengirimkan orang ke Israel untuk menjalani pelatihan pilot dan menyamarkan kedatangan pesawat tempur itu agar bisa dibawa pulang ke tanah air pada 1980 silam.
Bahkan Indonesia pernah berkeinginan menambah sebanyak 16 pesawat A-4 Skyhawk lagi namun ditolak karena Israel hanya mau melepas pesawat bertempat duduk tunggal bukan ganda.
Baca juga : Perang Mata-Mata: Bagaimana C.I.A. Diam-diam Membantu Ukraina Melawan Putin
Menari di Angkasa
Operasi tersebut turut diungkap oleh mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas), Marsda Djoko Poerwoko lewat biografinya berjudul ‘Menari di Angkasa’. Menurut Poerwoko, peristiwa tersebut adalah merupakan ‘operasi clandestine (rahasia) terbesar yang dilakukan oleh ABRI’. Kendati demikian, TNI tidak pernah mengakuinya hingga saat ini.
Untuk dapat tiba ke Indonesia, pesawat itu diketahui dikirim secara berkala melalui jalur laut. Empat pesawat di antaranya dikirim langsung dari Israel menggunakan kapal kargo baik berbentuk utuh atau terurai dalam kontainer.
Untuk mengelabui sejumlah pihak, selama pengiriman di perjalanan nama pesawat Skyhawk dibungkus plastik bertuliskan F-5, jenis pesawat tempur buatan Amerika. Hal itu dikarenakan di saat yang bersamaan Indonesia juga membeli pesawat jenis F-5 E/F Tiger II dari pabrik pesawat Northrop Amerika Serikat.
Soal spesifikasi yang diatas rata-rat karena banyaknya modifikasi yang telah dilakukan berdasarkan pengalaman tempur pilot-pilot Zionis, jadi alasan utama kenapa kala itu ABRI-Angkatan Udara menjatuhkan pilihan pada Skyhawk. Jet tempur Israel dikenal sebagai pesawat tempur yang terbilang unggul berdasarkan pertimbangan matang yang dilakukan TNI Angkatan Udara.
Selain alasan tersebut diharapkan pemerintah Israel dapat melakukan lobi-lobi di Kongres atau Senat AS dalam masalah Timor Timur. “Pak Harto(Soeharto) ingin mendorong agar Timor Timur tidak lagi diperbincangkan atau semacam tuduhan-tuduhan yang terlalu jauh tentang peranan Indonesia di Timor Timur, khususnya pelanggaran HAM,” kata Ali Munhanif, pengamat masalah Timur Tengah dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah kepada BBC Indonesia.
“Tetapi posisi Indonesia terlalu lemah untuk mendapatkan keuntungan yang terlalu jauh dari apa yang dibuat Pak Harto,” paparnya.
Pesawat Sarat Modifikasi
Salah satu keunggulan pesawat asal Israel itu yakni telah terbukti lebih sulit ditembak jatuh oleh rudal pencari panas(infra red) saat itu karena exhause pipe(knalpot)telah dipanjangkan.
Penggantian kanon menjadi Aden 552 30mm, menambahkan steering wheels guna mengurangi beban pilot saat di darat dan air refueling yakni kemampuan untuk melakukan pengisian bahan bakar di udara.
Sebenarnya, saat itu Amerika Serikat sudah memberikan 16 pesawat F-5 E/F Tiger II, tetapi hal itu dianggap belum dapat mencukupi kebutuhan AU dalam misi bantuan udara langsung. Ditambah lagi, Indonesia saat itu harus menghadapi operasi militer lanjutan di Timor Timur.
Saat tiba di Indonesia pesawat tetap mendapatka sentuhan perubahan dengan menambahkan peralatan radio VHF-20 dan peralatan navigasi ADF-60 agar menyamakan standar komunikasi ABRI serta beroperasi di luar Lanud Iswahyudi.
Baca juga : Freemasonry di Indonesia: Dari Masa Kolonial Hingga Kini
Baca juga : Zionis Israel Ingin Menguasai Dunia
Mengirimkan 10 Pilot TNI AU ke Israel
Tak cukup hanya membelinya dari Israel, Indonesia dalam hal ini TNI AU juga mengirimkan 10 pilot untuk menjalani pelatihan termasuk di dalamnya mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsda Djoko Poerwoko. Hal yang menarik, tak satu pun dari 10 pilot tersebut termasuk Djoko yang mengetahui bahwa mereka akan diberangkatkan ke Israel.
10 perwira itu akhirnya diberangkatkan melalui Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia menuju Pangkalan Udara Paya Lebar, Singapura. Setibanya di Singapura, mereka langsung dijemput oleh sejumlah petugas intel ABRI.
Saat makan malam, salah seorang perwira Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI meminta paspor mereka dan menggantinya dengan Surat Perintah Laksana Paspor (SPLP).
Saat itulah Kepala BAIS ABRI Mayor Jenderal Benny Moerdani, memberikan perintah. Dalam kesempatan itu pula Moerdani menyatakan bahwa operasi tersebut merupakan misi rahasia. Jika gagal, pemerintah Indonesia mengancam tidak akan mengakui kewarganegaraan mereka lagi. Moerdani pun turut memberikan pilihan bagi perwira yang ragu untuk menjalankan misi tersebut.
Operasi ini dianggap berhasil jika pesawat tempur A-4 Skyhawk milik Israel yang diberi kode ‘merpati’ berhasil dibawa pulang ke Indonesia. Malam itu juga sepuluh perwira langsung diganti identitasnya. Seluruhnya dikantongi identitas bukan dengan nama Indonesia dan bukan sebagai tentara warga negara Indonesia.
Pelatihan Bagi 10 Perwira di wilayah pendudukan Israel
Setibanya di Israel, 10 perwira Penerbang langsung ditangkap dan digiring oleh petugas keamanan bandara Ben Gurion Tel Aviv, Israel. Diketahui petugas itu merupakan agen rahasia Mossad dan ditugaskan untuk membawa 10 perwira AU itu ke ruang bawah tanah dimana para perwira BAIS ABRI sudah menanti mereka.
Saat dalam penyekapan, kesepuluh penerbang dijelaskan informasi singkat soal hal-hal apa saja yang harus mereka lakukan saat proses belajar nantinya berlangsung. Karena Indonesia tak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, mereka pun diminta untuk mengaku sebagai penerbang bayaran asal Singapura.
Percakapan dalam bahasa Ibrani seperti seperti ‘Ani tayas mis Singapore’ yang artinya ‘aku penerbang dari Singapura’ hingga sapaan ‘boken tof’ yang berarti selamat pagi jadi beberapa dialog yang diajarkan kepada penerbang Indonesia.
Atas kesepakatan, selama latihan Pangkalan Udara itu dinamai Arizona. Karena resminya memang para penerbang itu akan dikirim ke Arizona. Di sana mereka berlatih dengan pesawat A-4 Skyhawk. Melakukan berbagai manuver, mengoperasikan pesawat tempur sebagai mesin perang, hingga menembus perbatasan Suriah.
Menghilangkan bukti
Sekitar 4 bulan berselang, latihan terbang berakhir tanggal 20 Mei 1980. Para perwira pun dinyatakan lulus dan berhak mendapatkan ijazah dan brevet penerbang tempur. Namun para perwira intelijen ABRI yang hadir justru membakarnya di depan para pilot itu. Hal itu dilakukan tentu saja untuk menghilangkan bukti bahwa pernah ada kerja sama militer antara Indonesia dan Israel.
Untuk mengelabui sejumlah pihak, para penerbang juga dibawa ke Amerika Serikat untuk sekedar berfoto-foto dan 2 minggu kunjungan Tour di Yuma Air Station, Pangkalan Marinir AS(USMC) Hal itu dilakukan agar terlihat seolah-olah bahwa mereka memang dikirim ke AS, bukan ke Israel. Dilaporan resmi, mereka “jebolan” sekolah pendidikan penerbang Marinir AS. Kepada para komandan di kesatuan pun, para pilot ini harus mengaku telah dilatih di AS, bukan Israel.
Hingga pada akhirnya, paket A-4 Skyhawk gelombang pertama yang terdiri dari dua pesawat single seater dan dua pesawat double seater tiba di Tanjung Priok pada 4 Mei 1980. Pesawat tersebut diangkut dengan kapal laut langsung dari Israel, lengkap balutan plastik pembungkus, berlabel F-5. Pesawat A-4 Skyhawk pertama kali dipamerkan pada publik, Oktober 1980. “Merpati” terakhir datang pada tanggal 31 Agustus 1982.
Dari 60 buah A-4E, 90 A-4H dan 20 buah TA-4H yang dimiliki Israel, Indonesia total menerima 31 A-4E dan 2 buah TA-4H plus 1 buah A-4E pengganti pesawat yang jatuh di Baucau saat latihan gabungan ABRI 1981.
Pesawat ini pun pernah dipakai dalam ‘Operasi Seroja‘ atau lebih dikenal dengan integrasi Indonesia atas Timor Timur sejak 1975 sebelum akhirnya dipensiunkan pada tanggal 5 Agustus 2004.
Baca Juga : 6 Oktober 1973, perang Yom Kippur dimulai
Baca juga : 17 Juli 1976, Timor Timur menjadi provinsi ke-27 Indonesia