- Pada hari ini di tahun 1918, Kekaisaran Ottoman membuat perdamaian terpisah dengan Sekutu. Gencatan Senjata Mudros mengakhiri Perang Dunia Pertama di Timur Tengah.
- Pada tanggal 30 Oktober 1918, Perjanjian Mudros ditandatangani di atas kapal perang Inggris, HMS Agamemnon, yang berlabuh di pelabuhan Mudros di pulau Lemnos, Yunani. Perjanjian ini menandai berakhirnya keterlibatan Kekaisaran Ottoman dalam Perang Dunia I dan menjadi titik balik penting dalam sejarah Timur Tengah
ZONA PERANG (zonaperang.com) Perang Dunia 1(pertama) merupakan salah satu perang paling mematikan dalam sejarah dan akibat perang ini terdapat satu momen yang menyebabkan terpecahnya Kerajaan Ottoman yang sudah berumur ratusan tahun.
Momen itu adalah ketika Kerajaan Ottoman menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan sekutu di Perang Dunia 1 dan menjadi penanda berakhirnya partisipasi Kerajaan Ottoman di perang tersebut.
Pada awalnya Kerajaan Ottoman menginginkan berada di sisi netral pada Perang Dunia 1. Namun, akhirnya kerajaan memutuskan untuk membangun sekutu dengan Jerman dan secara resmi berpartisipasi dalam Perang Dunia 1 pada Oktober 1914. Pasukan Turki memperlihatkan kegagahan mereka dalam melindungi Semenanjung Gallipoli dari serangan sekutu pada 1915-1916.
Sayangnya kegagahan itu diruntuhkan pada 1918 ketika pasukan Inggris serta Rusia menginvasi wilayah Ottoman dan ditambah pemberontakan Arab membuat perekonomian kerajaan serta wilayahnya hancur.
Baca Juga : Era Pesawat Tempur F-16 Kini Telah Berakhir
Baca Juga : Gladiator: Lebih dari Sekadar Petarung, Mereka Adalah Bintang Pop Romawi
Keadaan semakin suram
Hal ini juga menyebabkan enam juta orang tewas dan belasan jutaan lainnya kelaparan. Melihat keadaan semakin suram, pada awal pekan Oktober 1918, Pemerintahan Ottoman serta Turki mencoba menghubungi pihak sekutu untuk berdamai.
“Kekaisaran Ottoman, yang telah mengalami kemunduran sejak akhir abad ke-16, memasuki Perang Dunia I di pihak Blok Sentral bersama Jerman pada Oktober 1914. Meskipun berhasil mempertahankan Semenanjung Gallipoli dari invasi Sekutu pada tahun 1915-1916, kekalahan demi kekalahan di berbagai front dan pemberontakan Arab yang didukung oleh Inggris menghancurkan ekonomi dan wilayah Kekaisaran Ottoman”
Mendengar hal itu, Inggris yang pasukannya paling banyak mengokupasi wilayah Ottoman bergerak lebih dahulu dibanding sekutunya yaitu Prancis. Sebenarnya sesuai perjanjian pada 1916, Prancis akan mengontrol wilayah pantai Suriah dan banyak wilayah lainnya (wilayah Lebanon modern).
Tanpa menghiraukan kemarahan Prancis, Perdana Menteri David Lloyd George dan kabinetnya memerintahkan komandan angkatan laut Inggris di Laut Aegea, Laksamana Arthur Calthorpe, untuk bernegosiasi perihal gencatan senjata dengan Turki tanpa izin dari Prancis.
Negosiasi antara tim Calthorpe dan delegasi dari Konstantinopel yang dipimpin oleh Menteri Kelautan Ottoman, Rauf Bey, dimulai pada 30 Oktober 1918 tepatnya pukul 09.30. Negosiasi itu dilakukan di atas kapal perang Inggris, HMS Agamemnon yang berlabuh di pelabuhan Mudros di Pulau Lemnos, Yunani.
Perjanjian Mudros itu akhirnya ditandatangani oleh kedua belah pihak pada 30 Oktober 1918 malam dan dalam perjanjian itu kedua belah pihak sepakat untuk tidak terlibat kontak senjata keeseokan harinya.
Perjanjian yang membentuk wajah Timur Tengah yang Penuh Gejolak
Selain itu, sesuai kesepakatan, Turki harus membuka jalur di selat Dardanelle dan Bosporus untuk kapal perang sekutu. Tidak sampai di situ saja, Inggris juga meminta benteng-benteng milik Kerajaan Ottoman dijadikan basis okupasi militer sekutu, lalu membubarkan tentara Ottoman, menduduki wilayah Utsmaniyah mana pun “jika terjadi kekacauan” yang mengancam keamanan mereka, melepaskan semua tawanan perangnya , semua pelabuhan, rel kereta api, dan titik-titik strategis lainnya disediakan untuk digunakan oleh Sekutu.
“Perjanjian Mudros tidak hanya mengakhiri keterlibatan Ottoman dalam Perang Dunia I tetapi juga menandai awal dari runtuhnya Kekaisaran Ottoman. Wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Ottoman kemudian dibagi-bagi di antara kekuatan-kekuatan Sekutu, terutama Inggris dan Prancis, melalui perjanjian-perjanjian seperti Perjanjian Sykes-Picot”
Gencatan senjata itu diikuti oleh pendudukan Konstantinopel (Istanbul) dan pembagian Kesultanan Utsmaniyah. Bey dan delegasi dari Kerajaan Ottoman sebenarnya enggan mengakui itu sebagai aksi untuk menyerahkan diri. Namun, secara faktanya isi dari perjanjian itu membuat Ottoman semakin lemah dan menjadi penanda dua momen besar, yaitu berakhirnya partisipasi Ottoman di Perang Dunia 1 dan secara efektif memecah wilayah yang dikuasai oleh Kerajaan Ottoman.
Tanpa sadar pemenang dari Perang Dunia 1 sebenarnya membentuk wilayah baru di Kerajaan Ottoman melalui negosiasi damai pasca perang mereka. Percaya atau tidak, wilayah baru itu saat ini dikenal sebagai Timur Tengah (modern) yang kita semua kenal.
“Pembagian ini membentuk peta politik Timur Tengah modern, menciptakan negara-negara baru seperti Irak, Arab Saudi, Suriah, dan Lebanon. Namun, batas-batas yang ditarik oleh kekuatan kolonial sering kali mengabaikan etnisitas dan identitas gama serta lokal, yang kemudian menjadi sumber konflik berkepanjangan di wilayah tersebut”
Baca Juga : Menghitung Mundur Perang Akhir Zaman
Baca Juga : Mengungkap Rahasia Keruntuhan Kesultanan Ottoman: Hutang, Inflasi, dan Penguasaan Ekonomi oleh Asing