ZONA PERANG(zonaperang.com) Palestina kembali berduka. Pembersihan suku dan pembantaian oleh tentara zionis Israel, membeberkan sebuah tabir yang selama ini tidak digubris oleh dunia. Orang-orang mengira bahwa masalah Palestina adalah tentang Yahudi versus muslim. Tidak, ia adalah tentang penjajah versus pejuang yang membela negeri mereka!
Yang disasar teroris Yahudi tidak hanya Umat Islam dan Bangsa Arab. Teman-teman kita yang Kristiani pun terzalimi. Betapa kejamnya tentara zionis memporak-porandakan kemanusiaan dengan brutal.
Tentu muncul pertanyaan di benak kita semua, mengapa zionis bisa sebrutal itu? Kenapa mereka tidak peduli lagi dengan respon internasional?
Ada banyak cara pandang zionisme yang tidak hanya berbahaya bagi Palestina, tapi juga bagi dunia. Mereka bisa dibilang adalah contoh penjajahan gaya lama yang masih bertahan hingga hari ini. Mereka adalah pelaku apartheid yang sudah usang, namun nyatanya masih mereka yakini, bahkan sampai tega menumpahkan darah.
Baca juga : Yahudi, Zionisme, dan Israel: Tiga Hal yang Sering Disalahpahami
Baca juga : Garis waktu perang Kolonial Zionis Israel vs Palestina: 7 – 17 Oktober 2023
1. Prasangka Sebagai Bangsa Pilihan Tuhan
Dalam banyak sekali pembahasan tentang zionisme, orang-orang zionis meyakini bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan. Dalam taurat mereka yang telah banyak diubah, dikatakan,
وقد اختارك الرب لكي تكون له شعباً خاصاً فوق جميع الشعوب الذين على وجه الأرض
“Dan Tuhanmu telah memilihmu untuk menjadi bangsa utama di atas seluruh bangsa-bangsa yang hidup di atas bumi.” Hal inilah, kata banyak pakar Kepalestinaan, yang membuat zionis tak ambil pusing ketika harus menumpahkan darah warga Palestina dan selain Yahudi.
وانبنى على ذلك احتقارهم للأمم الأخرى وتسميتها بألفاظ السباب والشتائم ، ثم تمادوا في ادعائهم بأن لهم حق السيطرة على العالم ما داموا أنهم أبناء الله وأحباؤه.
Dari situlah, terbangun paradigma mereka yang meremehkan umat lain dan menamai bangsa lain dengan istilah-istilah cela serta ejekan. Kemudian prasangka mereka semakin membuat mereka berangan-angan bahwa mereka berhak untuk menguasai seluruh dunia sebab mereka menyangka dirinya sebagai anak Tuhan. (Mausu’atul Adyan)
2. Bagi mereka, Palestina adalah negara tanpa bangsa untuk bangsa tanpa negara.
“Sebuah tanah tanpa sebuah bangsa untuk sebuah bangsa tanpa sebuah tanah” adalah sebuah frase yang banyak dikutip yang diasosiasikan dengan gerakan pendirian tanah air Yahudi di Palestina pada abad ke-19 dan ke-20.
Dengan cara berpikir itu, dalam realisasinya mereka menganggap Palestina ‘seharusnya’ kosong dan tak bertuan. Ketika ternyata mereka datang ke Palestina, ternyata negeri itu berpenghuni, dan bahkan telah membangun peradaban selama ribuan tahun lamanya. Sebelum zionis datang ke Palestina, Kaum Muslimin saja sudah hidup di situ sekitar 1200 tahun.
Akhirnya zionis mempersenjatai diri dengan melakukan “pembersihan etnis”, menguasai tanah dan desa yang “seharusnya” menjadi milik mereka. Akhirnya mereka tak peduli siapa yang harus mati. Selama Palestina belum dikuasai sepenuhnya oleh zionis, maka selama itu pula mereka akan lakukan gerakan pembersihan etnis di tanah suci.
3. Bagi mereka, “tak ada maknanya Palestina jika tak merebut Jerusalem. Dan tak ada artinya Jerusalem kalau tidak membangun kuil.”
Frasa ini adalah keyakinan yang sudah ada sejak zionis bahkan belum sampai ke Palestina. Mereka menganggap bahwa penaklukan Palestina harus satu paket dengan hancurnya Masjid Al Aqsha dan terbangunnya Kuil Sulaiman untuk mereka jadikan tempat peribadatan.
Menurut pembahasan Yahudi dan Keyahudian, frasa itu disampaikan juga oleh David Ben Gurion, perdana menteri Israel yang pertama. Itulah yang membuat zionis begitu bernafsu untuk menguasai setiap jengkal Masjid Al Aqsha, menyerang dan membuat jama’ah shalat tak nyaman, mengusir peziarah dan memblokade pintu-pintu untuk masuk ke masjid Al Aqsha.
Baca juga : 15 November 1988, Deklarasi Kemerdekaan Palestina: Proklamasi dari Pengasingan
Baca juga : Bagaimana Zionis Israel mengajarkan anak-anaknya untuk membenci Palestina dan Muslim?