ZONA PERANG(zonaperang.com) Perang Saudara Sri Lanka adalah perang saudara yang terjadi di Sri Lanka dari tahun 1983 sampai 2009. Dimulai pada tanggal 23 Juli 1983, terjadi pemberontakan yang terputus-putus terhadap pemerintah oleh Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE, juga dikenal sebagai Macan Tamil) yang dipimpin Velupillai Prabhakaran.
“Perang saudara di Sri Lanka adalah salah satu konflik yang paling brutal di abad 20. Kekerasan yang dilakukan oleh militer Sri Lanka terhadap warga sipil Tamil di Utara dan Timur negara itu, dan kekerasan yang dilakukan oleh LTTE terhadap penduduk Sinhala dan Muslim di Utara dan Selatan, telah menghancurkan masyarakat Sri Lanka.”
LTTE berjuang untuk menciptakan negara Tamil merdeka yang disebut Tamil Eelam di timur dan utara pulau, karena diskriminasi yang terus menerus dan penganiayaan dengan kekerasan terhadap Tamil Sri Lanka oleh Pemerintah Sri Lanka yang didominasi suku mayoritas Sinhala yang beragama Budha.
Baca juga : 01 Juli 1863, Battle of Gettysburg : Sisi Brutal Perang Saudara Amerika
Kekerasan terhadap penduduk Tamil dan minoritas lainnya
Penganiayaan dengan kekerasan terhadap penduduk Tamil khususnya meletus dalam bentuk pogrom(serangan penuh kekerasan besar-besaran yang terorganisasi atas sebuah kelompok tertentu) anti-Tamil tahun 1956, 1958, 1977, 1981 dan 1983, serta pembakaran Perpustakaan Umum Jaffna tahun 1981. Semua ini dilakukan oleh massa mayoritas Sinhala yang sering kali dengan dukungan negara, pada tahun-tahun setelah kemerdekaan Sri Lanka dari Kerajaan Inggris pada tahun 1948.
Meskipun mereka jelas-jelas mayoritas, kaum nasionalis Buddha Sinhala memicu ketakutan kelompok-kelompok minoritas, khususnya Muslim dan Tamil yang beragama Hindu, semakin meningkat dalam jumlah dan pengaruhnya.
“Negara ini memperoleh kemerdekaan dari kekuasaan Inggris pada tahun 1948 sebagai Ceylon, dan menjadi Republik Sri Lanka pada tahun 1972.”
Tidak lama setelah memperoleh kemerdekaan, Sinhala diakui sebagai satu-satunya bahasa resmi negara. Setelah kampanye militer selama 26 tahun, Angkatan Bersenjata Sri Lanka secara militer mengalahkan Macan Tamil pada bulan Mei 2009, sehingga perang saudara berakhir.
Baca juga : 13 April 1975, Perang saudara Lebanon berumur 15 tahun dimulai
Kejahatan perang terhadap penduduk minoritas
“Lebih dari 70 persen penduduknya beragama Buddha. Kelompok etnis dan agama yang lebih kecil termasuk Hindu, lebih dari 12 persen, Muslim di bawah 10 persen, dan Katolik sekitar 6 persen.”
Hingga 70.000 orang telah terbunuh pada tahun 2007. Segera setelah perang berakhir, pada tanggal 20 Mei 2009, PBB memperkirakan total 80.000-100.000 kematian. Namun, pada tahun 2011, mengacu pada fase akhir perang pada tahun 2009, Laporan Panel Ahli Sekretaris Jenderal tentang Akuntabilitas di Sri Lanka menyatakan, “Sejumlah sumber yang kredibel telah memperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 40.000 kematian warga sipil.”
Pemerintah Sri Lanka telah berulang kali menolak penyelidikan internasional yang independen untuk memastikan dampak penuh dari perang, dengan beberapa laporan yang menyatakan bahwa pasukan pemerintah memperkosa dan menyiksa orang Tamil termasuk penghilangan orang.
Sejak berakhirnya perang saudara, negara Sri Lanka telah menjadi sasaran banyak kritik global karena melanggar hak asasi manusia sebagai akibat dari melakukan kejahatan perang melalui pengeboman sasaran sipil, penggunaan persenjataan berat, penculikan dan pembantaian orang Tamil Sri Lanka dan kekerasan seksual.
LTTE menjadi terkenal karena melakukan banyak serangan terhadap warga sipil dari semua etnis, khususnya etnis Sinhala dan Muslim Sri Lanka, menggunakan tentara anak-anak, pembunuhan politisi dan pembangkang, dan penggunaan bom bunuh diri terhadap target militer, politik dan sipil.
“Negara ini telah terjebak dalam persaingan regional yang jauh lebih besar antara Cina dan India.”
Baca juga : 08 April 2013, ISIS/ISIL terbentuk dan masuk perang saudara Suriah
Macan Tamil
LTTE tumbuh menjadi salah satu kelompok pemberontak yang paling canggih dan terorganisir dengan ketat di dunia. Selama tahun 1970-an, organisasi ini melakukan sejumlah serangan gerilya.
Pada tahun 1985, kelompok ini menguasai Jaffna dan sebagian besar Semenanjung Jaffna di Sri Lanka utara. Di bawah perintah Prabhakaran, LTTE telah menyingkirkan sebagian besar kelompok Tamil saingannya pada tahun 1987. Untuk mendanai operasinya, kelompok ini terlibat dalam kegiatan ilegal (termasuk perampokan bank dan penyelundupan narkoba) dan pemerasan orang Tamil di Sri Lanka dan di tempat lain, tetapi juga menerima dukungan keuangan sukarela yang cukup besar dari orang Tamil yang tinggal di luar negeri dan negara India baik berupa pelatihan sertapesenjataan(1983-1990) .
Menewaskan mantan perdana menteri India Rajiv Gandhi
LTTE kehilangan kendali atas Jaffna pada bulan Oktober 1987 kepada Pasukan Penjaga Perdamaian India (IPKF) yang telah dikirim ke Sri Lanka untuk membantu dalam pelaksanaan gencatan senjata secara menyeluruh. Akan tetapi, setelah penarikan IPKF pada bulan Maret 1990, Macan Tamil semakin kuat dan melakukan beberapa operasi gerilya dan serangan teroris yang sukses. Pada tanggal 21 Mei 1991, seorang pembom bunuh diri menewaskan mantan perdana menteri India Rajiv Gandhi ketika ia sedang berkampanye di negara bagian Tamil Nadu, India.
Serangan lainnya termasuk pembunuhan Presiden Sri Lanka Ranasinghe Premadasa pada Mei 1993; serangan bom bunuh diri pada Januari 1996 di bank sentral Kolombo yang menewaskan 100 orang; dan serangan pada Juli 2001 di bandara internasional Kolombo yang menghancurkan separuh pesawat komersial di negara itu.
Bom bunuh diri dan kapsul sianida
Sebuah unit elit LTTE, “Macan Hitam,” bertanggung jawab untuk melakukan serangan bunuh diri. Jika dihadapkan pada penangkapan yang tidak dapat dihindari oleh pihak berwenang Sri Lanka, para operator tersebut dan yang lainnya konon melakukan bunuh diri dengan menelan kapsul sianida yang mereka kenakan di leher mereka.
Perundingan antara LTTE dan pemerintah terhenti pada pertengahan tahun 1990-an. Pada bulan Desember 2000, LTTE mendeklarasikan gencatan senjata sepihak, yang hanya berlangsung sampai bulan April. Setelah itu, pertempuran antara gerilyawan dan pemerintah kembali meningkat hingga Februari 2002, ketika pemerintah dan LTTE menandatangani perjanjian gencatan senjata permanen.
Akan tetapi, kekerasan sporadis terus berlanjut, dan pada tahun 2006 Uni Eropa menambahkan LTTE ke dalam daftar organisasi teroris yang dilarang. Segera setelah itu, pertempuran sengit meletus antara pemberontak dan pasukan pemerintah, dan ribuan orang tewas.
Memojokkan pejuang LTTE yang tersisa
Pada bulan Januari 2008, pemerintah secara resmi meninggalkan perjanjian gencatan senjata tahun 2002, dan pihak berwenang merebut benteng-benteng utama LTTE selama beberapa bulan berikutnya. Kota Kilinochchi, pusat administratif LTTE, berada di bawah kendali pemerintah pada Januari 2009. Pada akhir April, pasukan pemerintah telah memojokkan pejuang LTTE yang tersisa di sepanjang bentangan kecil pantai timur laut. Serangan terakhir oleh pasukan tentara pada pertengahan Mei berhasil menyerbu dan menduduki benteng terakhir pemberontak, dan pimpinan LTTE (termasuk Prabhakaran) terbunuh.
Jumlah pejuang LTTE tidak pernah ditentukan secara pasti, dan angkanya tidak diragukan lagi bervariasi dari waktu ke waktu seiring dengan naik turunnya nasib organisasi. Perkiraan dari berbagai sumber berkisar dari beberapa ribu hingga sekitar 16.000 atau lebih. Jumlah tertinggi tampaknya terjadi selama tahun-tahun pertama abad ke-21. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Sri Lanka dari tahun 2011 mencantumkan sekitar 5.800 pejuang LTTE yang direhabilitasi.
Baca juga : Sheikh Yusuf Al-Makassari : Ulama Mujahid Sulawesi yang menjadi Pahlawan di Indonesia dan Afrika Selatan
Baca juga : Sejarah Panjang Penganiayaan Minoritas Muslim di Myanmar(Burma)
https://www.youtube.com/watch?v=n_YKJgj1_jc
https://www.youtube.com/watch?v=F6GATY8y4gs