Seorang Wanita Muslim pejuang negerinya
ZONA PERANG (zonaperang.com) – “Berdasarkan hasil studi pustaka, diketahui bahwa Laksamana Keumalahayati atau Malahayati merupakan laksamana perempuan pertama di dunia modern yang juga menjabat sebagai Pemimpin 2.000 sampai dengan 3.000 lebih Armada Inong Bale (wanita Janda), Diplomat, Komandan Protokol Istana Darut Dunia, Kepala Badan Rahasia Kerajaan serta mendapatkan julukan sebagai Guardian of The Acheh Kingdom.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa negara-negara besar baik di Eropa maupun Amerika Serikat tidak memilikinya,” tulis Rizka dalam laporan studinya(Cut Rizka Al Usrah dari Universitas Negeri Medan).
Rizka menyimpulkan bahwa Laksamana Keumalahayati merupakan seorang perempuan agung sangat dihormati dan disegani baik kawan maupun lawan. Sebagai perempuan Aceh, Malahayati memiliki peran yang luar biasa besar di bidang politik dan militer. Peranan ini, tulis Rizaka, “dapat membantah, melemahkah, atau setidaknya mempertanyakan kembali bahwa aktivitas politik dan militer hanya dapat dimasuki oleh kaum pria.”
Kegiatan politik dan militer yang dilakukan oleh Malahayati tidak lepas dari peran kakek dan ayahnya. Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Malahayati adalah keturunan dari Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya bernama Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin yang memerintah Kasultanan Aceh Darussalam sekitar 1530-1539 Masehi.
Ingin Menjadi Seorang Pelaut Sejak Kecil
Ayah dan kakek Keumalahayati, nama lengkap Malahayati, merupakan laksamana angkatan laut pada waktu itu. Jiwa dan semangat yang dimiliki ayah dan kakeknya kemudian turun pada kepribadiannya.
Meskipun seorang perempuan, Malahayati sejak kecil ingin menjadi seorang pelaut atau laksamana yang gagah berani seperti ayah dan kakeknya. Ketika menginjak dewasa, ia diberi kebebasan untuk sekolah. Ia pun memililih masuk akademi angkatan bersenjata milik kasultanan bernama Mahad Baitul Maqdis. Akademi tersebut terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut.
Di akademi itu kemampuan militer Malahayati terasah. Di sana ia belajar banyak dari para pengajarnya yang merupakan para perwira dari Turki. Pada waktu itu Kasultanan Aceh Darussalam mendapatkan bantuan dari Kasultanan Turki Ustmani.
Di akademi itu pulalah, seperti dikutip dari Kompas.com, ia bertemu dengan Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief. Mereka kemudian menikah.
Gugurnya sang Suami
Perjuangan Malahayati bermula dari peristiwa perang di perairan Selat Malaka. Pasukan kasultanan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Mukammil yang dibantu dua orang laksamana, salah satunya Laksamana Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief. Pertempuran yang berlangsung sengit tersebut dimenangkan oleh pasukan Kasultanan Aceh. Namun, suami Malahayati itu gugur dalam pertempuran tersebut.
Tahu suaminya syahid, Malahayati pun berjanji akan menuntut balas dan meneruskan perjuangan suaminya. Malahayati kemudian meminta Sultan Al Makammil untuk membentuk armada Aceh yang semua prajuritnya merupakan wanita janda yang suaminya gugur dalam peperangan.
Dikutip dari situs Kabupaten Aceh Besar, setelah permintaan itu disetujui, Malahayati pun memimpin pasukan yang diberi nama Inong Balee. Inong berati wanita, sedangkan Balee artinya janda. Jadi Inong Balee artinya adalah wanita janda.
Malahayati melatih para janda tersebut untuk menjadi pasukan Kasultanan Aceh yang tangguh. Bersama pasukannya, ia sering terlibat dalam pertempuran, baik melawan Belanda atau Portugis. Tidak hanya di Selat Malaka, tapi juga di daerah pantai timur Sumatra dan Malaya.
Inong Balee juga membangun benteng dengan tinggai 100 meter dari permukaan laut. Tembok benteng itu menghadap ke laut lebar tiga meter dengan lubang-lubang meriam yang moncongnya mengarah ke pintu teluk. Selain memiliki benteng, pasukan wanita janda itu juga memiliki pangkalan militer yang terletak di Teluk Lamreh Krueng Raya.
Dalam buku Perempuan Keumala (2007) karya Endang Moedopo, Malahayati disebut sangat gigih dalam berjuang karena menganggap bangsa penjajah yang datang telah merugikan kerajaan. Saat pertempuran pada 1599, pasukan Inong Balee yang dipimping Malahayati secara mengejutkan mampu mengalahkan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman.
Berhasil Menewaskan Seorang Penjajah Cornelis de Houtman
Salah satu aksi heroik yang dilakukan Laksamana Malahayati adalah saat ia berhadapan dengan Cornelis de Houtman di atas geladak kapal pada 11 September 1599 dan berhasil membunuhnya. Cornelis de Houtman merupakan penjajah Belanda pertama yang menjejakkan kaki di Nusantara. Menurut catatan sejarah, Cornelis de Houtman tewas setelah kena tikam rencong Laksamana Malahayati.
Perjuangan Laksamana Malahayati yang gigih melawan penjajah bersama Inong Balee harus terhenti pada tahun 1606. Saat pertempuran Inong Balee melawan Portugis di periaran Selat Malaka, Laksamana Malahayati gugur.
Jasad Laksamana Malahayati kemudian dimakamkan di Desa Lamreh, Kecamatan Majid Raya, Kabupaten Aceh Besar, sekitar 35 kilometer dari ibu kota Provinsi Nanggrou Aceh Darussalam atau pusat Kota Banda Aceh. Makam laksamana Malahayati berada di puncak bukit kecil sebelah utara Desa Lamreh.
Baca Juga : Sultan Agung Hanyokrokusumo : Penguasa Pertama yang berani melawan VOC
Baca Juga : Turgut Reis(Dragut), Raja Tanpa Tahta di Mediterania: Legenda Angkatan Laut Kekhalifahan Utsmaniyah