ZONA PERANG (zonaperang.com) – Abdul Haris Nasution adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah satu tokoh TNI AD yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia(PKI). Beliau putra kedua dari pasangan H Abdul Halim Nasution dan Zahara Lubis. Ia lahir pada 3 Desember 1918 di Kotanopan, Sumatera Utara.
Dalam peristiwa G30S PKI, Abdul Haris Nasution selamat. Namun harus kehilangan putrinya, Ade Irma Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean. Pada saat itu, ada tentara yang melepaskan tembakan, namun terpeleset. Nasution berhasil memanjat dinding dan terjatuh ke halaman Kedutaan Irak untuk bersembunyi. Akibat kejadian ini dirinya mengalami patah pergelangan kaki. Abdul Haris Nasution meninggal dunia di Jakarta, 6 September 2000 umur 81 tahun.
Pendidikan Abdul Haris Nasution
Abdul Haris Nasution berhasil menyelesaikan pendidikan di Hollandsche Inlande School (HIS) pada tahun 1932. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Raja Hoofden School, sekolah pamong praja di Bukit Tinggi.
Pada tahun 1935, Abdul Haris Nasution melanjutkan pendidikan di Hollandsche Inlandsche Kweekchool (HIK), yaitu sebuah sekolah guru menengah di Bandung. Kemudian dirinya mengikuti ujian Algemene Middelbaare School B (AMS) di Jakarta. Hal itulah menyebabkan Nasution memperoleh dua ijazah sekaligus pada 1938.
Perjalanan Karier Abdul Haris Nasution
Setelah berhasil menempuh pendidikan, dirinya kemudian menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Pada masa itu, Abdul Haris Nasution mulai dikenal dengan nama Pak Nas.
Namun, ternyata pekerjaan sebagai guru kurang cocok baginya. Nasution mulai tertarik dengan militer dan mengikuti Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung, pada 1940-1942.
Kiprah Abdul Haris Nasution di Militer
Dilansir dari buku 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Abdul Haris Nasution dikenal sebagai penggagas Dwifungsi ABRI. Selain itu, dirinya juga dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya yang bukunya menjadi pelajaran wajib(“Pokok-Pokok Gerilya” oleh A.H. Nasution) di sekolah kemiliteran negara Eropa, Turki dan West Point Amerika.
Setelah Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Nasution bergabung dengan militer Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Abdul Haris Nasution dianggap sebagai sosok yang bisa mengambil jarak terhadap kekuasaan. Meski mengaku mengagumi Soekarno, namun dirinya tidak menyangkal kalau sering terlibat konflik dengan presiden pertama RI ini.
Kemudian pada Mei 1946, dirinya diangkat menjadi Panglima Regional Divisi Siliwangi yang memelihara keamanan Jawa Barat. Nasution juga mengembangkan teori perang teritorial yang akan menjadi doktrin pertahanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada masa depan.
Nasution adalah sosok yang berani terang-terangan menentang komunis. Pada tahun 1948, dirinya memimpin pasukan Siliwangi menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Masalah PKI ini jualah yang mengakibatkan konflik antara Suharto dengan Nasution, Soeharto melindungi Sukarno karena filsafat jawanya setelah kejatuhan Bung Karno dari kekuasaan sedangkan Nasution menginginkan Sukarno dibawa ke meja hijau untuk membuktikan kemungkinan keterlibatan mantan orang no. 1 di Indonesia itu dalam peristiwa pengkhianatan G30S/PKI.
Baca Juga : Sukarno lebih percaya PKI yang memfitnah pimpinan TNI AD, Letjen Ahmad Yani geram
Baca Juga : Presiden Sukarno Cocok dengan Tokoh PKI Nyoto
Bersama dengan Soeharto dan Soedirman, Nasution lantas menerima pangkat kehormatan Jenderal Besar yang dianugerahkan pada tanggal 5 Oktober 1997 ketika ulang tahun ABRI.
https://www.youtube.com/watch?v=Y7bJLXO1PHo