“Keadilan” vs “Kekejaman”: Pertempuran Dua Pemimpin dengan Prinsip Berbeda
ZONA PERANG(zonaperang.com) Kisah Vlad Dracula melawan Sultan Muhammad Al Fatih berakhir dengan kemenangan Sultan Muhammad Al Fatih. Anehnya, Barat mendistorsi sejarah kepahlawanan Islam ini.
Pada tahun 2014, misalnya, Hollywood memproduksi film yg berjudul “Dracula Untold Story”. Dalam film itu digambarkan Sultan Muhammad Al-Fatih sebagai sosok pemimpin otoriter yang akhirnya dikalahkan Dracula. Muhd Nur Iman Ramli dalam bukunya berjudul Dracula vs Al-Fateh (2015) mencoba mendudukkan sejarah Dracula vs Al-Fatih dengan benar.
“Ia mendapatkan julukannya karena senang menghukum orang dengan disula atau ditusuk. Begitu melegendanya nama Vlad menginspirasi Bram Stoker, seorang penulis menggunakan namanya untuk judul buku karangannya pada tahun 1897.”
Dalam bahasa Rumania modern, dracul berarti “iblis”, yang berkontribusi pada reputasi Vlad.
Baca juga : Suleiman The Magnificent ; Legenda Raja Terbesar Eropa di Abad 16
Baca juga : Cambodia’s killing fields : Kisah nyata Kekejaman komunis Khmer Merah pimpinan Pol Pot
Kisah Kegelapan & Teror
Dracula adalah manusia bengis dan haus darah yang pada akhirnya mati terbunuh dalam pertempuran melawan pasukan Utsmani pimpinan Fatih Sultan Mehmed. Peristiwa itu terjadi pada bulan Desember 1476, di tepi Danau Snagov di Rumania. Kepala Dracula dipenggal, kemudian dibawa ke Konstantinopel untuk dipertunjukkan kepada rakyat Ottoman. Sedang badannya dikuburkan di Biara Snagov oleh para biarawan.
Drakula dalam banyak film digambarkan sebagai makhluk penghisap darah. Film yang dipertontonkan tersebut, hampir saja mengaburkan fakta sejarah yang sesungguhnya tentang sosok Dracula.
“Dia sendiri menandatangani dua suratnya sebagai “Dragulya” atau “Drakulya” pada akhir 1470-an.”
Nama aslinya Vlad Tepes (dibaca Tse-pesh). Dia lahir sekitar bulan Desember 1431 M di Benteng Sighisoara, Transylvania, Rumania. Ayahnya bernama Basarab (Vlad II) yang terkenal dengan sebutan Vlad Dracul, karena keanggotaannya dalam Orde Naga. Dalam bahasa Rumania, Dracul berarti naga. Sedangkan akhiran ulea artinya “anak dari”. Dari gabungan kedua kata itu, Vlad Tepes dipanggil dengan nama Vlad Draculea (dalam bahasa Inggris dibaca Dracula), yang berarti ‘anak dari sang naga’.
Garis Darah
Penaklukkan Konstantinopel adalah raihan prestasi besar umat Islam di masa tersebut. Sudah berabad-abad sejak pertama kali perang merebut kota penting ini di zaman Khalifah Muawiyah di tahun 44 Hijriah. Baru pada masa Muhammad Al Fatih, kota ini berhasil dikuasai sepenuhnya di tahun sekitar 824 Hijriah.
Penaklukkan ini pun berimbas luas, hingga menyentuh daratan Eropa, termasuk Wallachia yang ada di Rumania. Menurut sejarah, Wallachia tidak pernah diserang, namun antara kedua pemimpin, Vlad II dan Sultan Al Fatih sepakat untuk membuat sebuah perjanjian. Intinya tempat ini masuk dalam kekuasaan Islam, dan Wallachia harus memberikan jizyah atau semacam pajak.
Selain soal jizyah, Sultan Al Fatih membuat sebuah kesepakatan cerdas agar daerah ini tidak bisa mudah lepas atau memberontak. Ya, sultan meminta dua anak Vlad II untuk dikirim ke Konstantinopel untuk belajar Islam. Kedua anak Vlad II ini bernama Vlad III atau Dracula dan Radu Cel Frumos.
Baca juga : Muhammad Al Fatih/Mehmed II : Mengapa Beliau disebut sebaik-baiknya pemimpin?
Baca juga : Joseph Stalin : Perampok, Pembunuh berdarah dingin dan Pemimpin Brutal Uni Soviet
Legenda Hitam
Kedua pemuda ini pun dikirim ke Konstantinopel dan jadi orang hebat. Mereka dididik dalam sains, filsafat, Islam dan bahasa Turki hingga sastra. Radu III of Wallachia bahkan menjadi seorang Muslim yang kemudian diangkat sebagai panglima perang. Vlad III masih tetap pada agama aslinya, suka bertingkah dan sulit diatur. Bahkan ia makin membenci Islam dan Kesultanan Turki seperti yang didoktrinkan ayahnya sejak kecil.
“Mereka (Vlad dan Radu) diperlakukan dengan cukup baik menurut standar saat ini,” kata Elizabeth Miller kepada Live Science. Miller adalah seorang sejarawan penelitian dan profesor emeritus di Memorial University of Newfoundland di Kanada.
Sementara adik Vlad bersahabat dengan anak Sultan Murad II, Mehmed II (kemudian dikenal dengan nama Muhammad Al Fatih), Vlad justru nanti akan menjadi pembenci. Mereka juga yang kemudian berperan dalam penaklukan konstatinopel nantinya.
“Vlad cemburu dengan adiknya Radu yang dianakemaskan kesultanan yang kemudian memeluk agama Islam. Radu juga diizinkan masuk ke pergaulan Kesultanan Utsmaniyah karena sikapnya yang baik dan ksatria.”
Dracula memiliki impian, suatu ketika ia akan jadi pemimpin tertinggi di Wallachia dan ganti menyerang Islam. Siapa yang menyangka jika cita-cita ini menunjukkan titik terang. Diceritakan jika Vlad II dikudeta dan mati (digulingkan oleh faksi saingannya yang bersekutu dengan Hongaria). Untuk mengisi kekosongan pemimpin, maka dikirimlah Vladd III atau Dracula untuk menggantikan posisi ayahnya.
“Kesultanan Utsmaniyah memberi jaminan kepada Vlad untuk mendapatkan takhtanya kembali, namun menjadi suzerenitas Ottoman di wilayah tersebut.”
Baca juga : 29 Agustus 1541, Ibu kota Kerajaan Hongaria Jatuh: Penaklukan Buda oleh Kesultanan Utsmaniyah
Baca juga : 2 Juli 1555 – Laksamana Utsmani Turgut Reis menyerang kota Paola di Italia
Pembantai Umat Islam
Pada Juli 1456, ketika pasukan Utsmaniyah dan Hungaria terkunci dalam pertempuran, Vlad memimpin pasukan kecil bangsawan yang diasingkan. Tentara bayaran Hungaria dan Rumania melawan musuh lamanya Vladislav II di Târgoviște, menurut McNally dan Florescu dalam “Dracula, Prince of Many Face ” (Little, Brown and Company, 1990). “Dia puas membunuh musuh bebuyutannya dan pembunuh ayahnya dalam pertarungan jarak dekat,” tulis mereka.
Dari sinilah lalu Dracula berkhianat. Sisa-sisa prajurit Turki yang ikut berperang bersamanya, setelah disekap berhari-hari di ruang bawah tanah, dalam keadaan telanjang bulat, diarak oleh Dracula menuju pinggir kota untuk dieksekusi. Kemuadian dia menyatakan berhenti membayar upeti tahunan kepada sultan Ottoman
“Saat memerintah, Vlad tidak hanya terkenal karena kekejamannya, tapi juga dikenal anti dengan Kekaisaran Ottoman atau Kesultanan Utsmaniyah.”
Hyphatia Cneajna dalam bukunya yang berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib”, menceritakan beberapa penyiksaan keji yang dilakukan Dracula terhadap kaum muslimin. Tiga ratus ribu umat Islam menjadi korban yang dibantainya dengan sangat kejam dan tidak manusiawi. Ada yang dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula; yaitu seseorang ditusuk duburnya dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya ditajamkan.
Kayu sula tersebut menembus hingga ke perut, kerongkongan, dan menembus kepala melalui mulut! Lebih sadisnya lagi, tidak hanya orang dewasa yang menjadi objek kekejaman penyulaan! Hyphatia memberikan pemaparan tentang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut: “Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis karena mereka kesakitan yang amat apabila ujung kayu menembus perut kecilnya. Tubuh-tubuh korban itu, meregang di kayu sula untuk menjemput ajalnya.
Baca juga : Dibalik Kecerian April Mop: Jejak Kekejaman Terhadap Umat Islam Andalusia
Baca juga : 27 Agustus 1628, Penyerbuan Ke Batavia: Serangan Agung Sultan Agung
Pertarungan yang Mengubah Sejarah
Radu, adik Dracula sang pangeran Wallachia yang memang lebih ‘alim dan baik dari kakaknya, diangkat oleh Al-Fatih atau “Sang Penakluk” sebagai panglima perang bersama enam puluh ribu pasukan untuk meng-qishash Dracula (menebus kesalahan/menghukum karena kesalahan pembunuhan).
Sayangnya, Dracula “Vlad bermuka dua” telah mengendus rencana ini. Maka untuk ‘menyambut’ kedatangan pasukan Turki Utsmani, ia perintahkan pasukannya untuk ‘memburu’ orang Turki yang tersisa. Kemudian, di kanan kiri jalan yang membentang sepanjang 10 km, Drakula “The Impaler” atau “Sang Penyula” memajang mayat-mayat kaum muslimin yang ditawannya dalam keadaan telah disula.
Mental kaum muslimin sempat goyah dengan pemandangan mengerikan ini. Tetapi, setelah menyaksikan kegigihan Sultan yang menunjukkan jiwa seorang mujahid dan pejuang, semangat pasukan Islam kembali bangkit dan terbarukan.
Para tentara yang dipimpin Radu the Handsome, berhasil mengepung Benteng Poenari. Karena merasa terdesak, isteri Dracula memilih bunuh diri dengan terjun dari salah satu menara benteng. Adapun Dracula, ia melarikan diri ke Hongaria melalui lorong rahasia.
Nasib Dracula selanjutnya adalah mati terbunuh dalam pertempuran melawan pasukan Turki pimpinan Sultan Muhammad Al Fatih itu. Peristiwa itu terjadi pada bulan Desember 1476, di tepi Danau Snagov.
Baca juga : Kisah Luar Biasa di Balik Benteng San Paolo: Warisan Penjajahan Portugis dan Kemenangan Tanpa Darah
https://www.youtube.com/watch?v=XebzLcG1BoM