- Zona Demiliterisasi (DMZ) adalah zona penyangga bebas senjata antara Korea Utara dan Selatan.
- Setelah terbentuknya Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK, juga dikenal sebagai Korea Utara) dan Republik Korea (ROK, atau Korea Selatan) pada tahun 1948, DMZ secara de facto menjadi perbatasan internasional dan salah satu front paling tegang dengan persenjataan paling berat di dunia sejak Perang Dingin dimulai
- Gencatan senjata yang mengakhiri permusuhan ditandatangani di sini pada tahun 1953, namun karena perjanjian damai resmi tidak pernah disepakati, kedua belah pihak secara teori masih berperang selama lebih dari tujuh puluh tahun
ZONA PERANG(zonaperang.com) Zona Demiliterisasi atau DMZ – Demilitarized zone, wilayah di semenanjung Korea yang membatasi Korea Utara dan Korea Selatan. Garis lintang ini kira-kira mengikuti garis lintang 38° LU (paralel ke-38), garis demarkasi asli antara Korea Utara yang komunis dan Korea Selatan buatan Amerika pada akhir Perang Dunia II.
Zona demiliterisasi (DMZ) mencakup wilayah di kedua sisi garis gencatan senjata seperti yang ada pada akhir Perang Korea (1950–53) dan diciptakan dengan menarik kembali kekuatan masing-masing sejauh 1,2 mil (2 km) di setiap sisinya dari garis.
Membentang sekitar 150 mil (240 km) melintasi semenanjung, dari muara Sungai Han di pantai barat hingga sedikit ke selatan kota Kosŏng di Korea Utara di pantai timur. Terletak di dalam DMZ adalah “desa gencatan senjata” P’anmunjŏm, sekitar 5 mil (8 km) timur Kaesŏng, Korea Utara. Ini adalah tempat diskusi perdamaian selama Perang Korea dan sejak itu menjadi lokasi berbagai konferensi mengenai isu-isu yang melibatkan Korea Utara dan Selatan, para sekutu mereka, dan PBB.
Wilayah utara dan selatan DMZ dijaga ketat, dan kedua belah pihak mempertahankan kontingen pasukan dalam jumlah besar di sana. Selama bertahun-tahun kadang-kadang terjadi insiden dan bentrokan, beberapa di antaranya dinilai cukup serius.
Baca juga : Mengapa Pembalasan ke Iran bukan hal yang mudah bagi zionis Israel? – Analisa
Insiden
Presiden AS. Lyndon B. Johnson yang menggantikan JFK karena trrbunuh mengunjungi Seoul pada bulan November 1966 ketika penyusup Korea Utara menyergap patroli tentara Amerika kurang dari setengah mil (800 meter) sebelah selatan DMZ. Insiden ini memicu konflik berintensitas rendah yang merenggut nyawa ratusan warga Korea dan puluhan warga Amerika selama tiga tahun berikutnya.
Tembakan senjata kecil dan artileri menjadi hal biasa di sepanjang garis paralel ke-38, dan pada tahun 1967 komandan AS Mayjen Charles H. Bonesteel III meminta Pentagon untuk mengklasifikasi ulang wilayah antara Sungai Imjin dan DMZ sebagai zona tembakan musuh untuk tujuan pertempuran(agar bisa melakukan pembalasan).
Konflik mencapai puncaknya pada bulan Januari 1968, ketika tim pasukan komando Korea Utara yang beranggotakan 31 orang melintasi DMZ dan berusaha membunuh Presiden Korea Selatan saat itu:. Park Chung Hee. Beberapa hari kemudian, kapal patroli Korea Utara menangkap USS Pueblo, sebuah kapal intelijen Angkatan Laut AS, dan 83 awaknya (satu anggota awak meninggal karena luka yang diderita dalam serangan awal terhadap kapal tersebut, dan awak yang masih hidup baru dibebaskan pada bulan Desember 1968).
Amerika Serikat dan Korea Selatan menanggapinya dengan meningkatkan patroli kontragerilya secara signifikan di sepanjang DMZ; dibantu oleh hibah bantuan keamanan sebesar $100 juta ($897,505,747 nilai tahun 2024) dari gedung putih, Korea Selatan menyelesaikan pagar anti-infiltrasi yang membentang di sepanjang DMZ.
Operasi pemangkasan pohon rutin
Ketegangan meningkat lagi pada bulan Agustus 1976, ketika operasi pemangkasan pohon rutin membuat semenanjung tersebut hampir mengalami perang terbuka lagi. Selama beberapa bulan dalam setahun, sebatang pohon poplar menghalangi pandangan antara pos pengamatan PBB di Kawasan Keamanan Bersama P’anmunjŏm dan pos penjagaan PBB yang dikenal sebagai Pos Pemeriksaan 3 (CP 3) di Jembatan yang Tidak Bisa Kembali.
CP 3 terletak sangat dekat dengan garis demarkasi militer yang memisahkan Utara dan Selatan, dan tidak jarang tentara Korea Utara berusaha menculik pasukan PBB dan Korea Selatan yang ditempatkan di sana. Oleh karena itu, pemangkasan rutin pohon poplar di dekat CP 3 merupakan masalah keamanan yang penting bagi pasukan PBB.
Pada tanggal 18 Agustus 1976, dua perwira Angkatan Darat AS, seorang perwira Korea Selatan, satu regu tamtama, dan satu kru pembantu Korea Selatan dikirim untuk memangkas pohon tersebut. Pihak berwenang Korea Utara di wilayah yang dikelola bersama telah mengetahui operasi tersebut sebelumnya dan tidak menyatakan keberatan.
Ketika kru penebang pohon dan pengawal militernya tiba, pasukan Korea Utara pada awalnya tidak melakukan apa pun selain hanya menonton. Tiba-tiba, seorang perwira Korea Utara memerintahkan operasi tersebut dihentikan dan meminta bala bantuan. Mengabaikan perintah tersebut, kru “bersih-bersih” terus bekerja. Lalu, tanpa peringatan, perwira Korea Utara itu memerintahkan anak buahnya untuk menyerang.
Merebut kapak dari kru pekerja, tentara Korea Utara membunuh dua perwira Amerika dan melukai banyak tentara PBB. Beberapa hari kemudian, dalam unjuk kekuatan, AS dan Korea Selatan melancarkan Operasi Paul Bunyan untuk menyelesaikan pemangkasan pohon tersebut. Misi kali ini dilakukan lebih dari 300 tentara, diiringi penerbangan pesawat pengebom antara benua B-52, pesawat tempur, dan puluhan helikopter serang bersenjata.
Para analis Barat sudah lama berasumsi bahwa provokasi seperti ini dilakukan dengan persetujuan atau setidaknya pengakuan diam-diam dari Uni Soviet sebagai induk. Namun, dokumen yang dirilis setelah runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 menunjukkan bahwa, setelah program de-Stalinisasi Perdana Menteri Soviet Nikita Khrushchev, pemimpin Korea Utara Kim Il-Sung sebagian besar bertindak tanpa dukungan Soviet.
Hal ini dapat menjelaskan mengapa, setelah pembunuhan dengan kapak P’anmunjŏm, Kim mengambil langkah yang tidak biasa dengan mengeluarkan pernyataan resmi penyesalan atas kematian warga Amerika. Sebagai akibat dari reaksi internasional dari negara-negara komunis dan non-blok yang biasanya bersimpati kepada Korea Utara, insiden kekerasan di sepanjang DMZ menurun tajam pada dekade-dekade berikutnya.
Baca juga : 1 September 1983, Pesawat Penumpang Boeing 747 Korea Selatan Ditembak Jatuh oleh Soviet
Pengeras suara propaganda
Pengeras suara besar yang dipasang di beberapa gedung menyampaikan siaran propaganda DPRK yang ditujukan ke Selatan. Awalnya, konten tersebut memuji kebaikan Korea Utara dengan sangat rinci dan mendesak tentara dan petani yang tidak puas untuk berjalan melintasi perbatasan agar diterima sebagai saudara.
Karena manfaatnya dalam mendorong pembelotan semakin berkurang seiring berjalannya waktu, khususnya ketika Korea Selatan berhasil menyusul Korea Utara secara ekonomi pada tahun 1960-an dan 1970-an, konten tersebut dialihkan ke pidato-pidato anti-Barat yang mengutuk, opera agitprop, dan musik marching patriotik hingga 20 jam sehari. Selama periode 2004 hingga 2016, baik Utara maupun Selatan sepakat untuk saling mengakhiri siaran pengeras suara mereka. Siaran dilanjutkan setelah meningkatnya ketegangan akibat uji coba nuklir pada bulan Januari 2016. Pada tanggal 23 April 2018, Korea Utara dan Selatan secara resmi membatalkan siaran propaganda perbatasan mereka.
Terowongan serbuan
Sejak 15 November 1974, Korea Selatan telah menemukan empat terowongan melintasi DMZ yang telah digali oleh Korea Utara. Korea Utara mengklaim bahwa terowongan tersebut digunakan untuk penambangan batu bara; tidak ada batu bara yang ditemukan di terowongan, yang digali melalui batu granit yang keras.
Terowongan tersebut diyakini direncanakan sebagai jalur invasi masa depan militer Korea Utara. Mereka berjalan ke arah utara-selatan dan tidak memiliki cabang. Setelah setiap penemuan, teknik di dalam terowongan menjadi semakin maju. Misalnya, terowongan ketiga dibuat miring sedikit ke atas seiring perkembangannya ke arah selatan, untuk mencegah genangan air.
Terowongan berukuran sekitar 0,9 kali 1,2 m (terowongan pertama), membentang lebih dari 1,6 km(terowongan ketiga) melewati perbatasan hingga ke Korea Selatan. Letaknya antara 50 dan 160 m di bawah permukaan tanah(terowongan kedua). Terowongan itu diperkuat dengan pelat beton dan memiliki tenaga listrik serta penerangan. Ada tempat penyimpanan senjata dan tempat tidur. Rel kereta api berukuran sempit dengan gerbong juga telah dipasang. Perkiraan berdasarkan ukuran terowongan menunjukkan bahwa terowongan tersebut memungkinkan sejumlah besar tentara melewatinya.
Ranjau dan kawasan paling murni Asia
Dulunya merupakan lahan pertanian dan kemudian menjadi bukti medan pertempuran bagi kedua belah pihak, DMZ hampir tidak tersentuh sejak berakhirnya permusuhan dan sebagian besar telah kembali ke alam, menjadikannya salah satu kawasan paling murni dan belum berkembang di Asia.
Zona ini memiliki banyak ekosistem termasuk hutan, muara, dan lahan basah yang sering dikunjungi burung-burung yang bermigrasi. Kawasan ini berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi ratusan spesies burung, di antaranya adalah burung bangau bermahkota putih dan bermahkota merah yang terancam punah, dan merupakan rumah bagi puluhan spesies ikan serta beruang hitam Asia, lynx, dan mamalia lainnya. Kecuali jika permusuhan kembali terjadi, mungkin ancaman terbesar terhadap satwa liar di DMZ adalah adanya lebih dari satu juta ranjau darat dan persenjataan lain yang belum meledak.
Pada pertengahan tahun 2007, layanan kereta barang secara terbatas dibuka kembali melintasi zona tersebut, namun dihentikan setahun kemudian setelah seorang turis Korea Selatan ditembak dan dibunuh oleh penjaga perbatasan Korea Utara.
Baca juga : The Admiral: Roaring Currents, Film yang Membangkitkan Kebanggaan Bangsa Korea
Baca juga : 20 Oktober 1950, Battle of Pyongyang : Ibukota Korea Utara jatuh ke tangan tentara PBB