- Wahabi, Arab Saudi, dan Jatuhnya Ottoman: Dampak Penjajahan Inggris dan Zionis Yahudi
- Hubungan antara Wahabi, Kerajaan Arab Saudi, Kekaisaran Ottoman Turki, penjajahan Inggris, dan gerakan Zionis Yahudi adalah salah satu aspek paling kompleks dan menarik dalam sejarah Timur Tengah. Setiap entitas ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan politik, sosial, dan budaya di wilayah tersebut.
- Meskipun Arab Saudi dan beberapa negara Arab lainnya secara resmi tidak mengakui Israel, mereka memainkan peran penting sebagai penyangga dan pengaman bagi Israel dalam konteks geopolitik Timur Tengah. Arab Saudi, misalnya, telah menunjukkan sikap yang lebih konstruktif terhadap Israel dalam beberapa tahun terakhir, terutama dalam menghadapi ancaman bersama dari Iran
ZONA PERANG(zonaperang.com) Hubungan antara gerakan Wahabi, Kerajaan Arab Saudi, Kesultanan Ottoman, penjajahan Inggris, dan Zionis Yahudi adalah sebuah jaringan kompleks yang terjalin melalui peristiwa sejarah yang signifikan dan keputusan politik yang strategis. Untuk memahami hubungan ini, kita perlu menelusuri asal-usul gerakan Wahabi, kebangkitan Kerajaan Arab Saudi, kejatuhan Ottoman Turki, peran Inggris dalam pembentukan peta politik Timur Tengah, serta keterkaitan Zionis Yahudi dalam skenario ini.
“Pada awal abad ke-20, Kekhalifahan Ottoman mulai melemah, dan Inggris melihat peluang untuk memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. Inggris mendukung pemberontakan Arab melawan Ottoman selama Perang Dunia I, yang dipimpin oleh Sharif Hussein dari Makkah. Namun, setelah perang, Inggris lebih memilih untuk mendukung Abdulaziz Ibn Saud, pemimpin Dinasti Saudi, yang akhirnya berhasil mendirikan Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1932.”
Wahabi dan Kebangkitan Kerajaan Arab Saudi
Gerakan Wahabi didirikan pada abad ke-18 oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang ulama dari Najd yang berusaha untuk memurnikan ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggapnya bid’ah(sering diartikan dengan perbuatan yang tidak pernah diperintahkan maupun dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, tetapi dilakukan oleh sekelompok masyarakat dalam periode sesudah beliau wafat). Gerakan ini segera memperoleh dukungan dari keluarga Al Saud, yang pada saat itu hanya merupakan pemimpin suku kecil di Arab. Kolaborasi ini menghasilkan aliansi politik-religius yang kuat, yang menjadi dasar bagi pembentukan negara Arab Saudi modern.
Melalui serangkaian perang dan penaklukan, dinasti Al Saud dengan ideologi Wahabi berhasil memperluas kekuasaan mereka di Jazirah Arab. Persekutuan antara gerakan Wahabi dan keluarga Al Saud adalah kunci bagi terbentuknya Kerajaan Arab Saudi pada awal abad ke-20, di mana Wahabisme menjadi landasan ideologis negara tersebut.
Baca juga : Israel adalah Monster yang diciptakan Barat
Baca juga : Senjata Super Tahun 1918 – Sembilan Mesin Perang Pengubah Permainan yang diciptakan Selama Perang Dunia 1
Ottoman Turki dan Keruntuhan Kekhalifahan
Sementara itu, Kesultanan Ottoman yang berpusat di Istanbul adalah kekuatan dominan di Timur Tengah selama berabad-abad. Ottoman memerintah sebagian besar wilayah Arab, termasuk Makkah dan Madinah, yang memiliki kepentingan spiritual yang besar bagi umat Islam di seluruh dunia. Namun, menjelang abad ke-20, Kesultanan Ottoman mulai melemah karena faktor internal dan eksternal.
Keruntuhan Ottoman semakin dipercepat oleh Perang Dunia I, di mana mereka berada di pihak yang kalah bersama Kekaisaran Jerman dan Austria-Hungaria. Keruntuhan ini menciptakan kekosongan kekuasaan di Timur Tengah, yang kemudian diisi oleh kekuatan kolonial seperti Inggris dan Prancis.
Peran Inggris dan Pembentukan Arab Saudi
Inggris memainkan peran kunci dalam penataan ulang peta politik Timur Tengah setelah Perang Dunia I. Melalui perjanjian dan kesepakatan seperti Sykes-Picot Agreement dan Balfour Declaration, Inggris dan Prancis membagi wilayah Ottoman yang kalah perang. Inggris memberikan dukungan politik dan militer kepada keluarga Al Saud, yang berambisi untuk menguasai seluruh wilayah Arab.
Melalui dukungan ini, Ibn Saud berhasil menaklukkan sebagian besar Jazirah Arab, termasuk Makkah dan Madinah, dan mendirikan Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1932. Inggris melihat Arab Saudi sebagai sekutu strategis dalam mengamankan jalur minyak, negara penyangga dan menjaga stabilitas di wilayah tersebut.
Zionis Yahudi dan Pengaruh di Timur Tengah
Di sisi lain, Zionisme, sebuah gerakan politik Yahudi yang bertujuan untuk mendirikan negara ilegal Yahudi di tanah Palestina, juga mendapatkan dukungan dari Inggris melalui Deklarasi Balfour pada tahun 1917. Deklarasi ini menjanjikan dukungan Inggris bagi pembentukan “tanah air nasional bagi orang Yahudi” di wilayah Palestina, yang saat itu masih merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman.
Setelah Perang Dunia I, Inggris mendapatkan mandat untuk menguasai Palestina, dan ini memfasilitasi imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke wilayah tersebut. Konflik antara penduduk Arab Palestina dan imigran Yahudi meningkat, yang akhirnya memuncak pada pembentukan negara penjajah Israel pada tahun 1948.,
Baca juga : 17 Ramadhan, Perang Badar : Perang Terbesar Pertama Umat Islam
Negara-negara Arab sebagai Penyangga dan Pengaman Israel
Setelah pembentukan negara penjajah zionis, konflik dengan negara-negara Arab di sekitarnya segera meletus, dengan Perang Arab-Israel pada tahun 1948, Perang Enam Hari pada tahun 1967, dan Perang Yom Kippur pada tahun 1973 menjadi momen-momen penting dalam sejarah Timur Tengah. Namun, seiring berjalannya waktu, sikap beberapa negara Arab, khususnya Arab Saudi, terhadap penjajah Israel mulai berubah.
Meskipun secara resmi tidak mengakui penjajah Israel, Arab Saudi dan beberapa negara Arab lainnya mulai menunjukkan pragmatisme politik dalam hubungan mereka dengan negara Yahudi tersebut. Ini terlihat dalam Inisiatif Perdamaian Arab 2002 yang dipimpin oleh Arab Saudi, di mana negara-negara Arab menawarkan normalisasi hubungan dengan Israel dengan syarat Israel mundur dari wilayah yang diduduki sejak 1967 dan penyelesaian masalah pengungsi Palestina.
Lebih lanjut, normalisasi hubungan antara penjajah Israel dan beberapa negara Arab, termasuk Uni Emirat Arab dan Bahrain melalui Abraham Accords pada tahun 2020, menunjukkan tren yang semakin kuat di mana beberapa negara Arab berfungsi sebagai penyangga dan pengaman secara de facto bagi Israel. Arab Saudi, meskipun belum secara resmi menormalisasi hubungan dengan kolonial Israel, memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas kawasan yang secara tidak langsung melindungi kepentingan penjajah Israel.
Interkoneksi Politik dan Ideologis
Hubungan antara Wahabi, Kerajaan Arab Saudi, Ottoman Turki, Inggris, dan Zionis Yahudi bukanlah hubungan yang sederhana. Setiap entitas ini memiliki tujuan dan agenda masing-masing yang kadang-kadang tumpang tindih dan di lain waktu berlawanan. Pengaruh Inggris dalam mendukung Zionisme dan membantu pembentukan negara ilegal Israel adalah salah satu faktor yang mempengaruhi dinamika politik di Timur Tengah hingga saat ini.
Arab Saudi, meskipun berbasis pada ideologi Wahabi yang keras, telah menjalankan kebijakan luar negeri pragmatis, termasuk menjalin hubungan diam-diam dengan negara-negara Barat dan berperan dalam dinamika politik Timur Tengah. Pada saat yang sama, ketegangan dengan Turki, yang kini dipimpin oleh pemerintah yang lebih Islamis, juga mencerminkan pergeseran keseimbangan kekuasaan di kawasan tersebut.
Membentuk peta politik Timur Tengah
Hubungan antara Wahabi, Kerajaan Arab Saudi, Ottoman Turki, penjajahan Inggris, dan Zionis Yahudi merupakan jalinan sejarah yang kompleks dan penuh dengan intrik politik. Masing-masing entitas ini telah memainkan peran penting dalam membentuk peta politik Timur Tengah modern, dengan dampak yang masih terasa hingga hari ini. Memahami hubungan ini membantu kita melihat bagaimana kekuatan-kekuatan besar dalam sejarah telah membentuk dunia tempat kita hidup sekarang.
Apa saja fatwa para imam Saudi terkait Gaza? Berikut ini adalah untaian beberapa fatwa mereka.
Baca juga : Ekspedisi Tabuk : Pengerahan pasukan Muslim dalam lingkungan paling menantang
Baca juga : Ada 457 miliar alasan mengapa Israel/Amerika/Inggris ingin Gaza dihancurkan