Keruntuhan Islam Andalusia dan Tangis Sultan Granada
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Kekuasaan Islam di Andalusia (Spanyol) yang mulanya kuat dan gemilang akhirnya terjerumus ke dalam perpecahan. Dinasti Umayyah yang mulanya kuat pun tercerai berai menjadi beberapa bagian, atau disebut juga dengan Muluk Ath-Thawaif (Raja-raja kecil). Pusat Kesultanan Islam di Andalusia tersebar di Toledo, Valencia, Merida, Cordoba, Almeria, Sevilla dan Granada.
Secara politis kondisi itu disebabkan pertikaian dalam ras maupun hal lain antar sesama Muslim.
Baca Juga : Jarang Diketahui, 7 Pertempuran yang Menentukan Sejarah Dunia
Kemudian satu persatu-satu kerajaan itu runtuh dan hanya menyisakan Kesultanan Granada. Kerajaan itu juga sebenarnya berada di ujung tanduk akibat konflik internal keluarga Bani Ahmar.
Foya-foya, perpecahan, abai, pajak yang tinggi dan korupsi
Pada masa kepemimpinan Amir Ali Abi Al-Hasan, Kerajaan Granada mengalami kemunduran. Ia gemar hidup berfoya-foya, abai terhadap pertahanan dan ancaman kerajaan Nasrani.
Dia juga bersikap lalim terhadap rakyatnya dengan mewajibkan berbagai pungutan di berbagai pasar, merampas harta negara, korupsi serta kikir.
Baca Juga : Benarkah Thariq bin Ziyad membakar kapalnya ketika membebaskan Andalusia agar pasukannya tidak kabur?
Hal lain yang turut membuat Kesultanan Granada berantakan adalah perebutan kekuasaan antara Muhammad XII Boabdil (1460–1533)dengan pamannya, Muhammad XIII Al-Zagal(444 – c. 1494).
Situasi itu kemudian dimanfaatkan oleh Raja Ferdinand(Ferdinand II of Aragon/Ferdinand the Catholic, 10 March 1452 – 23 January 1516) dan Ratu Isabella (Isabella I, 22 April 1451 – 26 November 1504)dari Kerajaan Castilla dan Kerajaan Aragon. Mereka kemudian beberapa kali memimpin pasukan menyerbu benteng Granada.
Bersatu melawan musuh bersama
Padahal, dua kerajaan itu juga sering terlibat konflik dan saling bermusuhan. Namun, mereka akhirnya bersatu di bawah alasan yang sama, yakni menumpas pengaruh Islam di Semenanjung Iberia.
Para sultan yang kewalahan dalam menghadapi gempuran pasukan Kristen, kemudian meminta bantuan ke beberapa kesultanan Islam di Afrika Utara.
Akan tetapi, pasukan Kristen lebih gigih berjuang sehingga pada 1238 Masehi mereka berhasil merebut Cordoba, diikuti Sevilla pada 1248 Masehi.
Baca Juga : Kisah Perang Karena Sepak Bola : Honduras Vs El Savador
Tinggal Granada yang masih bertahan saat itu. Setelah berkali-kali berperang, akhirnya pada 2 Januari 1492 Kesultanan Granada menyerah.
Pasukan Kristen merangsek memasuki kota itu. Mereka menerobos istana Al-Hamra, mencabut bendera kesultanan dan diganti dengan panji-panji kedua kerajaan.
Pergi atau Murtad
Sultan Abu Abdullah Muhammad kemudian meneken perjanjian menyerah kepada Raja Ferdinand di sebuah gereja, seperti dikutip dari buku Runtuhnya Islam Spanyol karya David Nicolle.
Dia lantas pergi dari istana Al-Hamra menuju sebuah anak bukit yang cukup tinggi. Menurut riwayat, dari tempat itu dia menatap Istana Al-Hamra sembari menangis.
Jalan itu kemudian dikenal dengan nama Puerto del suspiro del more (Jalan helaan nafas terakhir sang Moor). Seluruh penduduk di sana(muslim, yahudi, dll) kemudian hanya diberi dua pilihan, memeluk Kristen atau pergi dari wilayah itu.
Baca Juga : 16 November 1532 : Penjajah Spanyol Francisco Pizarro menjebak kaisar Inca Atahualpa