ZONA PERANG (zonaperang.com) Perang saudara Suriah adalah perang saudara multi-sisi yang sedang berlangsung di Suriah yang terjadi antara Republik Arab Suriah yang dipimpin oleh presiden Suriah Bashar al-Assad dari suku minoritas Alawite yang Syiah(didukung oleh sekutu domestik dan asing) dan berbagai kekuatan domestik dan asing yang menentang pemerintah Suriah dan satu sama lain, dalam berbagai kombinasi.
Berawal dari Musim semi Arab 2011
Kerusuhan di Suriah dimulai pada tanggal 15 Maret 2011 sebagai bagian dari protes Musim Semi Arab 2011 yang lebih luas karena ketidakpuasan terhadap pemerintah Suriah, yang akhirnya meningkat menjadi konflik bersenjata setelah protes yang menyerukan agar Assad disingkirkan dengan kekerasan.
Perang saat ini sedang diperjuangkan oleh beberapa faksi, termasuk Angkatan Bersenjata Suriah berserta sekutu domestik dan internasionalnya dengan aliansi kelompok pemberontak oposisi Sunni (seperti Tentara Pembebasan Suriah), kelompok jihad Salafi (termasuk Front al-Nusra dan Tahrir al-Sham), Pasukan Demokratik Suriah (SDF) campuran Kurdi-Arab, dan Negara Islam Irak dan Syam (ISIL). Puncak perang itu sekitar tahun 2015; kekerasan di negara itu telah berkurang, tetapi situasinya tetap krisis.
Negara Asing terlibat
Sejumlah negara asing, seperti Iran, Rusia, Turki, dan Amerika Serikat, telah terlibat langsung dalam konflik atau memberikan dukungan kepada salah satu atau faksi lain.
Iran, Rusia, dan Hizbullah mendukung Republik Arab Suriah dan Angkatan Bersenjata Suriah secara militer, dengan Rusia melakukan serangan udara dan operasi militer lainnya sejak September 2015.
Koalisi internasional yang dipimpin AS, didirikan pada tahun 2014 dengan tujuan yang dinyatakan untuk melawan ISIL, telah melakukan serangan udara terutama terhadap ISIL serta beberapa terhadap target pemerintah dan pro-pemerintah. Mereka juga telah mengerahkan pasukan khusus dan unit artileri untuk melawan ISIL di darat.
Sejak 2015, AS telah mendukung Administrasi Otonomi Suriah Utara dan Timur dan sayap bersenjatanya, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) secara materi, finansial, dan logistik.
Pasukan Turki telah memerangi SDF, ISIL, dan pemerintah Suriah sejak 2016, tetapi juga secara aktif mendukung oposisi Suriah dan saat ini menduduki petak besar Suriah barat laut sambil terlibat dalam pertempuran darat yang signifikan.
Baca juga : Abdullah bin Saba’, Yahudi, Syiah dan Kekacauan dunia
Baca juga : Operation Kaman 99 : Operasi Udara Pembalasan Terbesar Iran terhadap Invasi Irak
Meluas ke negara tetangga
Antara 2011 dan 2017, pertempuran dari perang saudara Suriah meluas ke Libanon ketika lawan dan pendukung pemerintah Suriah melakukan perjalanan ke Libanon untuk berperang dan menyerang satu sama lain di tanah Lebanon, dengan ISIL dan al-Nusra juga melibatkan Tentara Libanon. Lebih jauh lagi, meski secara resmi netral, Israel telah melakukan baku tembak di perbatasan dan melakukan serangan berulang kali terhadap pasukan Hizbullah dan Iran, yang kehadirannya di barat daya Suriah dianggap sebagai ancaman.
Organisasi internasional menuduh hampir semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah Suriah Ba’athist, ISIL, kelompok pemberontak oposisi, Rusia, Turki, dan koalisi pimpinan AS atas pelanggaran berat hak asasi manusia dan pembantaian.
Krisis pengungsi
Konflik tersebut telah menyebabkan krisis pengungsi besar, dengan jutaan orang mengungsi terutama ke negara-negara tetangga Turki, Lebanon dan Yordania.Selama perang, sejumlah inisiatif perdamaian telah diluncurkan, termasuk pembicaraan damai Jenewa Maret 2017 tentang Suriah yang dipimpin oleh PBB, tetapi pertempuran terus berlanjut.
Penyebab Ekonomi Perang Suriah
Pada tahun 2011-2012, setelah Basyar al-Assad menolak proposal Turki untuk membangun pipa minyak serta gas alam antara Qatar dan Turki melalui Suriah, Turki dan sekutunya pun diduga menjadi ‘arsitek utama dari konflik Suriah’. Proposal pipa gas tersebut apabila diwujudkan maka akan memangkas pasokan gas dari Rusia ke Eropa yang selama ini didominasi oleh perusahaan gas Rusia Gazprom.
Dengan kondisi tersebut, Timur Tengah pun makin tercabik-cabik karena rencana pipa minyak dan gas yang kemudian dibenturkan dengan memperuncing perbedaan keyakinan atau agama. Situasi tersebut lantas dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang menginginkan adanya pergantian rezim, yang nantinya lebih bersedia membuka jalur pipa minyak dan gas pada para penawaran tertinggi yang berkepentingan.
Pada tahun 2012, Amerika, Prancis, Inggris, Qatar dan Arab Saudi bersama Turki mulai membentuk, mempersenjatai, serta mengongkosi kaum pemberontak dari Pasukan Pembebasan Suriah (FSA) (sesuai dengan rencana lama Amerika yang ingin memecah belah Suriah).
Negara-negara tersebut lantas sepakat untuk memecah belah Suriah lewat agama sebagai jala untuk menggulingkan Presiden Assad. Di waktu yang sama, Suriah bersama Iran dan Irak justru membahas pembangunan jalur pipa migas yang rencananya akan dimulai antara tahun 2014 dan 2016 dari ladang minyak Iran South Pars melalui Irak, lalu ke Suriah.
Apabila hal itu terwujud, maka jalur pipa migas tersebut akan dengan mudah diperpanjang ke Libanon dan dengan demikian mencapai Eropa (sebagai target pasar).
Baca juga : Enam Alasan Mengapa Kekaisaran Ottoman Jatuh