- Mata Hari dieksekusi mati setelah dituduh sebagai mata-mata Jerman
- Mata-mata Perang Dunia I Berdarah Jawa yang Eksotis
ZONA PERANG (zonaperang.com) – 15 Oktober 1917, penari eksotis Margaretha Geertruida Zelle atau yang akrab disapa Mata Hari dieksekusi mati regu tembak Prancis di Paris, Prancis. Mata Hari dieksekusi mati setelah dituduh sebagai mata-mata Jerman untuk Prancis selama Perang Dunia I.
Dalam sejarahnya seperti dilansir laman History, Mata Hari pertama kali datang ke Paris pada 1905 dan menemukan ketenaran sebagai penari eksotis yang terinspirasi oleh Asia. Dia mulai berkeliling Eropa, menceritakan kisah tentang bagaimana dia dilahirkan di sebuah kuil suci India dan diajarkan tarian kuno oleh seorang pendeta wanita yang memberinya nama Mata Hari, yang berarti “matahari” dalam bahasa Melayu.
Baca juga : 16 Juli 1918, Keluarga Romanov dieksekusi : Mengakhiri 300 tahun dinasti kekaisaran Rusia
Bersuami serdadu KNIL
Pada kenyataannya, Mata Hari lahir di sebuah kota kecil di utara Belanda pada 1876, dan nama aslinya adalah Margaretha Geertruida Zelle. Dia memperoleh pengetahuan dangkal tentang tarian India dan Jawa ketika dia tinggal selama beberapa tahun di Malang Jawa Timur bersama mantan suaminya, kapten Rudolf MacLeod yang merupakan seorang Skotlandia di tentara kolonial Belanda(KNIL)
Terlepas dari keasliannya, ia kerap meramaikan ruang dansa dan gedung opera dari Rusia hingga Prancis. Dia menjadi perempuan penghibur yang terkenal pada saat itu.
Dengan pecahnya Perang Dunia I, dia mulai memiliki kekasih perwira militer berpangkat tinggi dari berbagai negara. Pada Februari 1917, otoritas Prancis menangkap Mata Hari karena spionase dan memenjarakannya di Penjara St. Lazare di Paris.
Dalam uji coba militer yang dilakukan pada Juli, dia dituduh mengungkapkan rincian senjata baru Sekutu, tank, yang mengakibatkan kematian ribuan tentara. Dia divonis dan dijatuhi hukuman mati, dan pada 15 Oktober dia menolak penutup mata dan ditembak mati oleh regu tembak di Vincennes.
Ada beberapa bukti bahwa Mata Hari bertindak sebagai mata-mata Jerman, dan untuk sementara waktu sebagai agen ganda untuk Prancis. Namun demikian, Jerman telah mencoretnya sebagai agen karena tidak efektif yang hanya menghasilkan sedikit nilai intelijen.
Pengadilan militernya penuh dengan bias dan bukti tidak langsung. Kemungkinan besar pihak berwenang Prancis menganggapnya sebagai “mata-mata perempuan terbesar abad ini” sebagai gangguan atas kerugian besar yang diderita tentara Prancis di front barat.
Pahlawan Perancis
Walaupun demikian dalam buku yang terbit tahun 1964, “De moord op Mata Hari” (Pembunuhan atas Mata Hari), wartawan Belanda Sam Wagenaar tiba pada kesimpulan, bahwa Mata Hari malah seorang mata-mata Perancis, yang tak pernah bekerja untuk pihak Jerman.
Wagenaar, yang telah banyak mengerjakan riset untuk maskapai film MGM, pada tahun 60-an berhasil memperoleh file tentang Mata Hari dari Scotland Yard Inggris.
la berulang kali mengutip ucapan mata-mata wanita di pihak Perancis Marthe Richards, bahwa Mata Hari “seharusnya bisa dianugerahi bintang Legion d’Honneur serta disebut sebagai pahlawan Perancis”.
Mata Hari dijatuhi hukuman mati. Pemerintah Belanda telah mengajukan suatu permintaan grasi kepada presiden Perancis Poincarre melewati dutanya di Paris: Tetapi jawabnya baru diberikan setelah Mata Hari menjalankan hukuman tembak.
Kepalanya disimpan sedangkan sisa tubuhnya dipergunakan untuk pembedahan-pembedahan post/mortem pada suatu rumah sakit universitas.
Terpengaruh oleh suasana pengkhianatan dan gelombang kecurigaan yang melanda Perancis dalam tahun 1917, tiada satupun di antara bekas teman Mata Hari di kalangan orang-orang elit berani meminta jenasahnya untuk diberikan suatu pemakaman yang layak.
Baca juga : Kolonialisme Perancis di Niger telah berakhir
Baca juga : Keluarga Rothschild, Gerakan Zionisme dan Palestina