“Penangsang” diperoleh Arya saat sang ayah terbunuh, ia dihanyutkan di sungai sampai akhirnya “temangsang” / nyangkut di pohon kecil, kemudian ditemukan Sunan Kudus, jadilah nama panggilannya Arya Penangsang
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Dengan melemahnya Kerajaan Majapahit sekitar akhir abad 15, Kerajaan Demak di pesisir pantai utara Jawa muncul. Raden Patah mendirikan kerajaan tersebut tahun 1478. Trah kerajaan itu dilanjutkan oleh anak tertuanya bernama Pati Unus.
“Pati Unus disebut juga sebagai Pangeran Sabrang Lor. Ia adalah putra Raden Patah atau Panembahan Jimbun. Pada tahun 1511, Pati Unus menyerbu Jepara, tahun 1513 ia mengarungi Malaka,” bunyi teks Serat Babad Tanah Jawi.
Meninggalnya Pati Unus tahun 1521 setelah menyerbu Portugis di Malaka hampir menyisakan kekosongan kekuasaan. Sebab, ia tak punya keturunan untuk melanjutkan trahnya sebagai Raja.
Baca Juga : Tentara Israel juga kekurangan logistik dan peralatan
Baca Juga : Sabotase Bendul 1948 : Neraka logistik Belanda di tanah Purwakarta Jawa Barat
Dari Retaknya Kerajaan Demak
Di sinilah retaknya rumah tangga Kerajaan Demak bermula. Harusnya, yang duduk menjadi raja selanjutnya adalah Raden Kikin alias Surowiyoto, putra kedua Raden Patah. Namun, suksesi itu tidak terjadi.
“Yang menggantikannya anaknya yang satunya lagi bernama Raden Trenggana, karena anaknya yang lebih tua Pangeran Sekar Seda Lepen (julukan Raden Kikin) sudah dibunuh oleh putra Raden Trenggana yang bernama Pangeran Mukmin (setelah jadi Raja berjuluk Sunan Prawoto),” tulis Babad Tanah Jawi.
Putra Raden Kikin yang urung jadi Raja Demak ini bernama Arya Penangsang. Arya Penangsang mewarisi jabatan bapaknya menjadi Adipati Djipang, bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Demak yang berpusat di Kecamatan Cepu, Blora.
“Beberapa sumber menyatakan kalau (wilayah) Kadipaten Djipang itu sebagian Bojonegoro, kemudian sampai ke Blora, Rembang, Lasem, sebagian Tuban juga masuk,” terang Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kepemudaan, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Blora Sholichan Mochtar didampingi Kasi Kebudayaan Lukman
Perseteruan di Kerajaan Demak belum usai. Arya Penangsang membalas dendam bapaknya, membunuh Sunan Prawoto. Pembunuhan itu dilakukan menggunakan Keris Kyai Setan Kober, senjata yang menghunus Raden Kikin.
Pria yang dijuluki juga sebagai Arya Jipang itu juga berseteru dengan menantu Sultan Trenggana bernama Adiwijaya alias Jaka Tingkir. Ia merupakan Adipati Pajang.
“Dalam sebuah pertempuran di tepi Kali Opak dengan pasukan Pajang yang dipimpin oleh Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi, Arya Penangsang tewas oleh keris Kyai Setan Kober yang dihunusnya sendiri karena memotong ususnya yang terburai setelah lambungnya robek terkena Tombak Kyai Plered yang digunakan Sutawijaya,” tulis situs Resmi Kabupaten Blora.
Setelah pembunuhan Arya Penangsang antara tahun 1540-50an, Serat Babad Tanah Jawi mengisahkan bahwa Adiwijaya menguasai tanah Jawa. Ia kemudian memimpin Kerajaan Pajang setelah dinobatkan sebagai sultan hingga tahun 1582.
Bukan Raja di Djipang
Bagi masyarakat Blora, Arya Penangsang dianggap sebagai sosok yang luar biasa. Kedudukannya dianggap tinggi karena silsilahnya yang berasal dari keturunan Raden Patah.
“Beliau adalah putra dari Kanjeng Surowiyata, pangeran ini murid langsung/kinasih kanjeng Sunan Kudus. Sunan Kudus itu terakhir menjabat sebagai mufti masjid Agung Demak. Dan sebelum menjabat itu beliau adalah kepala angkatan bersenjata Demak,” terang Sholichan.
Namun, Sholichan menampik apabila wilayah Djipang merupakan sebuah kerajaan atau keraton. Menurutnya, kata keraton berasal dari kata keratuan atau tempatnya ratu/raja. Sehingga, perlu sosok raja untuk menyebut Djipang sebagai kerajaan.
“Tidak menutup kemungkinan di saat nanti ditemukan data baru, kami bisa menyebut Keraton Djipang. Tapi sampai saat ini kami guru-guru sejarah kemudian periset dari dewan daerah sepakat sampai saat ini menyebutnya sebagai Kadipaten Djipang,” tutur Sholichan.
Adapun peninggalan Kadipaten Djipang yang masih ada salah satunya terletak di Desa Djipang, Kecamatan Cepu, berupa Makam Gedong Ageng Djipang. Diduga itu merupakan pusat pemerintahan Kadipaten Djipang kala itu.
Menurutnya, data-data sejarah yang ada hingga kini belum bisa menunjukkan Arya Penangsang pernah dilantik sebagai Raja, baik di Demak atau Djipang. Sholichan menjelaskan Djipang adalah sebuah kadipaten dan dipimpin oleh Adipati Kanjeng Arya Penangsang.
“Sampai sekarang tidak ada sebutan sultan. Karena di masa itu, pelantikan Sultan Demak, kemudian Adiwijaya/Jaka Tingkir itu juga Sultan. Artinya gelar seorang raja waktu itu adalah Sultan. Sedangkan kami belum pernah menemukan literatur yang menyebut Sultan Arya Penangsang,” bebernya.
Baca Juga : 300 Hari Badai Al Aqsha, Titik Balik Sejarah yang Mengubah Dunia
Baca Juga : 1279 Saka/1357 M, Perang Bubat : Akhir Karir Mahapatih Terbesar Majapahit