Orientalis Snouck Hurgronje amat berperan dalam taktik kolonial untuk memecah-belah umat Islam dan takluknya negara Aceh
ZONA PERANG(zonaperang.com) Christiaan Snouck Hurgronje, seorang sarjana Islam Belanda, menjabat sebagai “antropolog militer” selama perang Aceh oleh penjajah Hindia Belanda. Para pejuang Aceh memandang perjuangan anti-kolonial mereka melawan Belanda sebagai sebuah perang suci atau jihad, menganggap diri mereka sebagai martir agama yang memerangi “penjajah kafir,” dan melakukan serangan berani dengan parang atau belati.
Untuk memerangi perjuangan membela negara dan bangsa Aceh ini, Snouck Hurgronje, salah satu orang Barat pertama yang mengunjungi Mekah dan penulis banyak buku tentang Islam, mengembangkan apa yang disebut “metode Aceh,” yang menjadi dasar strategi pemberantasan perlawanan Belanda modern.
Penguasa kolonial Belanda menggunakan prinsip pemisahan gereja dan negara serta ingin tetap netral dalam urusan agama. Meskipun demikian, yang tidak kalah pentingnya adalah keinginan untuk menjaga perdamaian dan ketertiban dan Islam merupakan sumber inspirasi awal untuk memberontak melawan pemerintahan kolonial.
Motif sosial dan politik yang terkait dengan hasrat keagamaan berulang kali meledak menjadi kerusuhan dan peperangan seperti Perang Padri (1821–1837)
Baca juga : 26 Maret 1873, Perang Atjeh : Hindia Belanda menyatakan perang terhadap negara berdaulat Aceh
Baca juga : Gerakan Aceh Merdeka(GAM) / Free Aceh Movement – Latar belakang, Tokoh, Perkembangan dan Penyelesaiannya
Pax Neerlandica atau Pax Netherlandica
Adalah upaya Belanda untuk menguasai seluruh Nusantara di bawah kekuasaannya. Gagasan Pax Neerlandica yang dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Johannes Benedictus van Heutsz pertama kali muncul pada awal abad ke-20. Latar belakang dan tujuan Pembentukan Pax Neerlandica dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah kolonial agar wilayah jajahannya tidak diduduki oleh bangsa Barat lainnya. Terlebih lagi setelah dibukanya Terusan Suez, yang mempersingkat jalur pelayaran antara Asia dan Eropa.
Perang aceh yang sangat merepotkan
Snouck Hurgronje lahir tanggal 8 Februari 1857 di negeri kecil Belanda. Sejarah mencatat bahwa Hurgronje merupakan orang Belanda yang mampu menaklukkan negara Aceh berkat keuletan sekaligus kelicikannya dalam memecah-belah masyarakat di Serambi Mekah
Perang Aceh berlangsung sangat lama serta amat merepotkan Belanda. Snouck Hurgronje masuk ke Aceh dengan menyamar dan membaur dengan penduduk setempat. Ia mempelajari adat-istiadat dan kebudayaan Aceh, juga agama Islam.
Akhirnya, Snouck Hurgronje berhasil menemukan kelemahan masyarakat Aceh dan membuka peluang bagi pemerintah kolonial untuk menaklukkan wilayah itu. Berikut ini sejarah hidup Snouck Hurgronje:
1857
Cristiaan Snouck Hurgronje lahir di Tholen, Oosterhout, Belanda, tanggal 8 Februari 1857. Ia berasal dari keluarga Kristen Protestan yang taat.
1874
Tahun 1874, Snouck Hurgronje menjadi mahasiswa teologi di Universitas Leiden dan meraih gelar doktor pada 1880 dengan disertasi ‘Het Mekkaansche Feest’ (“Perayaan Mekah”). Tahun 1881, Hurgronje yang fasih berbahasa Arab menerima gelar profesor di Sekolah Pegawai Negeri Sipil Kolonial Leiden.
1885
Snouck Hurgronje berhasil memasuki Mekah pada 1885 berkat hubungan baiknya dengan Gubernur Ottoman di Jeddah. Di Mekah, Hurgronje berhasil menarik hati para ulama agar membimbingnya untuk mempelajari ajaran Islam. Semasa tinggal di Arab Saudi ini, Hurgronje menikah dengan perempuan asal Jeddah. Dia adalah salah satu sarjana budaya Oriental Barat pertama yang melakukan hal tersebut.
Sebagai seorang musafir perintis, ia merupakan orang Barat yang langka di Mekah, namun memeluk budaya dan agama tuan rumahnya dengan penuh semangat sehingga ia berhasil memberikan kesan kepada orang-orang bahwa ia telah masuk Islam.
Ia mengaku berpura-pura menjadi seorang Muslim seperti yang dijelaskannya dalam surat yang dikirimkan kepada teman kuliahnya, Carl Bezold pada 18 Februari 1886 yang kini diarsipkan di Perpustakaan Universitas Heidelberg
1889
Dikirim ke Hindia Belanda untuk menjadi peneliti pendidikan Islam di Buitenzorg (Bogor) dan Guru Besar Bahasa Arab di Batavia. Tahun 1890, Hurgronje menikahi putri bangsawan pribumi asal Ciamis untuk memperdalam pemahamannya tentang adat dan budaya Indonesia serta Islam.
1891
Dengan modal menguasai bahasa Melayu-Aceh dan pemahaman yang sangat baik tentang Islam, Hurgronje memasuki Aceh yang masih dilanda perang. Ia menyamar sebagai Haji Abdul Ghaffar dan berhasil menjalin relasi dengan tokoh-tokoh adat serta para ulama di Aceh.
Selama 7 bulan hidup di tengah-tengah warga setempat, Hurgronje akhirnya mengerti mengapa Aceh sulit ditaklukkan selama ini. Ia menjalankan taktik devide et impera untuk memecah-belah masyarakat Aceh.
Antara tahun 1891 dan 1892, Snouck—yang kini fasih berbahasa Aceh, Melayu, dan Jawa—akhirnya melakukan perjalanan ke Aceh, yang hancur akibat Perang Aceh yang berkepanjangan.
1892
Tanggal 23 Mei 1892, Snouck Hurgronje menulis Atjeh Verslag, yakni laporannya tentang Aceh kepada pemerintah kolonial di Batavia. Dalam laporan ini, Hurgronje membeberkan cara menaklukkan bumi Serambi Mekah. Laporan ini kemudian dibukukan dengan judul De Atjeher.
Di tahun ini pula, Snouck Hurgronje menikah untuk ketiga kalinya. Kali ini ia menyunting Siti Sadiah, putri seorang pejabat agama Islam di Bandung.
1898
Snouck Hurgronje menjadi penasihat resmi pemerintah kolonial. Ia menulis lebih dari 1.400 makalah tentang Aceh, termasuk mengenai Islam di Hindia Belanda. Hurgronje juga menjadi orang kepercayaan J.B. van Heutsz, Gubernur Sipil dan Militer Hindia Belanda untuk wilayah Aceh kala itu.
Ia menggunakan pengetahuannya tentang budaya Islam untuk merancang strategi yang secara signifikan membantu menghancurkan perlawanan penduduk Aceh dan memaksakan kekuasaan kolonial Belanda pada mereka, mengakhiri perang selama 40 tahun dengan perkiraan korban yang bervariasi antara 50.000 dan 100.000 penduduk tewas dan sekitar satu juta orang terluka. .
1903
Belanda menaklukkan Kesultanan Aceh yang berdaulat. Namun, Hurgronje pulang ke Belanda karena kecewa dengan pemerintah kolonial yang tidak menjalankan seluruh sarannya dalam upaya tersebut. Hurgronje menyarankan upaya penaklukan Aceh jangan dilakukan dengan kekerasan karena berpotensi menimbulkan masalah baru.
1904
Snouck Hurgronje ternyata tidak benar-benar menjadi mualaf, pada 1910 ia menikahi seorang putri pendeta di Belanda. Hurgronje kemudian dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Leiden pada 1907 dan diangkat sebagai penasihat Kementerian Urusan Koloni di Kerajaan Belanda.
1925
Snouck Hurgronje dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Nasional Kairo, Mesir. Namun, ia tetap tinggal di Belanda dan mengabdikan diri di Universitas Leiden serta menghasilkan banyak sekali karya ilmiah tentang Islam, Arab, juga mengenai Hindia Belanda dan Aceh.
1936
Snouck Hurgronje meninggal dunia tanggal 16 Juli 1936 di Leiden, Belanda, pada usia 79 tahun. Hingga wafatnya, ia masih mengampu jabatan sebagai penasihat Kementerian Urusan Koloni di Kerajaan Belanda.
Baca juga : 16 Juni 1948, Dakota RI-001 Seulawah : Dari Aceh untuk Republik Indonesia dan perampokan didalamnya
Baca juga : Ketika Amerika Menginvasi Aceh pada 1832