1965: Hubungan Jakarta-Beijing dan Kontroversi Senjata Angkatan Kelima
ZONA PERANG(zonaperang.com) Pada 1965, komunikasi poros Jakarta-Peking atau Beijing sangat intens. Dalam rangka hubungan itu, beberapa pejabat militer dan sipil Indonesia mengunjungi Cina. Wakil Perdana Menteri, Kepala Badan Intelijen Negara sekaligus Menteri Luar Negeri Subandrio sendiri yang berangkat ke Negeri Tirai Bambu.
Ia didampingi menteri penerangan Achmadi Hadisoemarto, Deputi Operasional Menteri/Panglima Angkatan Darat Mayor Jenderal Moersjid, Menteri/Panglima Angkatan Laut Raden Eddy Martadinata, Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian Inspektur Jenderal Sutjipto Danukusuma, dan Deputi Operasional Menteri/Panglima Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang.
Dalam kunjungan pada awal 1965 itu, Perdana Menteri Cina, Zhou En Lai, menawarkan bantuan 100.000 senjata ringan kepada pemerintah Indonesia.
Baca juga : Lukman Njoto, Wakil ketua PKI : Dalang dibalik hasutan dan Propaganda kontroversial Partai Komunis Indonesia
Baca juga : Keadaan Darurat Malaya: Perjuangan Panjang Melawan Pemberontakan Komunis
Senjata dari Cina untuk PKI
“Setelah tiba di tanah air, tawaran bantuan senjata tersebut dilaporkan kepada Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di hadapan rapat KOTI (Komando Operasi Tertinggi),” tulis Omar Dhani dalam buku pleidoinya Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku (2001).
Berkali-kali delegasi Cina berkunjung ke Jakarta. “Pada bulan April 1965, Zhou Enlai sendiri yang datang. Pihak Cina secara terang-terangan mendesak supaya dibentuk Angkatan Kelima, tetapi pihak Angkatan Darat bergerak lamban,” tulis Merle Calvin Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.
Angkatan Kelima merujuk satu matra di luar Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian. Sebagaimana empat matra pertahanan dan keamanan tadi, Angkatan Kelima juga dibayangkan akan melapis empat matra tersebut. Penyokong utama gagasan Angkatan Kelima terutama adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Angkatan Kelima dibayangkan akan diisi oleh massa revolusioner, khususnya dari kalangan buruh dan petani.
Angkatan Kelima
Menurut Victor M. Fic, dalam Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang Konspirasi (2005), “Dalam kenyataannya, Angkatan Kelima itu adalah gagasan (Ketua CC PKI) Aidit, yang telah mulai memikirkan masalah itu sejak bulan Januari 1965.”
Presiden Sukarno tak memerintahkan pembentukan angkatan yang dianggap akan memberi rasa aman bagi PKI dari Angkatan Darat. PKI memang selamanya berada dalam posisi rentan berhadapan dengan Angkatan Darat yang terang memiliki senjata. Angkatan Kelima dianggap sebagai jalan keluar yang memungkinkan posisi PKI lebih kuat.
Sukarno tidak pernah secara terbuka dan terus terang mendukung atau menolak. Pihak Angkatan Darat, yang dipimpin Ahmad Yani, juga Abdul Haris Nasution, tidak dalam posisi menyetujui gagasan tersebut. Mereka mencoba mengulur waktu–sikap yang agak mirip dengan kampanye Ganyang Malaysia’.
Baca juga : Pengkhianatan PKI (Partai Komunis Indonesia) : Sejarah yang tidak boleh dilupakan oleh kita semua
Baca juga : Revolusi tahun 1989 : Hancurnya paham komunis dunia
Permainan Kekuatan Cina
“Yani dan Nasution terus mengulur waktu dengan mengatakan bahwa seluruh rakyat sebaiknya dipersenjatai, bukan hanya kaum buruh dan kaum tani saja,” tulis Ricklefs.
Menurut Victor M. Fic dalam pembicaraan antara Sukarno dengan Zhou En Lai di Shanghai pada Juli 1965, dibicarakan janji Zhou En Lai soal senjata ringan jenis Chung itu. Pada 14 September 1965, soal penyerahan senjata itu dibicarakan kembali.
Kontroversi Pasokan Senjata Cina pada 1965
Setelahnya, Presiden mengutus Menteri/Panglima Angkatan Udara, Marsekal Omar Dani, ke Cina untuk mengatur pengapalan senjata itu. Selain dikapalkan, sebagian kecil dari senjata itu ditenteng oleh rombongan Omar Dani yang menumpang pesawat C-130B Hercules.
Chung, menurut Hendro Subroto, dalam Dewan revolusi PKI: menguak kegagalannya mengkomuniskan Indonesia (2007), adalah senapan jenis Carbine Type 56 buatan RRC. Senjata itu dianggap varian dari senapan perorangan Simonov SKS – Samozaryadnyi Karabin sistemi Simonova buatan Uni Soviet. Magasin senapan ini berisi 10 peluru 7,62 X 39mm M1943, peluru yang sama dengan senapan serbu AK-47 yang sepenuhnya otomatis.
Baca juga : Pembantaian Etnis Melayu 1946: Kekejaman PKI (Partai Komunis Indonesia) di Sumatera Timur
Baca juga : Henk Sneevliet, Tokoh Pembawa “Dosa” Komunisme ke Indonesia