- Konflik di Lebanon: Alasan Tentara Pemerintah Lebanon Tidak Ikut Campur
- Mengapa Militer Lebanon Tidak Terlibat dalam Konflik Hizbullah-Israel
- Konflik antara Hizbullah dan Israel telah berlangsung selama beberapa dekade, dengan berbagai eskalasi yang sering kali melibatkan kekerasan yang signifikan. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa tentara pemerintah Lebanon tidak ikut campur dalam konflik ini, meskipun wilayah tersebut adalah bagian dari negara mereka sendiri.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Konflik antara Hizbullah dan Israel telah berlangsung selama beberapa dekade, dengan intensitas yang bervariasi, terutama di wilayah Lebanon Selatan. Namun, salah satu aspek yang sering dipertanyakan adalah mengapa tentara pemerintah Lebanon, yang seharusnya bertanggung jawab atas keamanan wilayahnya, tidak terlibat langsung dalam konfrontasi dengan kolonialis Israel. Pertanyaan ini menjadi semakin relevan karena konflik terus terjadi di tanah Lebanon, menimbulkan korban jiwa dan kehancuran yang luas.
“Setelah perang saudara yang berlangsung dari 1975 hingga 1990, Lebanon masih berjuang untuk mencapai stabilitas. Hizbullah, yang didirikan pada awal 1980-an sebagai respons terhadap invasi Israel, telah menjadi kekuatan militer yang signifikan di Lebanon selatan. “
Untuk memahami mengapa militer Lebanon memilih tidak ikut campur dalam konflik ini, kita perlu melihat beberapa faktor utama: situasi politik dalam negeri Lebanon, peran Hizbullah sebagai aktor militer non-negara, serta dinamika regional yang memperumit hubungan Lebanon dengan zionis Israel.
Baca juga : Hizbullah diyakini sebagai pihak pertama yang menggunakan rudal antitank sebagai senjata sniper
1. Hizbullah sebagai Kekuatan Militer yang Independen
Hizbullah, yang didirikan pada tahun 1980-an dengan dukungan Iran sebagai reaksi terhadap invasi Israel di Lebanon, telah berkembang menjadi kekuatan militer yang signifikan di wilayah tersebut. Hizbullah bukan hanya sebuah kelompok milisi, tetapi juga organisasi politik yang memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan Lebanon. Kekuatan mereka melampaui sekadar kelompok pejuang; mereka memiliki angkatan bersenjata yang terlatih, persenjataan canggih, dan dukungan dari Iran serta Suriah.
“Hizbullah memiliki dukungan yang kuat di kalangan masyarakat Shi’ah di Lebanon, dan banyak warga melihat mereka sebagai pelindung dari agresi Israel.”
Salah satu alasan utama mengapa militer Lebanon tidak terlibat langsung dalam konflik dengan Israel adalah karena Hizbullah dianggap sebagai perwakilan utama dalam perlawanan terhadap penjajah Israel. Hizbullah melihat dirinya sebagai pelindung Lebanon dari agresi Israel, dan sejak invasi Israel ke Lebanon pada tahun 1982, mereka telah mengambil peran sebagai pertahanan utama di Lebanon Selatan. Dalam konteks ini, militer Lebanon memiliki peran yang lebih simbolis daripada operasional dalam menghadapi kekuatan rejim Israel.
“Perjanjian Taif: Perjanjian Taif, yang ditandatangani pada tahun 1989, menetapkan bahwa Hizbullah akan menjadi satu-satunya milisi yang diizinkan untuk mempertahankan senjata, sementara tentara Lebanon akan fokus pada pertahanan nasional.”
Selain itu, Hizbullah adalah aktor yang sangat otonom. Mereka memiliki kendali atas banyak wilayah di Lebanon Selatan, dan kehadiran mereka di kawasan ini membuat tentara Lebanon berada dalam posisi yang sulit. Pemerintah Lebanon sering kali tidak memiliki kekuatan atau kemauan politik untuk menantang Hizbullah, yang secara militer lebih kuat dan memiliki dukungan luas di kalangan komunitas Syiah.
2. Kelemahan dan Fragmentasi Politik Lebanon
Lebanon memiliki sejarah panjang ketegangan politik yang terpecah, terutama sejak berakhirnya Perang Saudara Lebanon pada tahun 1990. Negara ini diatur oleh sistem politik berbasis sektarian yang membagi kekuasaan di antara berbagai kelompok agama, termasuk Muslim Syiah, Sunni, Kristen, dan Druze. Sistem ini sering kali menyebabkan kebuntuan politik dan ketidakmampuan pemerintah untuk mengambil keputusan tegas dalam isu-isu sensitif, termasuk perang dengan Israel.
“Suku Druze memiliki ajaran agama yang unik, yang menggabungkan elemen-elemen dari Islam, Kristen, Yahudi, dan filsafat Yunani. Gerakan ini dipimpin oleh al-Hakim bi-Amr Allah, seorang khalifah Syiah Fatimiyah yang dianggap oleh pengikutnya sebagai manifestasi Tuhan. Di Israel, suku Druze juga memiliki komunitas yang signifikan, terutama di wilayah Galilea dan Pegunungan Golan. Dianggap sebagai bagian dari komunitas Arab, tetapi juga memiliki hubungan yang relatif baik dengan negara ilegal Israel.”
Militer Lebanon sendiri adalah refleksi dari fragmentasi ini. Tentara Lebanon terdiri dari berbagai kelompok sektarian, yang berarti loyalitasnya sering kali terbagi. Ini membuat keterlibatan militer dalam konflik yang sangat sensitif, seperti konflik Hizbullah-Israel, menjadi sangat berisiko secara politik. Jika militer bertindak melawan Israel atau Hizbullah, itu bisa memperburuk ketegangan internal Lebanon, yang sudah rapuh.
Selain itu, pemerintah Lebanon tidak memiliki kapasitas militer atau ekonomi yang cukup untuk melawan zionis Israel secara langsung. Israel memiliki kekuatan militer yang jauh lebih besar, dan konfrontasi langsung antara militer Lebanon dan Israel akan sangat merugikan Lebanon. Karena itu, banyak pihak di dalam pemerintahan Lebanon yang memilih untuk tidak memprovokasi Israel secara langsung dan membiarkan Hizbullah menangani konflik tersebut.
Keterangan video: Hizbullah mengatakan pihaknya telah meledakkan bom dan penyergapan terhadap pasukan Israel yang berusaha memasuki desa Maroun al-Ras di Lebanon selatan saat Israel melancarkan serangan udara baru di Beirut.
3. Dinamika Regional dan Pengaruh Eksternal
Konflik Hizbullah-Israel tidak bisa dipisahkan dari konteks regional yang lebih luas. Hizbullah didukung oleh Iran, yang merupakan kekuatan besar di Timur Tengah dan sering kali terlibat dalam persaingan geopolitik dengan Israel dan Amerika Serikat. Iran memandang Hizbullah sebagai alat untuk menekan penjajah Israel dan melawan pengaruh Barat di kawasan tersebut. Sementara itu, Israel melihat Hizbullah sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya.
“Iran dan Suriah memberikan dukungan finansial dan militer kepada Hizbullah, memperkuat posisi kelompok tersebut dalam menghadapi Israel.”
Bagi Lebanon, keterlibatan dalam konflik ini bukan hanya tentang hubungan dengan Hizbullah atau Israel, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan hubungan internasional mereka. Pemerintah Lebanon sering kali harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam perang proksi antara Iran dan Israel, yang akan menghancurkan stabilitas internal negara mereka.
Lebanon juga sangat bergantung pada dukungan internasional, terutama dari negara-negara Barat dan negara-negara Teluk. Terlalu terlibat dalam konflik ini bisa mengakibatkan hilangnya dukungan finansial dan diplomatik, yang sangat dibutuhkan Lebanon untuk mengatasi krisis ekonomi yang berkelanjutan.
4. Mengapa Konflik Hizbullah-Israel Terus Berlanjut?
Pertikaian Teritorial
Salah satu penyebab utama konflik adalah sengketa wilayah, terutama di perbatasan antara Lebanon dan Israel. Wilayah seperti Shebaa Farms masih menjadi sumber ketegangan, dengan kedua belah pihak mengklaim hak atas tanah tersebut.
Perbedaan Ideologis dan Dinamika Perang Proksi
Konflik antara Hizbullah dan Israel terus berlanjut karena kedua belah pihak memiliki kepentingan yang berbeda dan bertentangan. Zionis Israel memandang Hizbullah sebagai ancaman eksistensial karena kedekatannya dengan Iran dan kemampuan militernya yang semakin canggih. Hizbullah memiliki ribuan roket dan rudal yang mampu menjangkau kota-kota inti di Israel, dan setiap kali ketegangan meningkat, ancaman serangan besar-besaran dari kedua belah pihak selalu ada.
Di sisi lain, bagi Hizbullah, perlawanan terhadap Israel adalah bagian dari identitas ideologis mereka. Hizbullah tidak hanya berjuang untuk membela Lebanon dari serangan Israel, tetapi juga untuk melawan pengaruh Israel di seluruh kawasan. Selama Israel masih menduduki wilayah Palestina dan terlibat dalam konflik dengan Iran, Hizbullah akan terus menganggap Israel sebagai musuh utama.
Konflik ini juga menjadi bagian dari permainan kekuatan yang lebih besar di Timur Tengah, terutama antara Iran dan Israel. Selama rivalitas regional ini masih ada, Hizbullah dan Israel kemungkinan besar akan tetap terlibat dalam konfrontasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Lebanon dalam Cengkeraman Konflik: Ketidakberdayaan Pemerintah di Tengah Ketegangan
Tentara pemerintah Lebanon tidak terlibat dalam konflik Hizbullah-Israel karena sejumlah alasan, termasuk kekuatan Hizbullah yang otonom, ketidakstabilan politik internal, serta risiko yang dihadapi Lebanon jika terlibat secara langsung dengan Israel. Sementara Hizbullah terus memainkan peran utama dalam perlawanan terhadap Israel, pemerintah Lebanon berada dalam posisi yang sulit di tengah tekanan internal dan eksternal.
“Ketidakmampuan tentara pemerintah Lebanon untuk ikut campur dalam konflik antara Hizbullah dan Israel mencerminkan kompleksitas politik domestik serta dukungan masyarakat terhadap Hizbullah. “
Konflik antara Hizbullah dan Israel sendiri terus berlanjut karena dipicu oleh kepentingan geopolitik yang lebih luas, serta rivalitas yang mendalam antara Israel dan Iran. Selama dinamika ini tidak berubah, konflik di wilayah Lebanon Selatan akan tetap menjadi bagian dari realitas politik Timur Tengah.
Baca juga : Program Rudal Balistik Iran: Dari Perang Iran-Irak hingga Geopolitik Modern
Baca juga : Israel adalah Monster yang diciptakan Barat