Artikel

Ismail Haniyeh: Dari Kamp Pengungsi ke Panggung Politik

  • Ismail Haniyeh: Pemimpin Moderat Hamas yang Menjembatani Perdamaian dan Perlawanan
  • Menyusuri Jejak Kepemimpinan Ismail Haniyeh di Hamas
  • Ismail Haniyeh: “Hai umat Islam sadarlah, kalian tidak pantas berbicara tentang solidaritas mengenai Gaza dan Palestina, Kalian semua adalah korban. Ketika Amerika serta Inggris menciptakan Israel, Kalianlah target sesungguhnya. Bersikaplah sebagai korban. Jika Kalian sudah bersikap sebagai korban maka Kalian akan memiliki amarah yang sama seperti warga Gaza. Kalian akan memiliki semangat yang sama seperti anak-anak Gaza”

ZONA PERANG(zonaperang.com) Ismail Haniyeh adalah salah satu figur terkemuka dalam dunia politik Palestina. Dia adalah seorang pemimpin yang memiliki latar belakang pendidikan yang kuat dan telah menjalani perjuangan panjang untuk kemerdekaan Palestina. Ismail Haniyeh lahir pada tahun 1963 di kamp pengungsi Al-Shati di Jalur Gaza. Dia dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan tantangan dan kesulitan, yang membentuk karakternya sebagai seorang pemimpin yang kuat dan berdedikasi.

“Sebagai seorang pemimpin politik dan tokoh penting dalam gerakan Hamas, Haniyeh telah memainkan peran kunci dalam perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel, sambil tetap mempertahankan reputasinya sebagai sosok yang alim dan moderat.”

Latar Belakang dan Pendidikan

Haniyeh berasal dari keluarga yang berasal dari desa Al-Jura (sekarang bagian dari Ashkelon) kemudian mengungsi selama Perang Arab-Israel 1948, yang menyebabkan keluarganya pindah ke Jalur Gaza. Meski tumbuh dalam kondisi sulit, Haniyeh berhasil menyelesaikan pendidikannya. Ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang Bahasa Arab dari Universitas Islam Gaza pada tahun 1987, di mana ia aktif dalam kegiatan politik mahasiswa dan bergabung dengan gerakan Islam yang kemudian menjadi fondasi Hamas.

Beliau menempuh pendidikan di sekolah-sekolah yang dikelola oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).Pendidikan yang dia terima membentuk pemikiran dan visinya tentang masa depan Palestina.”

Jejak Perjuangan

Perjuangan Ismail Haniyeh dimulai pada awal 1980-an, ketika dia mulai terlibat dalam gerakan perlawanan terhadap pendudukan Israel. Dia menjadi anggota Hamas, sebuah organisasi politik dan paramiliter yang berjuang untuk kemerdekaan Palestina. Pada tahun 1987, dia ditangkap oleh pihak Israel dan menjalani hukuman penjara selama tiga tahun. Setelah dibebaskan, dia terus aktif dalam gerakan perlawanan dan menjadi salah satu pemimpin utama Hamas.

“Haniyeh mulai terlibat dalam politik saat masih menjadi mahasiswa, bergabung dengan asosiasi mahasiswa Islam yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin. Beliau beberapa kali ditangkap oleh otoritas penjajah Israel karena partisipasinya dalam Intifada pertama

Setelah dibebaskan dari penjara, Haniyeh diasingkan ke Lebanon pada tahun 1992, namun kembali ke Gaza setahun kemudian dan menjadi dekan di Universitas Islam Gaza. Pada tahun 1997, ia diangkat untuk memimpin kantor Hamas dan terus naik dalam hierarki organisasi tersebut.

Yahya Ibrahim Hassan Sinwar, lebih dikenal dengan nama Yahya Sinwar adalah seorang politisi Palestina yang menjabat sebagai ketua Biro Politik Hamas sejak Agustus 2024 dan pemimpin Hamas di Jalur Gaza sejak Februari 2017, menggantikan Ismail Haniyeh.more

Baca juga : 16 September 1982, Pembantaian di kamp pengungsi Sabra dan Shatila Lebanon

Baca juga : Agen KGB Alexander Litvinenko dengan racun radioaktif polonium-210 oleh Rusia di London

Syaikh Ahmad Yasin

Ismail Haniyeh memulai karir politiknya di bawah naungan Syaikh Ahmad Yasin, pendiri Hamas. Setelah menyelesaikan studinya, Haniyeh bekerja sebagai asisten Syaikh Yasin dan perlahan-lahan naik ke posisi kepemimpinan di dalam Hamas. Pada tahun 2004, setelah syahidnya Syaikh Yasin dalam serangan udara pengecut Israel, Haniyeh menjadi tokoh sentral dalam Hamas dan terpilih sebagai Perdana Menteri Palestina setelah kemenangan Hamas dalam pemilu legislatif tahun 2006.

Sebagai pemimpin Hamas, Haniyeh menghadapi berbagai tantangan, termasuk konflik internal dengan Fatah, blokade Israel di Gaza, dan serangan militer penjajah berulang kali. Meski begitu, ia dikenal karena pendekatannya yang moderat, berusaha untuk menjalin dialog dengan pihak-pihak internasional dan mencoba mencari solusi damai yang adil bagi Palestina.

Posisi Terakhir

Setelah melepaskan jabatan sebagai Perdana Menteri, Ismail Haniyeh terus aktif dalam politik Palestina. Pada tahun 2017, dia terpilih sebagai Ketua Biro Politik Hamas, sebuah posisi yang membuatnya menjadi pemimpin tertinggi organisasi tersebut dan posisi yang dipegangnya hingga hingga gugurnya pada 31 Juli 2024.

Alim dan Moderat

Ismail Haniyeh dikenal sebagai seorang pemimpin yang alim dan moderat. Dia sering mengutip ayat-ayat Al-quran dan hadis dalam pidatonya, menunjukkan kedalaman pengetahuannya tentang agama Islam. Selain itu, dia juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang moderat, yang mampu menjalin dialog dengan berbagai pihak, termasuk pihak yang memiliki pandangan berbeda dengannya. Keberaniannya untuk menjalin dialog dan mencari solusi damai menjadikannya seorang pemimpin yang dihormati oleh banyak pihak.

“Ia sering kali menekankan pentingnya pendidikan dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Haniyeh juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan dekat dengan rakyatnya, sering kali terlihat berbaur dengan masyarakat di Gaza.”

Baca juga : Bagaimana Olimpiade Berlin 1936 Menjadi Panggung Propaganda Nazi

Baca juga : Zionis Israel Ingin Menguasai Dunia

Terungkap Dua Sosok Korps Garda Revolusi Islam/IRCG yang Bantu Israel Membunuh Ismail Haniyeh

Setelah sepekan penyelidikan akhirnya terungkap dua sosok warga negara Iran yang turut membantu mossad Israel membunuh Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh pada 31 Juli 2024 pukul 02.00 dini hari lalu di Taheran, Iran.

Kedua sosok itu ialah dua anggota Unit Keamanan Ansar al-Mahdi dari Korps Garda Revolusi Islam (IRCG).

Anadolu Agency melaporkan, keduanya merupakan warga negara Iran dan direkrut oleh badan mata-mata Israel, Mossad.

Disebutkan, kedua orang anggota IRCG tersebut memperlihatkan gelagat aneh saat mendatangi wisma tamu tempat Ismail Haniyeh menginap di Kompleks Saadabad, Teheran, beberapa jam sebelum Pemimpin Hamas itu dibunuh.

Diduga, saat itulah mereka memasang bom di kamar tempat Haniyeh biasanya menginap.

“Para penjaga (anggota IRGC yang direkrut Mossad) terlihat dalam rekaman CCTV, bergerak diam-diam di lorong, menuju kamar yang rencananya diperuntukkan bagi Haniyeh,”tulisnya.

“Mereka membuka pintu menggunakan kunci dan memasuki ruangan,” ungkap laporan itu.

“Tiga menit kemudian, penjaga itu terekam kamera dengan tenang meninggalkan ruangan, menuruni tangga, menuju pintu masuk utama gedung, pergi meninggalkan gedung, lalu masuk ke dalam sebuah mobil hitam,” imbuh laporan Jewish Chronicle.

Uang dan Eropa Utara

Lebih lanjut, laporan itu menyebut dua anggota IRGC itu ditawari sejumlah uang sebanyak enam digit dan evakuasi langsung ke negara Eropa utara.

Satu jam setelah memasang bom, keduanya langsung dievakuasi dari Iran oleh dinas intelijen luar negeri zionis Israel: Mossad.

Setelahnya, Mossad mencari waktu yang tepat untuk mengeksekusi rencana pembunuhan Haniyeh.

Haniyeh menerima undangan ke Teheran untuk menghadiri pelantikan Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.

“Mossad, dengan bantuan unit intelijen 8200 (unit IDF yang bertanggung jawab atas operasi rahasia), menyadap panggilan telepon antara penyelenggara pelantikan dan tamu undangan.”

“Ketika Haniyeh mengonfirmasi kedatangannya, Mossad mulai melaksanakan rencananya; melenyapkan Haniyeh di wisma tamu tempat ia biasa menginap selama kunjungannya ke Teheran,” pungkas laporan Jewish Chronicle.

Badan intelijen Israel, Mossad, menyewa agen Iran untuk menanam bahan peledak di tiga kamar berbeda di wisma tamu Teheran tempat pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menginap, Daily Telegraph melaporkan, seraya menambahkan bahwa bahan peledak itu diledakkan dari jarak jauh dari luar negeri.

Selain Haniyeh, pengawal pribadinya yang juga Wakil Komandan Brigade Al-Qassam, Wasim Abu Shaaban, juga gugur dalam serangan itu.

Insiden itu terjadi sehari setelah pelantikan Pezeshkian, yang juga menjadi kemunculan terakhir Haniyeh sebelum wafat.

Ismail Haniyeh: “Kami merasakan beratnya kepercayaan dan tanggung jawab atas masalah Palestina, dan ini adalah tanggung jawab yang harus dibayar mahal, dan kami siap untuk itu.”

Baca juga : Bagaimana Zionisme membantu menciptakan Kerajaan Arab Saudi?

Baca juga : Garis waktu perang Kolonial Zionis Israel vs Palestina 8 – 15 Februari 2024 (bagian 15): lampu hijau dari Mesir bagi Israel untuk menyerang Rafah yang padat pengungsi

 

ZP

Recent Posts

P-61 Black Widow: Sang Pemburu Malam di Perang Dunia II

Pesawat tempur malam perintis ini, yang dirancang oleh Northrop Corporation untuk Angkatan Udara Angkatan Darat…

19 jam ago

Pengepungan Gaza 332 SM: Ujian Kritis bagi Ambisi Alexander Agung

Gaza dalam Api Perang: Kisah Penaklukan oleh Alexander Agung pada 332 SM Pada Oktober tahun…

2 hari ago

The Bourne Identity (2002): Revolusi dalam Genre Aksi Mata-Mata

The Bourne Identity, sebuah film aksi thriller yang dirilis pada tahun 2002, menawarkan pengalaman menarik…

3 hari ago

Pedang dan Salib: Kisah Tentara Bayaran Kristen di Bawah Panji Islam

Kristen untuk Islam: Kisah Tentara Bayaran yang Melayani Muslim Loyalitas dan Keuntungan: Tentara Bayaran Kristen…

4 hari ago

Jet tempur Su-57 Rusia mungkin memiliki ‘cacat fatal’

Su-57 Felon, jet tempur generasi kelima yang disebut-sebut memiliki kemampuan siluman dan canggih. Namun, para…

5 hari ago

1 Oktober 2024, Operation True Promise II: Serangan Balistik Iran yang Mengguncang Israel

Pada 1 Oktober 2024, Iran meluncurkan Operation True Promise II, sebuah serangan militer besar-besaran yang…

5 hari ago