- Freemasonry, Teosofi, dan Sumpah Pemuda: Benang Merah yang Tak Terduga
- Di Balik Sumpah Pemuda: Peran Rahasia Freemasonry dan Teosofi
- Freemasonry dan teosofi sering diasosiasikan dengan gerakan intelektual dan spiritual di Indonesia pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Namun, hubungan kompleks antara kedua gerakan ini dengan Sumpah Pemuda, sebuah simbol patriotisme nasional, masih belum sepenuhnya dipahami publik.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Di sudut-sudut gelap sejarah, tempat bisikan-bisikan tentang perkumpulan rahasia dan filsafat-filsafat esoteris saling terkait, terdapat sebuah kisah yang telah lama terabaikan. Kisah ini menghubungkan dunia misterius Freemasonry, ajaran-ajaran mistis Teosofi, dan semangat kemerdekaan Indonesia yang membara.
“Banyak tokoh pemuda yang terlibat dalam pergerakan nasional pada masa itu adalah anggota atau simpatisan Freemasonry dan Teosofi. Mereka terpengaruh oleh ide-ide liberalisme, humanisme, dan nasionalisme yang diajarkan oleh kedua organisasi tersebut.”
Misteri Masonik
Freemasonry, organisasi persaudaraan berusia berabad-abad yang diselimuti kerahasiaan, telah lama menjadi subjek teori konspirasi dan daya tarik. Namun, yang tidak diketahui banyak orang adalah pengaruh potensialnya terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia.
“Organisasi ini memiliki anggota yang tersebar di seluruh dunia, termasuk tokoh-tokoh terkenal seperti George Washington, Benjamin Franklin, dan Winston Churchill. “
Pada awal abad ke-20, Freemasonry telah hadir di Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Pondok-pondok di Jakarta, Surabaya, dan kota-kota besar lainnya menjadi tempat pertemuan bagi para intelektual, baik Belanda maupun Indonesia. Pondok-pondok ini, dengan penekanan pada persaudaraan dan pencerahan, menyediakan ruang unik tempat gagasan tentang kesetaraan dan pemerintahan sendiri dapat didiskusikan secara diam-diam.
Baca juga : Freemasonry di Indonesia: Dari Masa Kolonial Hingga Kini
Teosofi: Hubungan Timur
Saat Freemasonry berbisik tentang kebebasan di kamar-kamar penginapan yang penuh asap, gerakan lain tengah membuat gelombang di seluruh nusantara. Teosofi, sebuah filsafat spiritual yang memadukan mistisisme Timur dan Barat, menemukan lahan subur di lanskap spiritual Indonesia yang kaya.
Didirikan oleh Helena Blavatsky pada tahun 1875, Perkumpulan Teosofi dengan cepat mendapatkan daya tarik di Indonesia. Ajarannya tentang persaudaraan universal dan pencarian kebijaksanaan ilahi bergema di hati banyak orang Indonesia, yang melihatnya sebagai validasi warisan spiritual mereka sendiri.
‘Teosofi adalah filosofi yang menggabungkan konsep-konsep agama, ilmu, dan spiritualitas. Teosofi berasal dari kata Yunani “theos” yang berarti “Tuhan” dan “sophia” yang berarti “kebijaksanaan”. Filosofi ini mencari kebenaran universal yang tersembunyi di balik berbagai agama dan tradisi spiritual. Teosofi mengajarkan bahwa semua agama memiliki inti yang sama, yaitu kebenaran spiritual yang universal.’
Perkumpulan Teosofi mendirikan cabang-cabang di seluruh Indonesia, yang menarik baik penjajah Belanda maupun penduduk asli Indonesia. Cabang-cabang ini menjadi tempat peleburan ide, tempat kebijaksanaan kuno bertemu dengan aspirasi modern untuk kebebasan dan penentuan nasib sendiri.
Sumpah Pemuda: Kebangkitan Bangsa
Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia mengucapkan Sumpah Setia, ikrar yang kuat tentang persatuan bangsa dan bahasa Indonesia. Namun, jarang orang tahu bahwa Sumpah Pemuda ini penuh dengan jejak infiltrasi kaum freemason dan teosofi. Kongres Pemuda Kedua, tempat lahirnya Sumpah Pemuda, dirancang dengan hati-hati oleh organisasi pemuda yang sudah lama terlibat dengan ide-ide Barat dan Zionis.
Mohammad Yamin, salah satu tokoh penting dalam penyampaian Sumpah Pemuda, juga merupakan anggota senior Jong Sumateranen Bond, organisasi yang difasilitasi oleh Theosophical Society. Organisasi ini sendiri dipengaruhi oleh paham Yahudi dan Freemasonry, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh ide-ide Barat dalam gerakan intelektual Indonesia waktu itu.
Sejarawan Karel Steenbrink dalam bukunya “Kawan dalam Pertikaian” menguraikan bagaimana Hendrik Kraemer, utusan Perkumpulan Bibel Belanda, aktif memberikan kuliah Theosophy dan ajaran Katolik kepada anggota Jong Java. Tujuan utamanya adalah menihilkan ajaran-ajaran Islam, menunjukkan bagaimana agama-agama Barat berusaha mempengaruhi struktur sosial dan politik Indonesia.
Para aktivis muda pada era itu, termasuk mereka yang bergabung dalam Boedi Oetomo, Jong Java, dan Jong Sumatranen Bond, sering kali mengadakan pertemuan-pertemuan kepemudaan bersama-sama dengan aktivis Theosophical Society dan Freemasons. Kongres Pemuda Pertama tahun 1926, yang akhirnya menjadi cikal bakal Sumpah Pemuda, diselenggarakan di Loge de Ster in het Oosten, sebuah loge terbesar milik Freemasonry di Hindia Belanda.
Gedong Setan
Loge ini, yang dulunya bernama Gedong Setan, menjadi simbol kuat infiltrasi gerakan spiritual Barat ke dalam struktur sosial Indonesia. Aktivis-aktivis Freemasonry dan Theosophist sering mengadakan ritual-rutin mistis di gedung ini, menambahkan nuansa esoterik dalam perkembangan intelektual Indonesia.
Meski demikian, Sumpah Pemuda tetap menjadi simbol kuat patriotisme nasional Indonesia. Namun, perlu kita sadari bahwa sejarah kompleks ini masih perlu dieksplorasi lebih lanjut untuk memahami sepenuhnya bagaimana ide-ide Barat dan lokal saling berefektif dalam membentuk identitas nasional Indonesia. Dengan demikian, tulisan ini tidak hanya menjelaskan jejak infiltrasi freemasonry dan teosofi dalam gerakan intelektual Indonesia tetapi juga menyoroti kompleksitas historis yang saling terkait dalam pembentukan identitas patriotik bangsa kita.
Baca juga : Bangkit dan Runtuhnya Kerajaan Majapahit: Sebuah Cerita Kejayaan dan Kemunduran
Baca juga : Kiprah satuan kapal selam Angkatan Laut Hindia Belanda (Bagian 1)