Kebencian terhadap Nabi Muhammad SAW sudah mengakar di peradaban Barat
ZONA PERANG(zonaperang.com) Sejak awal menyampaikan misi dakwahnya, Nabi Muhammad SAW telah menghadapi tantangan yang sangat keras dari kaum Yahudi dan Nasrani.
Sebab, ajaran yang dibawanya membongkar dasar-dasar kepercayaan Yahudi dan Kristen. Bagi umat Muslim, Nabi Isa adalah utusan Allah SWT untuk kaum Bani Israel, yang secara tegas mengabarkan akan datangnya nabi terakhir, yaitu Muhammad SAW.
Bahkan, orang-orang yang menuhankan Isa AS dikatakan secara tegas oleh Nabi Muhammad SAW sebagai kaum kafir. (QS ash-Shaf: 6, al-Maidah: 72-75).
Baca juga : Apakah Dinasti Kerajaan Inggris keturunan langsung Panglima dan Nabi Besar Umat Islam Muhammad SAW?
Karen Armstrong
Dalam bukunya, Muhammad: A Biography of the Prophet, Karen Armstrong seorang mantan biarawati asal Inggris mengungkap bagaimana sejarah kebencian kaum Kristen Barat terhadap Muhammad SAW yang berurat berakar dalam sejarah.
Dalam legenda-legenda di zaman pertengahan di Barat, Seorang Nabi Muhammad digambarkan sebagai tukang sihir, penderita penyakit epilepsi (ayan), seorang yang dikuasai roh jahat, dan penipu berdarah dingin. Kehidupan seksnya digambarkan penuh birahi.
Tokoh-tokoh Kristen Barat ketika itu berusaha menciptakan legenda bahwa Islam adalah pecahan Kristen. Konon, ada seorang ’heretic’ (Kristen yang menyimpang) bernama Sergius yang bertemu Muhammad dan mengajarkan versi Kristen yang menyimpang.
Karen Armstrong menyebut sikap Barat terhadap Islam yang tidak sehat sebagai schizophrenic dan Islamophile. Paus Clement V / Bertrand de Goth(1305-1314) menyebut kehadiran Islam di wilayah Kristen sebagai suatu penghinaan terhadap Tuhan. Di Abad Pertengahan, banyak orang Kristen Barat masih menganggap bahwa kaum Muslim adalah penyembah Nabi Muhammad sebagaimana kaum Kristen menyembah Kristus.
Dalam karyanya, History of Charlemagne, Pseudo-Turpin menggambarkan kaum Muslim (Saracen) sebagai penyembah Dewa Mahomet, Apollo dan Tervagant.
Pada abad ke-12, Peter the Venerable / Peter of Montboissier dari biara Cluny Saône-et-Loire Perancis, mulai melakukan kajian yang lebih serius tentang Islam. Peter membentuk tim penerjemah yang menerjemahkan buku-buku Islam ke dalam bahasa Latin.
Schizophrenic yang anti-Islam
Proyek terjemahan Alquran dalam bahasa Latin pertama selesai tahun 1143 dibawah koordinasi Robert of Ketton / Rodbertus Ketenensis. Peter terkenal dengan semboyannya agar dalam menghadapi kaum Muslim, jangan menggunakan kekerasan, senjata atau kebencian.
Tetapi, gunakanlah logika, kata-kata dan kasih. Tetapi, orang seperti Peter the Venerable pun, menurut Armstrong juga mengidap mentalitas schizophrenic(gangguan mental yang dapat memengaruhi tingkah laku, emosi, dan komunikasi) yang anti-Islam.
Ketika Raja Louis VII the Younger King of the Franks dari Perancis memimpin Perang Salib II 1147, Peter mengirim surat yang meminta Louis membunuh sebanyak mungkin kaum Muslim sebagaimana Moses dan Joshua membunuh kaum Amorit dan Kanaan.
Baca juga : Ekspedisi Tabuk : Pengerahan pasukan Muslim dalam lingkungan paling menantang
Baca juga : Jarang Diketahui, 7 Pertempuran yang Menentukan Sejarah Dunia
Perang terhadap Islam & Kartun
Di era modern, rasa dengki dan permusuhan terhadap Nabi Muhammad SAW pun tak pernah pupus. Masih segar dalam ingatan Muslim sedunia, pada edisi 30 September 2005 lalu, koran Jyllands- Posten, Denmark, memuat 12 gambar kartun yang sangat menghina dan melecehkan Nabi Muhammad SAW.
Dalam satu kartun digambarkan Nabi tampil dalam sorban yang bentuknya mirip bom yang dipasang pada bagian kepalanya. Tentu, maksud si pembuat kartun berusaha menggambarkan Nabi terakhir itu sebagai sosok teroris. Pada kartun lain, Nabi SAW digambarkan sedang berteriak kepada sejumlah orang, “Berhenti, kita sudah kehabisan perawan!”
Beberapa waktu sebelumnya, Ratu Denmark, Margrethe II / Margrethe Alexandrine Þórhildur Ingrid, juga sudah mengumumkan perang terhadap Islam. Kata Sang Ratu:
“Selama beberapa tahun terakhir ini, kita terus ditantang Islam, baik secara lokal maupun global. Ini adalah sebuah tantangan yang harus kita tangani dengan serius. Selama ini kita terlalu lama mengambangkan masalah ini karena kita terlalu toleran dan malas …. Kita harus menunjukkan perlawanan kita kepada Islam dan pada saatnya, kita juga harus siap menanggung risiko mendapat sebutan yang tidak mengenakkan, karena kita tidak menunjukkan sikap toleran.” (Biografi Ratu Margrethe II, April 2003, dikutip dari Republika, 7/2/2006).
Baca juga : 5 Perang Besar dan Bersejarah yang Terjadi di Bulan Ramadan
Baca juga : Mengenal Usama bin Zaid, Panglima Islam Termuda
Mengembalikan identitas kekristenan Eropa
Konsili Vatikan II, 1962-1965, menjadi tonggak baru bagi Gereja Katolik dalam pendekatan terhadap agama-agama lain, termasuk kepada umat Islam.
Doktrin ‘Nostra Aetate’ memuat kata-kata simpatik terhadap umat Islam dan mengajak kaum Muslim melupakan konflik-konflik masa lalu. Tetapi, secara teologis, tokoh Gereja Katolik tetap menegaskan perbedaan mendasar antara Islam dan Kristen.
Paus Benediktus XVI, yang mundur pada 2013, misalnya, dikenal tegas dan lugas pandangannya terhadap Islam.
Dalam buku The Rule of Benedict XVI (New York: HarperCollins Publisher, 2006) karya David Gibson, disebutkan bahwa Paus Benediktus, yang ketika itu masih sebagai Kardinal Ratzinger, membuat pernyataan bahwa Turki harus dicegah masuk Uni Eropa karena Turki lebih mewakili kultur Islam ketimbang kultur Kristen, juga karena sejarahnya yang penuh konflik dengan Eropa. Paus Bene diktus ini dikenal sebagai sosok yang ingin mengembalikan identitas kekristenan Eropa.
Baca juga : Kisah Sahabat Nabi Hassan bin Tsabit : Sang Pelumpuh Propaganda Hitam dan Hoax
Baca juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa