Islam pernah menjadi agama mayoritas di wilayah Filipina pada abad ke-15
ZONA PERANG(zonaperang.com) Filipina merupakan negara ke-12 dengan tingkat populasi tertinggi, yaitu lebih dari 120 juta, mayoritas penduduknya menganut Kristen. Persentasenya mencapai 90 persen dari total populasi, dari jumlah tersebut sebanyak 80 persen penganut Katolik.
Sementara Muslim hanya sekitar 5 persen dari jumlah penduduk, sebagian besar berdomisili di Mindanao Selatan. Padahal, Islam pernah menjadi mayoritas pada abad ke-15 di wilayah Filipina hingga berdirinya kerajaan Islam, yaitu Kesultanan Sulu.
Baca juga : Tahukah Anda? Ibukota Manila, dulu bernama “Fi Amanilah”
Kesultanan Islam
Sejak 1500, Kesultanan Sulu kian mapan terbentuk, yakni dengan menyatukan kelompok-kelompok masyarakat Muslim yang tersebar di pulau-pulau Filipina selatan.
Bahkan, menurut Catatan Mackenzieninstitute Kanada, sebelum kesultanan tersebut berdiri pula Kesulatanan Mindanao Islam pada 1475 yang didirikan Syarif Muhammad Kabungsuwan.
Dia merupakan seorang Arab-Melayu yang ikut menyebarkan Islam di Filipina selatan. Pada 1515, dia mendirikan Kesultanan Maguindanao.
Di bawah pemerintahannya, sistem hukum Islam mulai diberlakukan secara menyeluruh. Hikmat penerapannya tertuang dalam dokumen Maguindanao Code of Law atau Luwaran. Sistem tersebut didasarkan pada kitab-kitab rujukan umumnya, yakni mazhab Syafi’i dalam hal fikih.
Tidak hanya sebagai pemimpin, perannya juga meliputi dakwah Islam, khususnya meluruskan penerapan agama ini di Mindanao. Pengetahuannya yang luas tentang Islam membuatnya menjadi rujukan di kalangan masyarakat.
Baca juga : 22 April 1529, Perjanjian Saragosa ditandatangani : Ketika Dunia Hanya Milik Spanyol & Portugis
Penjajah Spanyol dan Amerika
Lantas, mengapa Islam yang pernah mayoritas di Filipina berubah menjadi minoritas? Hal ini tak lain dikarenakan penjajahan negara kolonial yang berlangsung kurang lebih 333 tahun oleh Spanyol dan disusul dengan penjajahan 42 tahun Amerika Serikat.
Sebagian sejarawan mencatat, seandainya tidak ada penjajahan tersebut, tentunya, Filipina akan menjadi negara mayoritas berpenduduk Muslim seperti Indonesia.
Kontak Eropa pertama yang didokumentasikan dengan Filipina dilakukan pada tahun 1521 oleh Ferdinand Magellan dalam ekspedisi kelilingnya, di mana ia terbunuh dalam Pertempuran Mactan. Empat puluh empat tahun kemudian, ekspedisi Spanyol yang dipimpin oleh Miguel López de Legazpi meninggalkan Meksiko modern dan memulai penaklukan Spanyol atas Filipina. Ekspedisi Legazpi tiba di Filipina pada tahun 1565, pada masa pemerintahan Philip II dari Spanyol, yang namanya tetap melekat pada negara tersebut.
Pada tahun 1571, Spanyol, rekrutan Latin-Amerika mereka dan sekutu Filipina (Visayan) mereka, yang dikomandoi oleh penakluk yang cakap seperti Juan de Salcedo kelahiran Meksiko menyerang Maynila, sebuah negara bawahan Kesultanan Brunei dan menjajah plus menggabungkan kerajaan Tondo serta mendirikan Manila sebagai ibu kota Hindia Timur Spanyol.
“Filipina Spanyol dari 1565 hingga 1898 atau Era Spanyol, di mana Kepulauan Filipina diperintah sebagai Hindia Timur Spanyol, awalnya di bawah Kerajaan Viceroyalitas Spanyol Baru, yang berpusat di Mexico City, hingga kemerdekaan Meksiko dari Spanyol pada tahun 1821. Hal ini mengakibatkan kontrol langsung Spanyol selama periode ketidakstabilan pemerintahan di sana. Namun, tidak seperti koloni Amerika Spanyol, Filipina, yang kurang signifikan bagi perekonomian Spanyol, berada di bawah kendali kerajaan yang jauh lebih sedikit.”
Asimilasi(perpaduan kelompok atau individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda) penjajah Spanyol hanya berhasil menciptakan perpecahan antara umat Kristen Filipina di bawah kekuasaan Spanyol dan masyarakat Muslim yang menolak penaklukan.
Baca juga : 2 Januari 1492, Granada: pertahanan terakhir muslim di Spanyol, menyerah.(Hari ini dalam Sejarah)
Baca juga : 16 November 1532 : Penjajah Spanyol Francisco Pizarro menjebak kaisar Inca Atahualpa
Kaum Muslim tetap terisolasi dari perkembangan
Hal yang sama terjadi saat rezim Amerika di mana Muslim dimusnahkan pasukan militer ketika umat Islam menolak penaklukan dan menolak eksploitasi sumber daya di wilayah Mindanao. Amerika kemudian menyadari proses itu sia-sia.
‘Kata “Moro” – kata Spanyol untuk “Moor”- adalah sebutan untuk orang-orang Muslim yang tinggal di Filipina Selatan, daerah yang mencakup Mindanao, Jolo dan Kepulauan Sulu yang berdekatan.’
Namun, selama beberapa tahun belakangan, inisiatif Amerika untuk mengintegrasikan masyarakat Muslim dengan mayoritas orang Filipina hanya menyebarkan perpecahan dalam budaya dan agama. Akibatnya, kerusuhan sosial dan konflik situasi menyebar dan berkembang.
‘Orang Moro memiliki sejarah 400 tahun menentang pemerintahan asing. Perjuangan bersenjata yang kejam melawan Spanyol, melawan Amerika, dan melawan Jepang dianggap oleh para pemimpin Moro saat ini sebagai bagian dari “gerakan pembebasan nasional” Bangsamoro (Bangsa Moro) yang telah berlangsung selama empat abad. Konflik ini terus berlanjut dan berkembang menjadi perang kemerdekaan mereka saat ini melawan negara Filipina. “Budaya jihad” muncul di antara orang-orang Moro karena perang selama berabad-abad melawan penjajah Spanyol.’
Kaum Muslim tetap terisolasi dari perkembangan yang digalakkan pemerintah di wilayah utara Filipina. Faktanya, gerakan separatis tumbuh dan kebencian antara Kristen dan Muslim dikembangkan.
Baca juga : 06 Mei 1942, The Fall of the Philippines : Semua pasukan Amerika di Filipina menyerah tanpa syarat