Reruntuhan Kolonialisme Portugis di Nusantara
ZONA PERANG(zonaperang.com) Ternate merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja pertamanya adalah Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin sendiri merupakan murid dari Sunan Giri atau Raden Paku di Kerajaan Islam Demak.
Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur ini menjadi incaran para pedagang, baik dari dalam negeri maupun bangsa dari luar negeri, karena Maluku kaya akan rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat berkembang berkat hasil rempah-rempah terutama cengkeh. Tidak jauh dari Kesultanan Ternate, juga terdapat Kesultanan Tidore yang juga punya pengaruh kuat di kawasan tersebut dengan Sultan Mansur sebagai raja.
Baca juga : 22 April 1529, Perjanjian Saragosa ditandatangani : Ketika Dunia Hanya Milik Spanyol & Portugis
Adu domba dan monopoli
Pada awalnya Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian tersebut tidak berlangsung lama. Alasannya, tidak lain karena campur tangan bangsa asing, yang saat itu adalah Spanyol yang kelak akan diminta mundur ke Utara di Filipina karena perintah Paus. Spanyol mengadu domba kedua kesultanan yang sebelumnya berteman, yakni dengan membela salah satu kesultanan. Berkoloni dengan Tidore, keduanya lantas memusuhi Ternate.
Kedatangan bangsa Portugis di Kesultanan Ternate pada tahun 1512 diterima dengan baik. Sultan Ternate mengharapkan bantuannya untuk melawan kesultanan Tidore yang saat itu dibantu oleh armada laut Spanyol.
“Pihak Ternate mempersilakan Portugis untuk mendirikan benteng pertama di Pulau Ternate bernama Benteng Sao Paulo atau Benteng Gamalama, yang pembangunannya selesai pada 1522.”
Namun, setelah diberikan izin mendirikan benteng di sana, ternyata Portugis menuntut monopoli perdagangan rempah-rempah, yakni pala dan cengkeh yang merupakan primadona di eropa. Antara kedua belah pihak tidak ada kontrak yang mengatur masalah perdagangan cengkeh dan pala. Atas hal ini, rakyat pun tidak senang dengan tindakan yang dilakukan oleh Portugis.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut.
Simbol Penjajahan Portugis
Di lain pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran agama mereka. Penyebaran agama ini mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun atau Sultan Khairun Jamil (1550-1570). Ketika diajak berunding dan dijamu di benteng Sao Paulo, Sultan Khairun dibunuh secara keji oleh Portugis.
Rasa tidak senang rakyat ini kemudian meledak ketika Sultan Hairun diketahui dibunuh oleh Marten Alfonso Pimental atas perintah Diago Lopez de Musquita pada tahun 1570. Sultan Baabullah selaku putera Hairun pun bersumpah akan menuntut balas atas kematian ayahnya dan mengusir semua orang Portugis dari Ternate.
Pasukan Baabullah dengan menggunakan teknik isolasi mengepung benteng Sao Paolo hingga 5 tahun, dengan harapan agar orang-orang Portugis akan menyerah setelah persediaan makanan mereka habis. Selama dilakukan isolasi dan pengepungan, Sultan Baabullah juga melakukan serangan-serangan terhadap kedudukan Portugis lainya hingga hanya menyisakan
pulau Timor bagian Timur (Timor Timur / Timor Leste).
Pada tahun 1575, Sultan Baabullah “Penguasa 72 Pulau” berhasil menduduki benteng Sao Paolo, setelah orang-orang Portugis yang bertahan di sana menyerah. Mereka diberikan waktu selama 24 jam untuk meninggalkan Ternate dengan membawa harta milik mereka.