Artikel

Kisah pengkhianatan & Raja-Raja Boneka Inggris: Sejarah Gelap Monarki Yordania

  • Yordania dan Dinasti Hashimiyah: Warisan Kolaborasi yang Tak Terhapuskan
  • Jejak Kolonial Inggris dalam Pembentukan Kerajaan Yordania
  • Raja Abdullah II adalah penguasa Yordania yang memimpin sejak tahun 1999. Kisah tentang bagaimana beliau menjadi raja adalah bagian dari sejarah yang panjang dan kompleks tentang pembentukan Kerajaan Yordania, yang tak lepas dari peran Inggris dan politik kolonial mereka di Timur Tengah.

ZONA PERANG (zonaperang.com) Yordania, sebuah negara di Timur Tengah yang dikenal dengan sejarahnya yang kaya dan kompleks, menyimpan cerita menarik tentang bagaimana dinasti Hashimiyah berkuasa. Raja Abdullah II, penguasa Yordania saat ini, adalah bagian dari garis keturunan yang akarnya tidak bisa dilepaskan dari kolaborasi dengan kekuatan kolonial Inggris pada awal abad ke-20.

Kisah ini bukan hanya tentang naiknya seorang raja, tetapi juga tentang intrik politik, pengkhianatan, dan munculnya raja-raja boneka yang dibentuk oleh kepentingan asing.

Sampul depan: Raja Abdullah II bin Al-Hussein dan Hussein bin Ali al-Hashimi pemimpin Arab dari Bani Qatadah dari klan Banu Hashim yang menjadi Sharif dan Emir Mekkah dari tahun 1908 dan memproklamasikan Pemberontakan Arab Besar melawan Kesultanan Ottoman

Baca juga : Keberanian Tanpa Senjata: Kisah Desmond Doss di Hacksaw Ridge

Baca juga : Permainan Besar di Timur Tengah: Jalinan Wahabi, Saudi, Inggris dan Zionisme

Sebuah Monarki Buatan

Sebuah garis waktu;

  1. Raja Abdullah II dari Yordania berasal dari dinasti Hashemite, keluarga yang pernah memerintah Mekkah & Madinah. Namun, bagaimana mereka akhirnya memerintah Yordania saat ini? Semuanya berawal dari Sharif Hussein bin Ali, Amir Mekkah.
  2. Sharif Hussein diangkat menjadi Amir Mekkah oleh kesultanan Ottoman pada tahun 1908. Namun pada tahun 1916, ia mengkhianati Khilafah Ottoman dengan melancarkan Pemberontakan Arab, yang didukung oleh Inggris, yang menjanjikan kepadanya sebuah kerajaan Arab.
  3. Meskipun mungkin ada beberapa ketidakpuasan terhadap kekuasaan Ottoman, pertumpahan darah dan perpecahan yang terjadi di Timur Tengah sejak itu, jauh lebih besar daripada itu.
  4. Inggris tidak pernah berniat menepati janji mereka. Ketika Sharif Hussein berperang melawan Ottoman, Inggris dan Prancis secara diam-diam menandatangani Perjanjian Sykes-Picot (1916) yang membagi Timur Tengah di antara mereka.
  5. Setelah Perang Dunia I, alih-alih memberikan kemerdekaan kepada bangsa Arab, Inggris dan Prancis justru menjajah wilayah tersebut. Prancis merebut Suriah, Inggris merebut Palestina dan Irak. Mimpi Sharif Hussein untuk memerintah kekaisaran Arab pun hancur.
  6. Sebagai bentuk penghiburan, Inggris mengangkat putranya Abdullah sebagai Emir Transyordania (1921) dan putranya yang lain Faisal sebagai Raja Irak. Begitulah cara Bani Hasyim ditempatkan di atas takhta Yordania – melalui tangan Inggris.
  7. Sementara itu, pada tahun 1924, Sharif Hussein kehilangan Mekkah dan Madinah ketika Ibn Saud menaklukkan Hijaz dan mendirikan Negara Saudi. Inggris diam-diam mendukung Ibn Saud dan mengkhianati Sharif Hussein. Bani Hasyim diusir dan kekuasaan mereka di Arab Saudi saat ini berakhir.
  8. Raja Abdullah I memerintah Transyordania hingga 1951 ketika ia dibunuh oleh seorang nasionalis Palestina karena kerja samanya dengan Inggris & penjajah Israel. Cucunya, Raja Hussein, mengambil alih kekuasaan & memerintah hingga 1999.
  9. Raja Hussein menandatangani perjanjian damai dengan kolonial Israel (1994), menjadikan Yordania sebagai negara Arab kedua yang mengakui negara Zionis apartheid tersebut.
  10. Inilah bagaimana keluarga Sharif Hussein kehilangan Mekkah & Madinah tetapi mendapatkan Yordania & Irak – bukan karena keinginan rakyat, tetapi melalui strategi kolonial Inggris.

Baca juga : 5 Oktober 1965: Peringatan HUT ABRI Berselimut Duka karena Pengkhianatan G30S/PKI

Baca juga : Mirza Ghulam Ahmad dan Kolonialisme: Sejarah Ahmadiyah yang Kontroversial

Pengkhianatan Hashemite terhadap Kesultanan Utsmaniyah

Pada awal abad ke-20, Timur Tengah masih berada di bawah Kesultanan Utsmaniyah. Namun, Inggris melihat peluang untuk menggoyahkan kekuasaan Utsmaniyah dengan mendukung pemberontakan Arab.

🔹 T.E. Lawrence (Lawrence of Arabia), seorang perwira Inggris, berperan besar dalam meyakinkan Syarif Hussein dari Mekkah, pemimpin Hashemite, untuk memberontak melawan Utsmaniyah dengan janji kemerdekaan bagi bangsa Arab.

🔹 Hussein dan anak-anaknya, Faisal dan Abdullah, percaya pada janji Inggris dan melancarkan Revolusi Arab (1916-1918), membantu Inggris mengalahkan Utsmaniyah di wilayah tersebut.

🔹 Namun, Inggris memiliki agenda tersembunyi: Mereka menandatangani Perjanjian Sykes-Picot dengan Prancis, membagi wilayah Arab tanpa memberi kemerdekaan yang dijanjikan.

Setelah Utsmaniyah kalah, Hashemite dikhianati oleh Inggris sendiri:

  • Faisal diusir dari Suriah oleh Prancis setelah upaya mendirikan Kerajaan Arab Suriah gagal.
  • Hussein kehilangan Mekkah kepada keluarga Saud, yang didukung oleh Inggris sebagai gantinya.
  • Abdullah terdampar di Yordania, tanpa tanah, tanpa kekuasaan.

“Namun, janji Inggris ternyata penuh tipu muslihat. Melalui Perjanjian Sykes-Picot (1916), Inggris dan Prancis secara diam-diam membagi wilayah Timur Tengah untuk kepentingan mereka sendiri. Sementara itu, Deklarasi Balfour (1917) menjanjikan tanah Palestina kepada gerakan Zionis, yang bertentangan dengan harapan Sharif Hussein.”

Yordania: Sebuah Negara Hadiah dari Inggris

Melihat bahwa Abdullah Hashemite tidak memiliki tempat untuk berkuasa, Inggris memutuskan membuat sebuah negara untuknya: Emirat Transyordania (1921).

  • Wilayah ini adalah bagian dari Mandat Inggris, dan Inggris memberikan Abdullah kekuasaan sebagai raja boneka.
  • Tidak ada sejarah Yordania sebagai sebuah entitas sebelumnya—ini adalah negara buatan kolonial.
  • Inggris mendanai dan melatih Pasukan Arab Legiun, yang tetap menjadi alat Inggris dalam menekan gerakan nasionalis Arab.

Sejak saat itu, dinasti Hashemite bertahan dengan dukungan Barat, bukan karena dukungan rakyatnya.

Baca juga : Abdel Fattah el-Sisi: Penjaga Stabilitas Mesir atau Pelayan Kepentingan Asing?

Baca juga : Bangkit dan Runtuhnya Kerajaan Majapahit: Sebuah Cerita Kejayaan dan Kemunduran

Dari Abdullah I ke Hussein: Kesetiaan pada Barat di Tengah Krisis

🔹 Abdullah I dibunuh di Yarusalem pada tahun 1951 karena dianggap terlalu dekat dengan kolonial Israel, meninggalkan putranya Talal, yang kemudian turun takhta karena masalah mental.

Abdullah I, kakek Raja Abdullah II ini adalah figur yang kontroversial. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai “boneka” Inggris karena kebijakannya yang sering sejalan dengan kepentingan kolonial.

Abdullah I memerintah dengan dukungan Inggris, yang memberinya kekuasaan dan perlindungan militer. Namun, kebijakannya, terutama yang terkait dengan Palestina, menuai kritik. Dia diam-diam bernegosiasi dengan pemimpin Zionis, yang dianggap sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat Palestina.

🔹 Digantikan oleh Hussein bin Talal (Raja Hussein, 1952-1999), yang dikenal karena:

  • Berkolaborasi dengan entitas ilegal Israel secara diam-diam, meskipun negaranya berpura-pura menentang.
  • Menekan oposisi nasionalis Arab, seperti kelompok pro-Nasser.
  • Tetap setia pada AS dan Inggris, meskipun dunia Arab berubah.

Pada saat perang 1967, Yordania kehilangan Tepi Barat ke Israel, tetapi kerajaan tetap bertahan karena dukungan dari Inggris dan Amerika Serikat.

Naiknya Abdullah II: Pewaris Dinasti Boneka

Ketika Raja Hussein meninggal pada tahun 1999, tahta jatuh ke tangan Abdullah II, yang:

  • Melanjutkan hubungan erat dengan AS dan Inggris.
  • Menjaga status quo dengan penjajah Israel, bahkan saat rakyat Yordania mendukung Palestina.
  • Menekan gerakan pro-demokrasi di dalam negeri.
  • Abdullah II tetap bertahan sebagai raja karena dukungan Barat, bukan karena dukungan rakyatnya.

Sebagai lulusan sekolah militer terkemuka di Inggris dan Amerika Serikat, Abdullah II dianggap sebagai pemimpin yang modern dan pro-Barat. Namun, dia juga menghadapi kritik dari dalam negeri, terutama terkait kebijakannya yang dianggap terlalu dekat dengan penjajah Israel dan Amerika Serikat.

Di bawah kepemimpinannya, Yordania tetap menjadi sekutu penting Barat di Timur Tengah, tetapi tekanan internal, termasuk ketidakpuasan ekonomi dan pengaruh gerakan pro-demokrasi.

Sebuah Dinasti yang Berdiri di Atas Manipulasi

Kerajaan Yordania adalah salah satu contoh paling jelas dari monarki boneka yang diciptakan oleh kolonialisme Barat. Dari pengkhianatan terhadap Utsmaniyah, kolaborasi dengan Inggris, hingga mempertahankan kekuasaan dengan bantuan Amerika, Dinasti Hashemite telah berulang kali membuktikan bahwa kelangsungan mereka bergantung pada kekuatan asing.

Di dunia yang terus berubah, pertanyaannya adalah:

Seberapa lama lagi dinasti yang dibangun di atas pengkhianatan ini bisa bertahan?

Referensi

  • “The Modern History of Jordan” oleh Kamal S. Salibi
  • “King Abdullah II: Our Last Best Chance” oleh Raja Abdullah II
  • “A History of the Modern Middle East” oleh William L. Cleveland dan Martin Bunton
  • “The Arabs: A History” oleh Eugene Rogan
  • “Lawrence of Arabia: War, Deceit, Imperial Folly and the Making of the Modern Middle East” oleh Scott Anderson
  • “The Hashemites: The Dream of Arabia” oleh Robert McNamara

Baca juga : Otoritas Palestina: Alat Zionis atau Pembela Rakyat?

Baca juga : Sejarah dan Dinamika Politik Syria: Dari Tanah Syam hingga Kejatuhan Rezim Bashar al-Assad

 

ZP

Recent Posts

Perempuan Palestina: Pilar Perlawanan Melawan Pendudukan di Women’s History Month

Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Palestina, perempuan telah memainkan peran yang sangat penting, tidak hanya sebagai…

23 jam ago

Operation Mongoose: Upaya Rahasia Amerika untuk Menggulingkan Fidel Castro

Proyek Kuba dan Upaya Rahasia untuk Menaklukkan Komunisme di Belahan Barat Operasi Mongoose, atau Proyek…

2 hari ago

Solidaritas untuk Palestina: 5 Aksi Nyata yang Bisa Kita Lakukan

Lawan Penindasan! Begini Cara Anda Bisa Membantu Palestina Lima Langkah Konkret untuk Mendukung Palestina dari…

3 hari ago

Southeastern Anatolia Project (GAP): Proyek Ambisius Turki untuk Mengendalikan Air di Timur Tengah

Air Sebagai Senjata: Bagaimana Proyek Anatolia Tenggara Mengubah Dinamika Geopolitik Dari Pembangunan ke Penguasaan: Dampak…

4 hari ago

27 Februari 2019: Saat PAF dan IAF Bertempur di Langit Kashmir

Operasi Swift Retort vs Operasi Bandar: Analisis Pertempuran Udara India-Pakistan Aset IAF tidak berada di…

5 hari ago

Yak-141 “Freestyle”: Jet Soviet yang Menginspirasi F-35B Lightning

Pioneering Flight: The Story of Yak-141 and Its Influence on F-35B Development Yak-141: Jet Tempur…

6 hari ago