Pengejaran dedengkot Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil(APRA) dari Bandung hingga ke Pelabuhan Tanjung Priok. Baku tembak dengan tentara Indonesia
ZONA PERANG (zonaperang.com) – GAGAL menguasai Bandung pada 23 Januari 1950, para prajurit APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) mundur ke arah Cianjur. Di sana lagi-lagi ratusan pengikut Kapten Westerling tersebut harus menghadapi batu sandungan dari Batalyon H Divisi Siliwangi pimpinan Mayor Sutoyo.
“Mereka terkepung dan kocar-kacir, bahkan sebagian nekad menerjunkan dirinya ke jurang-jurang yang ada di wilayah hutan-hutan Maleber, Kabupaten Kuningan, “ tulis Kolonel (purn) Mochamad Rivai dalam Tanpa Pamrih, Kupertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Melarikan diri
Sadar gerakannya patah di tengah jalan, Raymond Pierre Paul Westerling (31 August 1919 – 26 November 1987) memutuskan untuk melarikan diri ke Jakarta. Pengawal setianya Pim Colsom dan dua anggota polisi Indonesia yang membelot menyertai pelarian Westerling. Sang kapten melarikan diri menggunakan tiga mobil yang ia tumpangi secara bergantian di tiap titik tertentu.
“Intelijen kami mengidentifikasi mobil-mobil itu masing-masing berplat nomor wilayah Bandung dan Jakarta: D 1067, D 1373, B 16107,” ujar Rivai.
Jakarta
Menurut sejarawan Salim Said, sesampai di Jakarta, Westerling yang lulusan Commando Basic Training Center Inggris hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satunya adalah rumah milik seorang Belanda di bilangan Kebon Sirih, ujar mantan jurnalis yang pernah mewawancarai Westerling secara langsung di Belanda pada 1970-an.
Awal Februari 1950, salah satu pendukung kuat Westerling dari kalangan mantan KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda), Letnan Kolonel Rappard tewas dalam suatu pengepungan oleh kesatuan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) di Jakarta.
Tewasnya Rappard menjadikan Westerling gundah dan memutuskan untuk lebih cepat melarikan diri ke luar Indonesia. Maka disusunlah sebuah rencana pelarian yang melibatkan beberapa pejabat tinggi militer dan sipil Belanda.
Team Pemburu
Konspirasi melarikan Westerling ke luar negeri, ternyata tercium jua oleh intelijen APRIS. Maka dibentuklah secara kilat tim pemburu Westerling oleh pihak militer Indonesia Serikat dipimpin oleh Mayor Brenthel Soesilo.
Menurut salah satu anggota tim pemburu, Letnan Johannes Cornelis Princen (21 November 1925, The Hague – 2 February 2002, Jakarta), Kamis, 23 Februari 1950, tim-nya menerima informasi dari agen intelijen di lapangan bahwa Westerling dengan dikawal beberapa orang bergerak ke arah Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kami lalu mengutus Letnan Supardi dan Letnan Kesuma untuk mengejar Westerling…” ujar mantan serdadu Belanda yang membelot ke pihak Republik Indonesia tersebut.
Dengan menggunakan jip Willys Jeep, menjelang pukul 19.00, bergeraklah kedua prajurit APRIS tersebut ke Tanjung Priok. Di mulut Pelabuhan II, mereka berpapasan dengan kendaraan yang ditumpangi Westerling.
Negosiasi
Alih-alih menghindar, Westerling yang saat itu menggunakan seragam KNIL berpangkat sersan, malah turun dari mobil dan mendekati Letnan Supardi dan Letnan Kesuma.
“Orang gila itu malah mengajak kedua letnan tersebut singgah di satu bar dan minum bir…” kenang Princen.
Ajakan itu ditampik. Letnan Kesuma justru mengajak Westerling untuk singgah sebentar ke sebuah pos tentara APRIS di dekat pelabuhan. Westerling setuju. Ia lantas menaiki mobilnya dan mengikuti jip yang ditumpangi Letnan Kesuma dan Letnan Supardi.
Namun belum 100 meter bergerak, tiba-tiba serentetan tembakan menyalak dari kendaraan Westerling dan membuat jip yang dikendarai kedua tentara APRIS itu terjungkal seketika. Setelah menembak, mobil yang ditumpangi Westerling kemudian berbalik kembali ke arah pelabuhan dan berjalan dengan kecepatan tinggi.
Mengetahui anak buahnya tertembak, Mayor Brenthel Soesilo ganti yang mengejar Westerling. Bersama Letnan Princen, mereka bahkan sempat adu tembak dengan pengawal-pengawal Westerling di Pelabuhan II Tanjung Priok.
Singapura
Di tengah pertempuran kecil itulah, Westerling meluputkan diri ke Singapura dengan bantuan sebuah pesawat PBY Catalina milik “Marineluchtvaartdienst – MLD” (Dinas Penerbangan Angkatan Laut).
Karena alasan masuk tanpa surat izin, sesampai di Singapura walaupun sempat ditampung simpatisan Pao An Tui(pasukan pertahanan diri China pro-Belanda saat perjuangan kemerdekaan Indonesia), Westerling ditahan pihak keamanan Inggris.
Baca Juga : 11 Januari 1942, Tarakan Kalimantan dan Kuala Lumpur Malaya Jatuh ke Tangan Jepang(Hari ini dalam Sejarah)
Begitu mendapat kabar tersebut, pemerintah RIS langsung meminta kepada otoritas Inggris di Singapura untuk mengekstradisi Westerling Indonesia. Namun dengan alasan Westerling adalah warga negara Belanda, pimpinan Pengadilan Tinggi Singapura, Hakim Evans, menolak permintaan tersebut.
Pada Agustus 1950, Westerling “diusir” dari Singapura. Ditemani Konsul Jenderal Belanda untuk Singapura, Mr. R. van der Gaag, ia bergerak menuju Eropa. Sezin van der Gaag pula ia lantas turun di Brussel, Belgia, sebelum beberapa waktu kemudian dialihkan ke Belanda secara diam-diam.