Mush’ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Suatu saat Mush’ab bin Umair dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas sangat penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Di samping itu, ia juga mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah sebagai peristiwa besar.
Sebenarnya, di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada Mush’ab.
Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah.
Cerdas dan Berbudi Pekerti Luhur
Mush’ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.
Ketika tiba di Madinah pertama kali, ia mendapati kaum Muslimin tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Namun beberapa bulan kemudian, meningkatlah jumlah orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.
Baca Juga : Ghafiqi adalah satu-satunya pemimpin Muslim yang berhasil memperluas wilayah di Eropa
Baca Juga : Janji Panglima Salahuddin Ayyubi Merebut Yerusalem dalam Perang Salib
Mush’ab memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur melampaui batas yang telah diterapkan. Ia sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Akhlaknya mengikuti pola hidup Rasulullah SAW yang diimaninya yang mengemban kewajiban hanya menyampaikan belaka. Demikianlah duta Rasulullah yang pertama itu telah mencapai hasil gemilang yang tiada taranya, suatu keberhasilan yang memang wajar dan layak diperolehnya.
Wajah Mushab bin Umair tampan, pakaiannya mahal, dan tubuhnya wangi.
Tak ada satu orang pun di Makkah yang tidak mengenal Mush’ab bin Umair. Wajahnya yang tampan, pakaiannya yang mahal, dan badannya yang wangi, membuat Mus’ab selalu menjadi perbincangan. Banyak gadis yang bermimpi menjadi istrinya. Terlahir dari keluarga terpandang, Mush’ab sudah biasa hidup dalam kemewahan.
Segala kehidupan itu dilakoninya sebelum Mush’ab mengenal Islam. Berita tentang Nabi Muhammad dan Islam di Makkah sampai juga di telinga Mush’ab. Ia pun penasaran. Akhirnya, Mush’ab menemui Nabi Muhammad di rumah seorang lelaki bernama Arqam. Di sana, Mush’ab banyak bertanya tentang Islam. Ia mulai tersentuh agama yang dibawa Nabi Muhammad ini.
Sang Ibu Mogok Makan dan memintanya keluar dari Islam
Namun, keislaman Mush’ab mendapatkan pertentangan dari keluarganya, terutama sang ibu. Ibunya mengurung Mush’ab dan menyiksanya. Meski begitu, Mush’ab tidak takut. Ia bahkan selalu membujuk ibunya untuk ikut masuk Islam. Suatu hari, Mush’ab melihat ibunya sakit. Ternyata, sang ibu melakukan mogok makan.
Hal itu dilakukannya agar Mush’ab meninggalkan Islam. Tapi, Mush’ab tidak gentar. “Saya tidak akan meninggalkan Islam sama sekali,” katanya. Mendengar jawaban Mus’ab, sang ibu akhirnya mengusir Mush’ab. Sejak saat itu, tak ada lagi Mus’ab yang memakai baju mahal dan wangi. Untuk tetap hidup, Mus’ab menjual kayu bakar. Ia juga menjadi pengikut Rasulullah.
Pemegang Bendera Perang dan Pahlawan yang Syahid
Dalam Perang Uhud, Mush’ab bin Umair adalah salah seorang pahlawan dan pembawa bendera perang. Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi, maka ia mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, lalu maju menyerang musuh. Targetnya, untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW. Dengan demikian ia membentuk barisan tentara dengan dirinya sendiri.
Baca Juga : Sahabat Nabi Sa’ad bin Rabi : Dermawan Kaya dan Pejuang Uhud Hingga Titik Darah Penghabisan
Baca Juga : Kisah Sahabat Nabi: Hamzah bin Abdul Muthalib, Singa Allah dan Pemimpin Para Syuhada
Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas tangan Mush’ab hingga putus, sementara Mush’ab meneriakkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Maka Mush’ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mush’ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Kehilangan kedua tangannya
Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush’ab pun gugur, dan bendera jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada.
Rasulullah bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush’ab, bercucuranlah dengan deras air matanya.
Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!(yaitu tumbuh-tumbuhan yang berbau wangi.)”
Baca Juga : 23 Maret 625 M (Perang Uhud), Di Hamra’ul Asad: Bukti Bahwa di Uhud Muslim Tidak Kalah!
Baca Juga : Abdullah bin Haram, Sahabat Nabi yang Berbicara Langsung kepada Allah SWT
Kemudian sambil memandangi burdah yang digunakan untuk kain penutup itu, Rasulullah berkata, “Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.”
Setelah melayangkan pandang, ke arah medan laga serta para syuhada, kawan-kawan Mush’ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, “Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah!”
Kemudian sambil berpaling ke arah sahabat yang masih hidup, Rasulullah bersabda, “Hai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka, serta ucapkanlah salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya.”
Baca Juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa
Baca Juga : 1 Februari 1553, Prancis Mengakui Utsmani Sebagai Kekuatan Utama Eropa