ZONA PERANG (zonaperang.com) Muawiyah lahir lahir empat tahun menjelang Rasulullah SAW menjalankan dakwah di kota Makkah. Riwayat lain menyebutkan dia lahir dua tahun sebelum diutusnya Muhammad SAW menjadi Nabi penutup.
Anak Abu Sufyan bin Harb sang pemuka Jahiliyah yang akhirnya masuk Islam
Beberapa riwayat menyatakan bahwa Muawiyah memeluk Islam bersama ayahnya, Abu Sufyan bin Harb dan ibunya Hindun binti Utbah tatkala terjadi Fathu Makkah. Namun riwayat lain menyebutkan, Muawiyah masuk Islam pada peristiwa Umrah Qadha’ tetapi menyembunyikan keislamannya sampai peritistiwa Fathu Makkah.
Pencatat wahyu yang diakui malaikat Jibril
Di masa Rasulullah SAW, dia diangkat sebagai salah seorang pencatat wahyu setelah bermusyawarah dengan Malaikat Jibril. Ambillah dia sebagai penulis wahyu karena dia jujur,” kata Jibril.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, Muawiyah diangkat menjadi salah seorang panglima perang di bawah komando utama Abu Ubaidah bin Jarrah. Kaum Muslimin berhasil menaklukkan Palestina, Syria (Suriah), dan Mesir dari tangan Imperium Romawi Timur(Byzantium). Berbagai kemenangan ini terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khathab.
Menjadi Gubernur
Ketika Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah menggantikan Umar, Muawiyah diangkat sebagai gubernur untuk wilayah Syria dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus menggantikan Gubernur Abu Ubaidah bin Jarrah.
Pada masa pemerintahan Ali, terjadi beberapa konflik antara kaum Muslimin. Di antaranya Perang Shiffin. Perang yang terjadi antara Ali dan Muawiyah ini berakhir dengan perdamaian.
Baca juga : 10 Oktober 680, Husain bin ‘Alī bin Abī Thālib syahid pada Pertempuran Karbala(Hari ini dalam Sejarah)
Baca juga : Abdullah bin Saba’, Yahudi, Syiah dan Kekacauan dunia
Khilafah
Ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh, kaum Muslimin sempat mengangkat putranya, Hasan bin Ali. Namun melihat keadaan yang tidak menentu, setelah tiga bulan, akhirnya Hasan mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyah bin Abi Sufyan.
Serah terima jabatan itu berlangsung di kota Kufah. Tahun inilah yang dalam sejarah dikenal dengan Amul Jama’ah (Tahun Kesatuan). Dengan demikian, Muawiyah resmi menjadi khalifah.
Beberapa kalangan ada yang menyebut Muawiyah dengan julukan yang jauh dari akhlak islami. Padahal walau bagaimanapun dia tetap sahabat Rasulullah, yang telah banyak memberikan sumbangan untuk Islam.
Dia ikut di berbagai peperangan, baik di masa Rasuullah atau Khulafaur Rasyidin. Mengenai tudingan yang menjelekkannya, tidak semuanya bisa diterima begitu saja.
Bahkan beberapa kebijakan yang oleh sebagian sahabat dianggap ‘menyimpang’ masih bisa dimaklumi. Kendati pun ada, hal itu wajar mengingat ia adalah manusia biasa yang kadang khilaf atau dipengaruhi orang-orang sekitarnya. Semua itu tidak mengurangi keutamaannya sebagai sahabat, bahkan masih terbilang keluarga dekat Rasulullah SAW.
Negarawan dan politikus ulung
Muawiyah dikenal sebagai negarawan dan politikus ulung. Ungkapannya tentang hal ini dicatat sejarah, “Aku tidak akan menggunakan pedangku selagi cambukku sudah cukup. Aku tidak akan menggunakan cambukku selagi lisanku masih bisa mengatasinya. Jika ada rambut yang membentang antara diriku dan penentangku, maka rambut itu tidak akan putus selamanya. Jika mereka mengulurkannya, maka aku akan menariknya. Jika mereka menariknya, maka aku akan mengulurnya.”
Kemampuan diplomasi yang tinggi
Dia mempunyai kemampuan diplomasi yang sangat tinggi sehingga Reynold A. Nicholson(1868-1945) dalam bukunya Literaty History of The Arabs(1907) menulis, “Muawiyah adalah seorang diplomat yang cakap dibanding dengan Cardinal Richelieu(1585-1642), politikus Prancis yang terkenal itu.” Lebih tepat lagi ia mencontohkan Muawiyah dengan Oliver Cromwell(1599-1658), politikus dan protektor Inggris yang termasyhur, yang pernah membubarkan parlemen.
Mengubah pemilihan menjadi turun temurun
Dalam menjalankan pemerintahannya, Muawiyah mengubah kebijaksanaan pendahulunya. Kalau pada masa empat khalifah sebelumnya, pengangkatan khalifah dilakukan dengan cara pemilihan, maka Muawiyah mengubah kebijakan itu dengan cara turun-temurun. Karenanya, khalifah penggantinya adalah Yazid bin Muawiyah, putranya sendiri.
Muawiyah adalah pendiri Daulah Umawiyah. Pada masa ini kaum Muslimin memperoleh kemajuan yang sangat pesat. Tidak hanya penyebaran agama Islam, tetapi juga penemuan-penemuan ilmu lainnya.
Cyprus dan Rhodes
Ketika Byzantium mengerahkan tentaranya untuk memperluas jajahannya, dia tiba di beberapa daerah kekuasaan Muawiyah. Untuk mengusir tentara Byzantium itu, Muawiyah mengerahkan 1.700 kapal perang kecil yang mampu menghalau pasukan musuh. Dengan tidak mengenal lelah, kaum Muslimin menaklukkan pulau Cyprus dan Rhodes di Laut Tengah.
Di samping itu, pada tahun 50 H, Muawiyah mengangkat Uqbah bin Nafi’ menjadi gubernur di Maroko. Dengan 10.000 tentara ia berhasil mengalahkan orang-orang Romawi. Ia juga dapat mengalahkan bangsa Barbar dan penduduk asli Afrika. Lebih dari itu semua, ia telah meletakkan pondasi Daulah Umawiyah yang telah mengharumkan nama Islam selama ratusan tahun.
Setelah menjabat sebagai gubernur di Palestina selama 10 tahun dan di Syam 10 tahun, serta sebagai Khalifah Daulah Umawiyah selama 20 tahun, Muawiyah meninggal dunia pada Kamis pertengahan Rajab 60 H dalam usia 78 tahun.
Baca juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa
Baca juga : 26 Agustus 1071, Pertempuran Manzikert: Jalan Awal Utsmani Turki di Byzantium(Romawi Timur)