- Pionir Jet Tempur: de Havilland Vampire dalam Sejarah AURI
- De Havilland Vampire, pesawat tempur jet pertama yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (AURI), telah menorehkan sejarah panjang dalam dunia penerbangan Indonesia. Pesawat ini tidak hanya menjadi simbol modernisasi kekuatan udara Indonesia pasca-kemerdekaan, tetapi juga menjadi saksi bisu dari perkembangan aviasi di negara kita.
ZONA PERANG(zonaperang.com) de Havilland Vampire adalah pesawat tempur jet Inggris yang dikembangkan dan diproduksi oleh de Havilland Aircraft Company di Hatfield Aerodrome. Pesawat ini merupakan pesawat tempur jet kedua yang dioperasikan oleh RAF, setelah Gloster Meteor, dan pesawat pertama yang ditenagai oleh mesin jet tunggal.
Pengembangan Vampire sebagai pesawat eksperimental dimulai pada tahun 1941 selama Perang Dunia Kedua, untuk mengeksploitasi inovasi revolusioner propulsi jet. Dari studi desain perusahaan, diputuskan untuk menggunakan pesawat bermesin tunggal, twin-boom, yang ditenagai oleh turbojet Halford H.1 (yang kemudian diproduksi sebagai Goblin).
Awalnya diberi nama DH99 (awalnya dinamai ‘Spider Crab’), pesawat ini merupakan desain serba logam yang dianggap sangat eksperimental dengan pengaturan yang tidak lazim, yaitu boom belakang kembar yang dipasang di belakang badan pesawat kayu/aluminium berbentuk telur dan satu mesin. Tenaga yang relatif rendah dari mesin jet awal biasanya membutuhkan instalasi kembar, namun mesin baru Mayor Frank Halford terbukti sangat efisien, sehingga pesawat tempur bermesin tunggal menjadi sebuah kemungkinan yang nyata.
Baca juga : Krisis Penduduk di Jepang, China, dan Korea Selatan: Apakah Indonesia Bisa Bernasib Sama?
Baca juga : Mengintip Masa Lalu dan Masa Depan: Tank Tempur Leopard 1
Pencegat untuk Royal Air Force (RAF)
Selain sistem propulsi dan konfigurasi twin-boom, pesawat ini merupakan pesawat yang relatif konvensional. Pada bulan Mei 1944, diputuskan untuk memproduksi pesawat ini sebagai pencegat untuk Royal Air Force (RAF). Pada tahun 1946, Vampire mulai beroperasi bersama RAF, hanya beberapa bulan setelah perang berakhir.
DH Vampire adalah pesawat RAF pertama yang mampu melampaui kecepatan 500 mph(804 km/jam) dan bentuknya yang khas, dengan tail-boom kembar dan badan pesawat yang menyerupai polong, membuatnya langsung dapat dikenali dari udara dan dari darat.
Vampire dengan cepat terbukti efektif dan diadopsi sebagai pengganti pesawat tempur bermesin piston pada masa perang. Selama masa awal layanannya, Vampire telah melakukan beberapa penerbangan pertama dan meraih berbagai rekor, seperti menjadi pesawat jet pertama yang menyeberangi Samudra Atlantik (6 DH Vampire F3).
Sea Vampire, varian angkatan laut
Vampire tetap berada di garis depan layanan RAF sampai tahun 1953 ketika pengalihannya mulai dilakukan ke peran sekunder seperti serangan darat dan pelatihan pilot, di mana varian spesialis diproduksi.
RAF memensiunkan Vampire pada tahun 1966 ketika peran terakhirnya sebagai pelatih tingkat lanjut diisi oleh Folland Gnat setelah sebelumnya tugas tempurnya digantikan Hawker Hunter dan Gloster Javelin. Angkatan Laut Kerajaan Inggris juga mengadaptasi tipe ini sebagai Sea Vampire, varian angkatan laut yang cocok untuk operasi dari kapal induk. Itu adalah jet tempur pertama dari layanan ini.
Vampir diekspor ke banyak negara dan dioperasikan di seluruh dunia di berbagai medan dan iklim. Beberapa negara menggunakan tipe ini dalam pertempuran termasuk Krisis Suez 1956, Keadaan Darurat Malaya, dan Perang Bush Rhodesia.
Pada akhir produksi, hampir 3.300 Vampir telah diproduksi, seperempat di antaranya diproduksi di bawah lisensi di luar negeri. de Havilland mengejar pengembangan lebih lanjut dari jenis ini; turunan utama yang diproduksi termasuk DH.115, pelatih kursi ganda khusus dan DH.112 Venom yang lebih canggih, varian yang disempurnakan untuk serangan darat dan operasi pesawat tempur malam.
Kedatangan Vampire ke Indonesia
Awal kedatangan jet tempur ini sendiri bermula saat pihak angkatan udara Inggris atau Royal Air Force (RAF) berencana menghibahkan beberapa unit pesawatnya kepada Indonesia untuk bantuan pembangunan angkatan bersenjata. Kemudian pada akhirnya disetujuilah pemberian 8 unit pesawat jet De Havilland Vampire varian T.11 yang merupakan varian latih.
“Jet tempur vampire ini datang ke Indonesia pada tahun akhir tahun 1955 dan sukses melaksanakan uji terbang pada bulan Januari 1956.”
Pesawat Jet Vampire bernomor registrasi J-701 hingga J-708 ini pada awalnya dimasukkan ke dalam Kesatuan Pancar Gas (KPG) yang diresmikan langsung oleh KSAU Laksamana Muda Udara Suryadi Suryadarma. Namun berdasarkan Surat Keputusan KSAU: Skep/56/III/1957 tanggal 20 Maret 1957 KPG diubah menjadi Skadron Udara 11 yang kemudian ditunjuklah Kapten Udara Leo Wattimena sebagai komandan Skadron.
Baca juga : Pesawat Pengebom Taktis Ilyushin IL-28 Beagle (1948) : Pembom Jet Pertama Milik AURI
Tanpa senjata
Jet DH-115 Vampire ini tidak dibekali persenjataan karena digunakan sebagai pesawat latih lanjut untuk mencetak calon penerbang jet tempur.
Delapan DH-115 milik AURI hanya beroperasi selama tujuh tahun saja namun kehadirannya merupakan suatu lompatan jauh bagi TNI AU karena kala itu masih segelintir negara yang mampu mengoperasikan pesawat latih jet.
Meskipun merupakan bantuan militer dari pihak Inggris sekaligus sebagai sarana mempererat hubungan diplomatik antara kedua belah pihak. Namun, dinamika perubahan arah perpolitikan luar negeri Indonesia di akhir tahun 1950-an hingga awal periode 1960-an membuat Pesawat Jet De Havilland Vampire milik AURI ini harus dipensiunkan.
Susah suku cadang akibat konfrontasi dengan Malaysia
Indonesia mulai kesulitan mempertahankan Jet De Havilland Vampire tersebut karena susahnya suku cadang akibat konfrontasi dengan Malaysia dan juga persiapan operasi Trikora. Pada akhirnya beberapa jet-jet tempur tersebut digantikan dengan jet-jet tempur buatan Uni Soviet dan negara blok timur lainnya semacam MiG-15 Fagot, MiG-17 Fresco, MiG-19 Farmer dan MiG-21 Fishbed.
Hal ini membuat beberapa unit jet De Havilland Vampire tersebut dijual ke pihak angkatan udara India pada tahun 1963. Hanya ada satu unit yang kini terpajang di Museum Pusat Dirgantara Mandala Adisucipto di Yogyakarta sebagai koleksi sekaligus pengingat sejarah pengoperasian jet tempur pertama dalam tubuh TNI-AU.
Karakteristik umum
Kru: 1
Panjang: 30 kaki 9 inci (9,37 m)
Lebar sayap: 38 kaki (12 m)
Tinggi: 8 kaki 10 inci (2,69 m)
Luas sayap: 262 kaki persegi (24,3 m2)
Berat kosong: 7.283 lb (3.304 kg)
Berat lepas landas maksimum: 12.390 lb (5.620 kg)
Pembangkit tenaga: Mesin turbojet aliran sentrifugal 1 × de Havilland Goblin 3, daya dorong 3.350 lbf (14,9 kN)
Performa
Kecepatan maksimum: 548 mph (882 km/jam, 476 kn)
Jangkauan 1.220 mil (1.960 km, 1.060 nmi)
Ketinggian layanan: 42.800 kaki (13.000 m)
Kecepatan mendaki: 4.800 kaki/menit (24 m/s)
Pemuatan sayap: 39,4 lb / kaki persegi (192 kg / m2)
Persenjataan
Meriam: Meriam Hispano Mk.V 4 × 20 mm (0,79 inci) dengan total 600 peluru (150 peluru per meriam).
Roket: Roket 8 × 3 inci “60 lb”
Bom: Bom 2 × 500 lb (225 kg) atau dua tank lepas
Baca juga : ‘Peti Mati Terbang’: 5 Pesawat Tempur Terburuk Sepanjang Masa
Baca juga : Permainan Besar di Timur Tengah: Jalinan Wahabi, Saudi, Inggris dan Zionisme