ZONA PERANG (zonaperang.com) – Tumenggung Setia Pahlawan atau yang dikenal dengan Abdul Kadir Raden Tumenggung Setia Pahlawan merupakan sosok yang berjasa bagi bangsa Indonesia.
Abdul Kadir terlahir dari keluarga kerajaan Melawi, ayahnya bernama Oerip dan ibunya bernama Siti Safriyah pada tahun 1771. Pada tahun 1845, Oerip yang merupakan raja Melawi meninggal dunia.
Abdul Kadir pun dinobatkan menjadi raja, dan namanya berubah menjadi Abdul Kadir Raden Tumenggung. Seiring dengan berkembangnya daerah Melawi, pemerintah kolonial Belanda pun tergiur untuk menguasainya.
Baca Juga : Perang Banjar (1859-1905): Penyebab, Tokoh, & Aksi Pangeran Antasari
Karena Melawi adalah bagian dari kerajaan Sintang yang tunduk pada Belanda, maka Abdul Kadir Raden Tumenggung terpaksa menjalankan siasat peran ganda, yaitu sebagai pejabat pemerintah Melawi ia tetap bersikap setia pada Raja Sintang yang berarti setia pula pada pemerintahan Belanda.
Tetapi diam-diam ia juga menghimpun kekuatan rakyat untuk membangun kesatuan bersenjata guna melawan Belanda. Prestasi terbesar beliau adalah mempersatukan suku Dayak dan Melayu untuk bersatu melawan Belanda.
Baca Juga : Perang Belangkait(1911-1915), Perang Rakyat Kalimantan Barat melawan Belanda
Belanda tak tinggal diam mengetahui siasat tersebut, pada tahun 1886 beliau dibujuk dengan hadiah berupa uang dan gelar Setia Pahlawan yang tetap beliau terima. Namun iming-iming tersebut tak cukup untuk merubah pendirian dan berkhianat, beliau dan rakyat Melawi tetap berjuang secara terselubung.
Belanda lalu membalas dengan melancarkan operasi militer di daerah Melawi. Dengan posisinya sebagai kepala daerah Melawi, Abdul Kadir dapat dengan mudah memperoleh informasi dari Sintang dan Belanda. Kurang lebih selama 7 tahun (1868 sampai 1875), peran gandanya berhasil, hingga pada akhirnya Belanda berhasil menangkap Abdul Kadir.
Baca Juga : Demang Lehman, Panglima dan Pahlawan Perang Banjar (1859-1905)
Beliau kemudian dijebloskan ke penjara benteng Saka Dua di Nanga Pinoh. Setelah disiksa selama tiga minggu, sang pahlawan pun wafat dalam usia 104 tahun. Jasadnya kemudian dikebumikan di Natai Mungguk Liang, daerah Melawi.