- Gaza dalam Api Perang: Kisah Penaklukan oleh Alexander Agung pada 332 SM
- Pada Oktober tahun 332 SM, Alexander Agung, raja Macedonia yang ambisius, menghadapi salah satu tantangan terbesar dalam kampanye penaklukan Timur Tengahnya: Pengepungan Gaza. Peristiwa ini menjadi titik balik penting dalam perjalanan Alexander menuju keagungan dan memberikan wawasan mendalam tentang strategi militer dan politik di dunia kuno.
- Gaza, yang dipimpin oleh komandan militer Persia bernama Batis, merupakan benteng terakhir yang menghalangi jalan Alexander menuju Mesir.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Gaza, sebuah kota kuno yang terletak di pesisir Mediterania, merupakan benteng terakhir Kekaisaran Persia di wilayah Levant. Kota ini dikelilingi tembok tinggi dan dijaga oleh pasukan yang dipimpin oleh Batis, seorang jenderal Persia yang setia kepada Raja Darius III. Menguasai Gaza bukan hanya penting secara strategis, tetapi juga simbolis bagi Alexander dalam upayanya menegaskan dominasi atas wilayah tersebut.
“Alexander Agung yang terkenal dengan keberaniannya dan strateginya yang canggih, melancarkan serangan terhadap kota Gaza yang terletak di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Palestina. Serangan ini merupakan bagian dari kampanye besar Alexander untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai oleh Kekaisaran Persia.”
Setelah kemenangan gemilang Alexander di Pertempuran Issus pada 333 SM melawan Persia, langkah selanjutnya adalah menundukkan wilayah pesisir Mediterania untuk memperkuat kendali atas rute-rute strategis dan mengamankan jalur logistik menuju Mesir.
Lokasinya yang strategis
Gaza pada masa itu merupakan kota yang sangat penting karena lokasinya yang strategis di persimpangan jalan antara Afrika dan Asia. Kota ini dikelilingi oleh dinding yang sangat tinggi, mencapai ketinggian 18 meter (60 kaki), dan merupakan salah satu benteng yang paling kuat di wilayah tersebut. Batis, komandan militer Gaza, sangat percaya diri bahwa kota ini tidak akan dapat ditembus oleh musuh.
Alexander Agung tiba di Gaza setelah sukses merebut kota Tyre(saat ini di wilayah Lebanon). Ia bersama dengan kurang lebih 45.000 pasukan memutuskan untuk menyerang kota Gaza dengan menggunakan mesin perang yang sama yang digunakan untuk merebut Tyre. Meskipun mesin perang tersebut telah digunakan sebelumnya, Alexander yakin bahwa dengan strategi yang tepat, kota Gaza dapat ditembus.
Baca juga : “Trebuchet: Mesin Pengepungan Abad Pertengahan yang Mengubah Jalannya Sejarah”
Baca juga : 7 Oktober 2023, Operation Al-Aqsa Flood: Simbol Perlawanan Rakyat Palestina terhadap Penjajahan Israel
Strategi dan Taktik
- Pengepungan Total: Alexander mengepung kota dari segala arah, memotong pasokan makanan dan air.
- Penggunaan Mesin Pengepungan: Pasukan Macedonia menggunakan berbagai mesin pengepungan canggih, termasuk menara pengepungan dan katapel.
- Serangan Bertahap: Alexander melancarkan serangkaian serangan untuk melemahkan pertahanan kota sebelum serangan besar-besaran.
- Adaptasi Terhadap Medan: Pasukan Alexander harus beradaptasi dengan medan berpasir yang sulit, yang menghambat efektivitas mesin pengepungan mereka.
Perlawanan Sengit
Batis dan pasukannya memberikan perlawanan yang tangguh. Mereka berhasil memukul mundur beberapa serangan awal Alexander, bahkan melukai Alexander sendiri dalam salah satu pertempuran. Perlawanan ini memaksa Alexander untuk mengubah strateginya dan memperpanjang pengepungan.
“Satu tantangan besar bagi Alexander adalah lokasi Gaza yang berada di atas bukit, membuatnya sulit untuk memposisikan mesin-mesin pengepungan secara efektif. “
Titik Balik
Setelah dua bulan pengepungan, pasukan Alexander akhirnya berhasil membuat celah di tembok kota. Pertempuran sengit terjadi di jalan-jalan Gaza. Batis, meskipun terluka parah, terus memimpin pertahanan hingga akhir.
“Pertempuran antara Macedon dan Gaza berlangsung selama beberapa hari. Pada hari pertama, Macedon melakukan serangan terhadap dinding Gaza, tetapi gagal. Pada hari kedua, mereka melakukan serangan lagi, tetapi gagal lagi. Namun, pada hari ketiga, Macedon berhasil menembus dinding Gaza dengan menggunakan mesin perang yang canggih. Batis dan pasukannya berjuang keras untuk mempertahankan kota, tetapi akhirnya mereka terpaksa menyerah.”
Konsekuensi
- Kemenangan Telak: Setelah jatuhnya Gaza, Alexander mendapatkan kontrol penuh atas wilayah Levant(Lebanon, Suriah, Yordania, dan Palestina)
- Kekejaman Penaklukan: Alexander, marah karena perlawanan sengit dan luka yang dideritanya, memerintahkan pembantaian besar-besaran terhadap penduduk pria Gaza dan menjual wanita dan anak-anak sebagai budak.
- Perlakuan terhadap Batis: Menurut beberapa sumber, Alexander memperlakukan Batis dengan sangat kejam, menyeretnya di belakang kereta perang mengelilingi kota, meniru tindakan Achilles terhadap Hector dalam Iliad.
- Dampak Psikologis: Kejatuhan Gaza mengirimkan pesan kuat kepada kota-kota lain di wilayah tersebut tentang konsekuensi melawan Alexander.
Kemenangan di Gaza membuka jalan bagi Alexander untuk menaklukkan Mesir tanpa hambatan lebih lanjut. Dengan jatuhnya Gaza, Alexander mengamankan jalur komunikasi dan pasokan antara Asia Kecil dan Mesir, yang sangat penting untuk kampanye militer berikutnya melawan Kekaisaran Persia. Penaklukan Gaza juga menandai berakhirnya Dinasti ke-31 Mesir, yang merupakan satrapi di bawah Kekaisaran Persia.
“Keberhasilan Alexander dalam menaklukkan Gaza memiliki dampak besar bagi kampanye militernya. Dengan jatuhnya Gaza, pintu menuju Mesir terbuka lebar. Mesir, yang pada saat itu berada di bawah kendali Persia, kemudian dengan cepat menyerah tanpa perlawanan berarti, membuka jalan bagi Alexander untuk mendirikan Alexandria, kota besar yang kelak menjadi pusat budaya dan ekonomi penting di wilayah tersebut.”
Warisan
Pengepungan Gaza menjadi salah satu pertempuran paling signifikan dalam kampanye Alexander. Ini menunjukkan:
- Kemampuan Alexander beradaptasi dengan situasi sulit.
- Kekejaman yang bisa ia tunjukkan kepada mereka yang menentangnya.
- Pentingnya Gaza sebagai titik strategis dalam geopolitik kuno.
Refleksi Modern
Pengepungan Gaza 332 SM memiliki gema yang mengejutkan dengan konflik-konflik modern di wilayah tersebut. Ini mengingatkan kita bahwa Gaza telah lama menjadi titik penting dalam perjuangan kekuasaan regional dan global.
Peristiwa ini juga mengangkat pertanyaan etis tentang perang dan penaklukan. Kekejaman Alexander pasca-pengepungan menggambarkan sisi gelap dari ambisi imperial dan biaya kemanusiaan dari perang kuno.
Pengepungan Gaza 332 SM tetap menjadi studi kasus yang menarik dalam strategi militer, politik kekuasaan, dan konsekuensi dari ambisi tanpa batas. Ini adalah momen penting yang membantu membentuk perjalanan Alexander menuju status “Yang Agung” dan mengubah lanskap politik Timur Tengah kuno secara permanen.
Baca juga : Gaza, Dia Istimewa dan diperebutkan
Baca juga : Bagaimana Aleksander Agung Menaklukkan Kekaisaran Persia