Artikel

Perang Belangkait(1911-1915), Perang Rakyat Kalimantan Barat melawan Belanda

ZONA PERANG (zonaperang.com) – Belangkait adalah nama suatu daerah di Eks-Kerajaan Simpang (sekarang masuk Kab. Kayong Utara). Tempat ini adalah tempat bersejarah bagi warga Kerajaan Simpang, bukan hanya sekedar nama daerah, tapi juga merupakan nama dari suatu peristiwa historis yang pernah terjadi di wilayah Kerajaan Simpang. Daerah ini adalah area yang menjadi medan pertempuran antara pasukan rakyat Simpang versus pasukan Belanda, sehingga dinamakan dengan nama Perang Belangkait.

KERAJAAN SIMPANG MATAN

Kerajaan Simpang dinamakan demikian karena letaknya yang berada dicabang dipersimpangan dua sungai, satu cabang di sebelah kanan Sungai Matan, dan cabang sebelah kiri Sungai Pagu di Lubuk Batu.
Kerajaan Simpang merupakan salah satu kerajaan yang terkenal di Nusantara sejak zaman Majapahit. Dalam Negara Kertagama,
Kerajaan di Kalimantan Barat yang termasuk dalam wilayah Majapahit adalah Tanjungnegara (Tanjungpura, Kapuhas, Kandawangan, Landak, Simpang, Melano).

Kerajaan Simpang ini merupakan salah satu kerajaan pecahan dari Kerajaan Tanjungpura/Matan-Tanjungpura. Di-asaskan oleh Pangeran Ratu Agung yang mendapatkan wilayah bagian utara Kerajaan Matan-Tanjungpura.

Pada masa Panembahan Gusti Panji terjadi Perang Belangkait yang terjadi akibat adanya pertentangan dengan penjajahan Belanda. Bermula dari gagalnya Belanda membujuk Panembahan untuk menandatangani Kontrak Pendek (Korte Verklaring). Kemudian Panembahan ditangkap namun kapal yang penuh dengan tentara itu berjalan miring sebelah, dan akhirnya kapal tersebut mendarat dekat sebatang pohon dungun yang besar. Pohon dungun itu disebut penduduk dengan “Dungun Kapal”.
Karena tidak berhasil membujuk dan menawan Panembahan, maka Belanda memaksakan sendiri isi Kontrak Pendek itu dengan memaksa rakyat unruk membayar pajak (blasting). Pemaksaan inilah yang membangkitkan semangat rakyat untuk menentang penjajahan yang dipimpin oleh Patih Kampung Sepucuk bergelar Hulubalang I yang bernama Abdusamad dan terkenal dengan panggilan “Ki Anjang Samad” dengan semboyannya “Daripada membayar blasting dengan Belanda lebih baik mati”. Panembahan Gusti Panji sendiri turun ke kampung-kampung membakar semangat rakyatnya untuk melawan penjajahan.
Dalam keadaan yang sudah siap perang datanglah sepasukan suku Dayak dari hulu Tumbang Titi utusan dari Uti Usman (pemimpin perang Tumbang Titi di hulu Ketapang). Pasukan itu dipimpin Panglima Ropa dengan panglima-panglima: Ida, Gani, Enteki, Etol, dan Panglima Gecok.
Dengan 20 panglima dan banyak prajurit, mereka menyerang Sukadana. Akan tetapi tangsi Sukadana telah kosong, jadi mereka melanjutkan menyerang Loji (Kantor Belanda) di Pulau Datok. Namun disana juga kosong karena Belanda mengosentrasikan pasukannya di Tumbang Titi untuk menghadapi Uti Usman.
Beberapa hari kemudian, datanglah sepasukan Belanda dengan Kapal Bukat yang dipimpin oleh Letnan Obos dan Tuan Sepak. Terjadilah pertempuran berseberangan sungai di Kampung Belangkait.
Setelah terbunuhnya Ki Anjang Samad di hari pertama dan Patih Kembereh di hari kedua, dan tertangkapnya lima orang panglima yang kemudian di tawan di Sukadana, akan tetapi panglima lainnya tetap melanjutkan perang gerilya. Empat dari lima panglima yang dipenjara meninggal di penjara Sukadana tinggal Panglima Enteki setelah beberapa tahun kemudian dibebaskan (Gusti Mulia, 1967:3).
Berlanjut ke Perang Sosial Politik
Pada masa Panembahan Gusti Roem di Kerajaan Simpang Teluk Melano, ada yang bergerak melanjutkan perang Belangkait dengan tidak secara fisik berhadapan langsung dengan penjajah Belanda, tetapi dengan cara sosial dan politik seperti yang dilakukan oleh Gusti Hamzah.
Gusti Hamzah adalah anak Gusti Ismail, cucu dari Gusti Panji. Ia meneruskan cita-cita perjuangan dengan teman-temannya dari daerah lain yang aktif dalam organisasi Syarikat Islam yang dibekukan Belanda pada tahun 1919. Kemudian dengan dipelopori oleh Gusti Sulung Lelanang mendirikan Syarikat Rakyat (1923).
Pada tahun 1926 atas perintah Gubernur Jendral D. Fock mengadakan penangkapan dan pembunuhan terhadap anggota organisasi yang dianggap berbahaya, termasuk Gusti Hamzah yang kemudian dijebloskan ke penjara, dan diasingkan ke Boven Digul. Gusti Hamzah baru dibebaskan 11 tahun kemudian dan dipulangkan pada tahun 1938, dan ditahan di penjara Sukadana (Ansar Rachman:291).
Jalannya Pertempuran

Selama pertempuran terjadi dalam rangkaian perang ini, muncul tokoh-tokoh pejuang dari Tanah/Negeri Simpang. Salah satu tokoh yang masyhur dalam peperangan ini adalah Legenda Ki Julak Laji, seorang pejuang yang berdasarkan cerita tutur, konon selalu membawa cucunya dalam bertempur. Dengan menggendong (mendukong) cucunya di belakang, Ki Julak Laji maju dalam tiap pertempuran.

Sang cucu berperan untuk mengisi peluru timah yang dibulat-bulatkan untuk senapang (setinggar/lontak) Sang Datok. Dan, konon karena memiliki kekebalan, maka peluru pasukan Belanda tiada telap (tak mempan) menembus Ki Julak Laji. Masih menurut cerita lisan, Ki Julak Laji wafat karena terserang demam panas, akibat sering berendam dalam air jika tertembak bertubi-tubi oleh pasukan Belanda.

Tokoh lainnya yang juga sering diceritakan oleh masyarakat Simpang adalah kehandalan seorang tangan kanan Ki Anjang Samad, bernama Mok Rebbi. Beliau kerap berperang di dalam rawa-rawa (payak) sehingga tak bisa ditangkap oleh Belanda. Tokoh yang lain adalah Panglima Ligat/Legat, seorang panglima rakyat Simpang yang berani.

Dalam kisahnya, beliau pernah menyerbu ke muka berhadapan dengan komandan Belanda di tengah pasukan Belanda seorang diri. Berhasil menetak Komandan Belanda dengan mandau/pedangnya, tapi tak dapat menewaskannya, karena ternyata Komandan Belanda menggunakan baju besi/zirah yang melindungi tubuhnya. Konon beliau sempat tertangkap oleh Komandan tersebut, tapi dapat lepas dan menghilang dalam satu teriakan.

Memang dalam perang ini akhirnya perlawanan rakyat Simpang dapat dihentikan, terutama ketika Belanda berhasil mendekati tokoh-tokoh Negeri Simpang lainnya, seperti Kyai Naim dari Pulau Kumbang (Kyai Naim pun mendapat bintang emas dan gelar Dewa Dewangsa Negara dari Belanda atas jasanya) dan sebagainya . Tapi Belanda pun akhirnya gagal menerapkan pajak belasting.

Dampak perang ini, kejayaan kekuasaan Gusti Panji menurun. Beliaupun menyuruh para pengikutnya untuk eksodus keluar dari kampong-kampong di pehuluan Negeri Simpang. Terjadilah eksodus besar-besaran ke wilayah pesisir sampai akhirnya pusat kerajaanpun menjadi sepi.

Ditambah lagi dengan seiring tumbuh dan berkembangnya pusat kekuasaan baru sebagai pusat Kerajaan Simpang di Teluk Melano (sekarang ibukota Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara) di bawah pimpinan Panembahan Gusti Muhammad Rum.

ZP

Recent Posts

Radar Smerch MiG-25: “Mata” yang Dibangun untuk Menembus Jamming berat

MiG-25 Foxbat, pencegat Soviet yang terkenal dengan kecepatan dan ketinggiannya, memiliki radar yang sama uniknya…

1 hari ago

Mengapa India Tidak Mampu Membuat Salinan Sukhoi Su-30MKI Rusia Seperti yang Dilakukan Cina dengan Su-30nya?

India dan Cina, dua negara besar di Asia, memiliki sejarah panjang dalam memperoleh peralatan militer…

2 hari ago

Negara Arab dimata Taliban Afganistan tentang Perjuangan Palestina

ZONA PERANG(zonaperang.com) Konon, ketika pemerintahan pertama Taliban diundang dalam konferensi mengenai isu Palestina di salah…

2 bulan ago

Mesir

Pada tanggal 5 Oktober 1985, selama dinas wajibnya di Pasukan Keamanan Pusat Polisi Mesir di…

2 bulan ago

Fakta unik peranan rusia dalam hubungan dengan Amerika

Siapa yang mendukung Amerika dalam Revolusi Amerika melawan Inggris? RUSIA.

2 bulan ago

Jordan Files : Mengapa kerajaan Yordania melindungi zionis Israel Dari serangan lawan-lawanya?(Bagian ke-2)

ZONA PERANG(zonaperang.com) Salah satu peran yang ditugaskan kepada Yordania adalah koordinasi keamanan, karena Yordania memainkan…

2 bulan ago