- Karameh: Pertempuran yang Membentuk Identitas Palestina
- Subuh itu, 21 Maret 1968, langit di atas Karameh, Yordania, bergemuruh oleh deru mesin tank dan helikopter zionis Israel. Lebih dari 15.000 pasukan elite, didukung oleh 200 tank dan pesawat tempur, bergerak seperti gelombang pasang menyerbu markas Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Tujuan mereka jelas: menghancurkan basis gerilyawan Palestina sekali dan untuk selamanya. Tapi yang terjadi justru mengejutkan dunia.
ZONA PERANG (zonaperang.com) Pada pagi hari tanggal 21 Maret 1968, sebuah peristiwa penting dalam sejarah perjuangan Palestina terjadi di kota kecil Karameh, Yordania. Dalam upaya menghancurkan basis militer Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sekitar 15.000 tentara Israel, didukung oleh puluhan tank dan pesawat tempur, melancarkan serangan besar-besaran.
Namun, yang mereka hadapi bukan hanya pasukan Palestina, tetapi juga dukungan penuh dari Angkatan Bersenjata Yordania. Pertempuran ini, yang berlangsung selama 15 jam, menjadi titik balik simbolis bagi perjuangan Palestina dan Arab di kawasan tersebut.
Latar Belakang Serangan
Setelah kekalahan besar dalam Perang Enam Hari tahun 1967, penjajah Israel menguasai wilayah Tepi Barat. Para pejuang Palestina atau fedayeen kemudian berpindah ke Yordania, menjadikan Karameh sebagai basis utama mereka untuk melancarkan serangan terhadap kolonialis Israel.
Operasi militer Israel di Karameh bertujuan menghancurkan kamp-kamp fedayeen, menangkap pemimpin PLO Yasser Arafat, dan memberikan hukuman kepada Yordania atas dukungannya terhadap perjuangan Palestina.
Baca juga : Pertempuran Megiddo 1457 SM: Salah Satu Pertempuran Tertua dalam Sejarah
Baca juga : Embargo Minyak 1973-1974: Saat Dunia Islam Bersatu dan Memaksa Amerika Mundur
Kemenangan Simbolis Pejuang Palestina di Karameh: Titik Balik Sejarah
Pada pagi yang dingin di tanggal 21 Maret 1968, debu gurun Yordania berputar di bawah derap kaki 15.000 tentara infanteri penjajah Israel, didukung oleh puluhan tank dan artileri berat. Target mereka adalah desa kecil Karameh, sebuah titik yang tampaknya tidak signifikan di tepi Sungai Yordan, namun menjadi sarang strategis bagi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Zionis Israel, dengan kepercayaan diri yang dibangun dari kemenangan gemilang Perang Enam Hari setahun sebelumnya, berharap dapat memukul mundur PLO dalam serangan kilat yang akan menghancurkan basis perjuangan Palestina untuk selamanya.
Namun, apa yang terjadi di Karameh bukanlah kemenangan yang mereka prediksi. Sebaliknya, itu menjadi simbol ketahanan dan keberanian yang mengguncang narasi dominasi militer apartheid Israel—kemenangan simbolis pertama yang besar bagi pejuang Palestina.
Ketegangan di Tepi Yordan
Karameh bukanlah sekadar desa biasa. Pada akhir 1960-an, desa ini telah menjadi pusat operasi PLO, tempat para pejuang merencanakan serangan gerilya melintasi Sungai Yordan ke wilayah yang dikuasai Israel.
Setelah Perang Enam Hari 1967, ketika negara ilegal Israel merebut Tepi Barat dan Jalur Gaza, ketegangan di perbatasan Yordania-Israel meningkat tajam. PLO, di bawah kepemimpinan Yasser Arafat, mulai mendapatkan dukungan dari rakyat Palestina yang terdesak, sementara penjajah Israel bertekad untuk memadamkan ancaman ini sebelum berkembang lebih jauh.
Menurut laporan militer Yordania dan catatan sejarah, kolonialis Israel merencanakan Operasi Inferno—serangan besar-besaran yang melibatkan kekuatan gabungan infanteri, tank, dan serangan udara. Tujuannya jelas: menghancurkan infrastruktur PLO di Karameh dan memberikan pukulan psikologis kepada perjuangan Palestina.
Namun, intelijen Israel tampaknya meremehkan dua faktor kunci: semangat pejuang Palestina dan dukungan tak terduga dari angkatan bersenjata Yordania.
Ketahanan yang Tak Terduga
Ketika fajar menyingsing pada 21 Maret, tank-tank Israel melintasi perbatasan, menghantam posisi-posisi PLO dengan tembakan artileri. Sekitar 300 hingga 400 pejuang Palestina, yang sebagian besar hanya bersenjatakan senapan ringan dan beberapa peluncur roket, menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar. Dalam situasi yang tampak tanpa harapan, mereka memilih untuk bertahan.
Yasser Arafat, yang berada di Karameh saat serangan dimulai, memimpin perlawanan dengan strategi yang sederhana namun efektif: bertahan di posisi mereka dan memanfaatkan medan gurun yang sulit. Para pejuang PLO menggunakan parit-parit dan bangunan desa sebagai perlindungan, menghambat laju pasukan Israel. Yang mengejutkan, tentara Yordania—yang awalnya dianggap Israel tidak akan ikut campur—turun ke medan perang dengan tank dan artileri mereka sendiri, mengubah dinamika pertempuran.
“Namun, apa yang seharusnya menjadi operasi militer cepat untuk penjajah Israel berubah menjadi babak heroik bagi pejuang Palestina.”
Pertempuran berlangsung selama lebih dari 15 jam. Menurut catatan sejarah, penjajah Israel kehilangan sekitar 28 tentara, empat tank, dan beberapa pesawat yang ditembak jatuh oleh pertahanan Yordania. Di sisi Palestina dan Yordania, korban jiwa juga besar—dengan estimasi lebih dari 100 pejuang Palestina dan 20 tentara Yordania gugur.
Namun, meskipun secara teknis kolonial Israel berhasil menghancurkan sebagian besar infrastruktur PLO di Karameh, mereka gagal mencapai tujuan strategis mereka: PLO tidak musnah, dan semangat perjuangan Palestina justru terangkat.
Baca juga : Barbar atau Berber? Bangsa Pejuang yang Ditakuti Eropa
Baca juga : Bangkit dan Runtuhnya Kerajaan Majapahit: Sebuah Cerita Kejayaan dan Kemunduran
Makna Simbolis Kemenangan Karameh
Karameh bukanlah kemenangan militer dalam arti konvensional. Palestina dan Yordania kehilangan lebih banyak nyawa, dan desa itu sendiri hancur. Namun, di mata rakyat Palestina dan dunia, Karameh adalah titik balik. Untuk pertama kalinya, pejuang Palestina—dengan sumber daya yang terbatas—berhasil menggoyahkan citra tak terkalahkan penjajah Israel. Berita tentang pertempuran ini menyebar cepat, memicu gelombang rekrutmen baru untuk PLO dan memperkuat legitimasi mereka sebagai suara perjuangan Palestina.
“PLO Mendapat Legitimasi Global: Sebelum Karameh, banyak yang menganggap PLO sekadar gerombolan pemberontak. Setelah pertempuran ini, mereka diakui sebagai wajah perlawanan Palestina.”
Seorang saksi mata, seorang pejuang muda PLO yang selamat, menggambarkan momen itu dalam memoarnya: “Kami tahu kami tidak akan menang seperti di film-film. Tapi setiap menit kami bertahan, setiap tank yang kami hentikan, adalah bukti bahwa kami tidak akan menyerah.” Narasi ini menjadi bahan bakar bagi generasi berikutnya, menanamkan keyakinan bahwa perlawanan, bahkan dalam ketidaksetaraan, memiliki kekuatan untuk mengubah sejarah.
“Penjajah Israel Sadar Perang Gerilya Tidak Mudah: Operasi besar-besaran mereka gagal mencapai tujuan utama—menghancurkan PLO.”
Kolonis Israel, di sisi lain, terpaksa mengevaluasi kembali pendekatan mereka. Operasi Inferno, yang dirancang sebagai pukulan telak, justru memperlihatkan bahwa PLO bukanlah musuh yang bisa dihancurkan dengan mudah. Karameh juga memperkuat hubungan antara PLO dan Yordania, meskipun hubungan ini kemudian menjadi rumit karena dinamika politik internal.
Karameh: Saat Martabat Bangsa Palestina Bangkit Melawan
Hampir enam dekade kemudian, Pertempuran Karameh tetap menjadi simbol ketahanan dalam sejarah Palestina. Nama “Karameh,” yang berarti “martabat” dalam bahasa Arab, mencerminkan esensi dari perjuangan tersebut—sebuah pernyataan bahwa, meskipun kalah dalam kekuatan militer, martabat dan tekad bisa menjadi kemenangan tersendiri. Bagi banyak orang Palestina, Karameh adalah pengingat bahwa perlawanan tidak selalu diukur dengan kemenangan di medan perang, tetapi dengan keberanian untuk berdiri tegak melawan kemustahilan.
“Pertempuran ini bukan sekadar kemenangan militer, tapi kemenangan psikologis. Ia membuktikan bahwa rakyat Palestina bisa berdiri melawan mesin perang penjajah Israel, sekaligus memicu gelombang baru rekrutmen pejuang.”
Hari ini, ketika Penjajahan Israel terus berlanjut, kisah Karameh tetap relevan. Ia mengajarkan bahwa kemenangan tidak selalu tentang menghancurkan musuh, tetapi tentang menanam benih harapan dan keberanian untuk masa depan. Di tengah puing-puing desa kecil itu, sebuah gerakan menemukan suaranya—dan suara itu masih bergema hingga kini.
Referensi
- Palestinian fighters scored their first major symbolic victory against the Israeli army, X platform
- Sayigh, Yezid. Armed Struggle and the Search for State: The Palestinian National Movement, 1949–1993. Oxford University Press, 1997.
- Morris, Benny. Righteous Victims: A History of the Zionist-Arab Conflict, 1881–2001. Vintage Books, 2001.
- Khalidi, Rashid. The Iron Cage: The Story of the Palestinian Struggle for Statehood. Beacon Press, 2006.
- Terrill, W. Andrew. “The Political Mythology of the Battle of Karameh.” Middle East Journal, Vol. 55, No. 1, Winter 2001, pp. 91–111.
- Cobban, Helena. The Palestinian Liberation Organisation: People, Power and Politics. Cambridge University Press, 1984.
Baca juga : Hak atas Tanah: Mengapa Relokasi Gaza Adalah Ancaman bagi Palestina
Baca juga : Pasukan Khusus Inggris di Balik Serangan Zionis Israel ke Gaza: Fakta atau Fiksi?