ZONA PERANG(zonaperang.com) Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang adalah serangkaian bentrokan bersenjata antara pasukan Indonesia dan kolonial Belanda yang berlangsung dari tanggal 1 hingga 5 Januari 1947. Pertempuran ini merupakan bagian dari Revolusi Nasional Indonesia, yang terjadi antara Republik Indonesia yang baru saja merdeka dengan pasukan dari Ratu Juliana Louise Emma Marie Wilhelmina yang masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahannya.
Konflik awal terjadi ketika Belanda menginginkan agar Kota Palembang dapat dikosongkan segera, namun permintaan tersebut ditolak oleh seluruh rakyat Palembang sehingga berakhir dengan baku tembak pada 1 Januari 1947 di Palembang Ilir dan menyerang markas Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI) di Jalan Tengkuruk.
Melawan
Pihak pejuang melawan balik, dan pertempuran dengan cepat meningkat. Pada akhir hari pertama, Belanda yang jelas bersenjata lengkap telah menguasai pusat kota, namun pihak Indonesia masih bertahan di pinggiran kota. Beberapa tokoh penting yang memimpin jalannya pertempuran dari pihak tentara dan pejuang Indonesia diantaranya adalah Kolonel Maludin Simbolon, Letnan Kolonel Bambang Utoyo, Mayor Rasyad Nawawi, dan Kapten Alamsyah.
Pertempuran berlanjut selama empat hari. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) Belanda menggunakan senjata mereka yang lebih unggul untuk membombardir posisi-posisi Indonesia, tetapi pihak Indonesia menolak untuk menyerah. Pada tanggal 5 Januari, Belanda akhirnya mundur dari Palembang.
Pertempuran Lima Hari Lima Malam adalah pertempuran yang mahal bagi kedua belah pihak. Pihak Indonesia pasti menderita banyak korban, tetapi Belanda juga kehilangan sejumlah besar pasukan terbaiknya. Pertempuran ini juga menyebabkan kerusakan yang meluas di kota Palembang yang telah berdiri sejal 16 Juni 632M.
Baca juga : Sabotase Bendul 1948 : Neraka logistik Belanda di tanah Purwakarta Jawa Barat
Akhir pertempuran
Menjelang hari kelima pertempuran, setelah kekurangan pasokan logistik dan amunisi, kedua belah pihak mengadakan pertemuan antar pimpinan sipil dan militer mereka yang memutuskan untuk melakukan gencatan senjata. Indonesia mengirim Dr. Adnan Kapau Gani sebagai utusan dari pemerintah pusat untuk melakukan perundingan dengan pihak Belanda.
Hasil perundingan menyepakati bahwa dari pihak Indonesia, pasukan TRI / Tentara Republik Indonesia dan pejuang lainnya akan mundur sejauh 20 km dari pusat kota dan hanya menyisakan polisi dan pemerintahan sipil agar tetap berada di Kota Palembang. Sementara dari pihak Belanda, batas pos-pos mereka hanya boleh didirikan sejauh 14 km dari pusat kota. Gencatan senjata tersebut mulai berlaku sejak tanggal 6 Januari 1947
Mampu
Pertempuran Lima Hari Lima Malam merupakan kemenangan yang signifikan bagi rakyat Indonesia karena bekal seadannya. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bersedia untuk berjuang demi kemerdekaan mereka, dan hal ini membantu meningkatkan semangat di antara rakyat Indonesia.
Pertempuran ini juga memiliki dampak politik, karena menyebabkan penandatanganan Perjanjian Renville (8 Desember 1947 – 17 Januari 1948 di kapal perang USS Renville yang berlabuh di Jakarta), yang menghentikan pertempuran antara Belanda dan Indonesia untuk sementara waktu.
Berikut adalah beberapa peristiwa penting dalam pertempuran tersebut:
1 Januari 1947: Pasukan Belanda menyerang posisi pejuang Indonesia di Palembang.
2 Januari 1947: Pertempuran semakin sengit. Belanda menguasai pusat kota, namun pihak Indonesia masih dapat bertahan di pinggiran kota.
3 Januari 1947: Belanda menggunakan senjata yang lebih unggul untuk membombardir posisi Indonesia.
4 Januari 1947: Pertempuran berlanjut. Pasukan Indonesia mulai kehabisan persediaan, tetapi mereka menolak untuk menyerah.
5 Januari 1947: Belanda akhirnya mundur dari Palembang.
Baca juga : 23 Maret 1946, Bandung Lautan Api : Perlawanan Rakyat terhadap usaha penjajahan kembali Belanda
Baca juga : 18 September 1948, Madiun Affair (Pemberontakan PKI 1948)