Ranjau Anti-Helikopter: Senjata Mematikan yang Mengintai dari Bawah
ZONA PERANG(zonaperang.com) Ranjau anti helikopter, atau anti helicopter mine/AHM, merupakan jenis ranjau yang dirancang untuk menghancurkan atau merusak helikopter yang terbang rendah, terutama saat melakukan infiltrasi. Ranjau ini mulai dikembangkan sejak era Perang Dingin, meskipun kurang dikenal dibandingkan ranjau darat atau laut. Desain ranjau ini tidak ditanam di dalam tanah seperti ranjau darat, melainkan diletakkan di permukaan dengan camouflaging untuk menghindari deteksi
Ranjau anti-helikopter pertama kali dikembangkan pada era Perang Dingin, ketika helikopter mulai memainkan peran penting dalam operasi militer, baik untuk transportasi, serangan, maupun pengintaian. Negara-negara seperti Uni Soviet dan Amerika Serikat mulai mencari cara untuk menetralisir ancaman helikopter, terutama di medan perang yang kompleks seperti hutan atau daerah perkotaan.
Ide dasarnya sederhana: menciptakan ranjau yang dapat mendeteksi dan menyerang helikopter yang terbang rendah, memanfaatkan kelemahan helikopter yang rentan terhadap serangan dari bawah.
Lebih jelasnya ranjau anti-helikopter ini ranjau yang dirancang khusus untuk menargetkan helikopter yang terbang rendah atau mendarat di zona tertentu. Senjata ini berkembang dari teknologi ranjau darat tradisional yang digunakan untuk menghancurkan kendaraan dan pasukan musuh di permukaan tanah. Penggunaannya meningkat ketika helikopter mulai menjadi elemen kunci dalam peperangan modern, terutama sejak Perang Vietnam dan konflik di Timur Tengah.
Jadi secara historis, ide ranjau anti-helikopter muncul sebagai respons terhadap dominasi helikopter dalam pertempuran, yang sering digunakan untuk transportasi pasukan, misi evakuasi, dan serangan udara. Keberadaan ranjau ini memaksa pasukan udara untuk lebih berhati-hati dalam memilih lokasi pendaratan dan jalur penerbangan.
Baca juga : Dari Ladang Ranjau ke Layar Lebar: Kisah Inspiratif Kilo Two Bravo
Berbeda dari ranjau darat konvensional yang diledakkan oleh tekanan atau gerakan di atasnya, ranjau anti-helikopter menggunakan sensor canggih yang dapat mendeteksi suara, getaran, atau pergerakan udara yang dihasilkan oleh baling-baling helikopter. Beberapa mekanisme utama pemicuan ranjau ini meliputi:
Setelah diaktifkan, ranjau ini dapat melepaskan proyektil atau pecahan logam ke atas dengan kecepatan tinggi, menghancurkan rotor, mesin, atau badan helikopter dalam hitungan detik(menghasilkan pecahan atau fragmen yang bisa merusak rotor dan badan helikopter, menyebabkan kerusakan parah atau bahkan jatuhnya heli).
Ranjau anti-helikopter hadir dalam berbagai bentuk dan ukuran, tergantung pada mekanisme pemicu dan jenis hulu ledak yang digunakan. Beberapa contoh desain yang telah diketahui:
Angkatan Darat Amerika secara khusus mengutip “penerjunan ranjau anti-helikopter oleh Soviet dan Bulgaria.” Bulgaria, yang tampaknya telah mengembangkan perangkat ini hingga akhir 1990-an, menawarkan beberapa ranjau seperti AHM-200, perangkat seberat 90kg yang tampak seperti tabung mortir yang dipasang pada tripod.
Ranjau, yang ditempatkan di permukaan daripada dikubur di tanah, memiliki sensor akustik yang mengaktifkan senjata saat menangkap suara helikopter sejauh 500m. Pada jarak 150m, radar Doppler melacak target. Saat helikopter berada dalam jarak 100m, ranjau meledakkan proyektil yang dibentuk secara eksplosif dan muatan eksplosif yang diisi dengan bola baja.
Lama efektif ranjau tergantung pada desain dan teknologi yang digunakan. Beberapa ranjau modern dapat tetap aktif selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun(Operation temperature range from -20 to +50) dengan menggunakan baterai berkekuatan tinggi atau sistem pengisian energi otomatis (seperti panel surya kecil). Namun, faktor lingkungan seperti kelembaban dan korosi dapat mengurangi efektivitasnya seiring waktu.
Baca juga : Dari Vietnam ke Gaza: Bagaimana Terowongan Mengubah Jalannya Pertempuran
Baca juga : 9 Mei 1972, Operation Pocket Money : Pesawat AS Mulai menyebarkan ranjau laut di Pelabuhan Vietnam Utara
Ya, ranjau antihelikopter digunakan dalam pertempuran dan menurut beberapa sumber, ranjau tersebut cukup efektif.
Selama Perang Vietnam, gerilyawan Vietcong (VC) di Vietnam Selatan mencoba untuk memancing helikopter ke zona pendaratan yang dipasangi jebakan. Di dalam zona tersebut, empat granat tangan, yang masing-masing dihubungkan silang oleh kawat sekering gesekan, akan meledak secara berurutan setelah helikopter mendarat. Namun, metode primitif mereka ini kurang berhasil karena helikopter sering kali tidak mendarat tepat di zona pendaratan yang dipasangi jebakan.
Namun kemudian To Van Duc, seorang petani gerilya di kompleks terowongan Cu Chi, muncul dengan ide cemerlang. Ia memperhatikan prinsip fisika sederhana bahwa bilah helikopter menciptakan downdraft yang cukup besar sehingga ia menyarankan untuk menempatkan ranjau DH-10 (ranjau terarah yang kuat yang mengandung 2 kg TNT) di puncak pohon di area tempat helikopter diharapkan terbang cukup rendah, atau tempat yang dapat digunakan untuk memancing helikopter terbang rendah untuk pengawasan. Sekering gesekan dihubungkan ke cabang-cabang pohon atau semak yang cukup tinggi, yang membengkok di bawah downdraft helikopter, meledakkan ranjau, yang kemudian meledak di bawah mesin.
Buku “Tunnels of Cu Chi” mengutip seorang tikus terowongan, perwira Pasukan Khusus yang tergabung dalam Divisi Infanteri ke-25 di Cu Chi Kapten Bill Pelfrey, yang mengonfirmasi kemanjuran sistem anti-helikopter ini “Sebelumnya, kami telah kehilangan banyak helikopter karena ranjau dan jebakan. Mereka memiliki ranjau kecil yang cukup cerdik yang mereka pasang sehingga ketika helikopter mencoba mendarat, angin dari rotor akan mengguncang semak-semak dan itu akan memicu ranjau.”
Kelompok pejuang di timur tengah juga merilis video pada tahun 2013 yang memperlihatkan ranjau fragmentasi antihelikopter rakitan.
Untuk menghadapi ancaman ranjau anti-helikopter, berbagai langkah telah dikembangkan oleh militer modern, di antaranya:
Ranjau ini dapat diprogram untuk hanya meledak terhadap jenis helikopter tertentu, menghindari risiko meledak akibat suara kendaraan lain.
Ranjau anti-helikopter adalah salah satu bentuk inovasi dalam perang darat yang dirancang untuk menghadapi dominasi udara oleh pasukan lawan. Dengan berbagai teknologi pemicuan canggih, senjata ini dapat menjadi ancaman serius bagi helikopter militer yang terbang rendah atau hendak mendarat. Namun, dengan berkembangnya sistem deteksi dan taktik manuver yang lebih canggih, ancaman ini juga dapat diminimalkan.
Meskipun jarang terdengar dibandingkan ranjau darat konvensional, ranjau anti-helikopter tetap menjadi bagian dari strategi peperangan modern yang perlu diperhitungkan dalam setiap konflik bersenjata.
Referensi
Baca juga : Ranjau darat anti-personil PFM-1 Soviet: Kupu-kupu Maut
Baca juga : Ranjau anti-personil Mohawk M18 Claymore (1956), Amerika Serikat
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Palestina, perempuan telah memainkan peran yang sangat penting, tidak hanya sebagai…
Proyek Kuba dan Upaya Rahasia untuk Menaklukkan Komunisme di Belahan Barat Operasi Mongoose, atau Proyek…
Lawan Penindasan! Begini Cara Anda Bisa Membantu Palestina Lima Langkah Konkret untuk Mendukung Palestina dari…
Air Sebagai Senjata: Bagaimana Proyek Anatolia Tenggara Mengubah Dinamika Geopolitik Dari Pembangunan ke Penguasaan: Dampak…
Operasi Swift Retort vs Operasi Bandar: Analisis Pertempuran Udara India-Pakistan Aset IAF tidak berada di…
Pioneering Flight: The Story of Yak-141 and Its Influence on F-35B Development Yak-141: Jet Tempur…