Dunia Barat biasa menyebut sang sultan dengan julukan Alp Arslan, yang berarti ”Singa yang Gagah Berani”.
ZONA PERANG (zonaperang.com) ”Sultan yang Berilmu”. Begitulah Alab (Allepo) Arsalan, Sultan Daulah Bani Seljuk itu biasa dijuluki.
Dunia Barat biasa menyebut sang sultan dengan julukan Alp Arslan, yang berarti ”Singa yang Gagah Berani”. Sultan Alp Arslan adalah cucu pendiri Dinasti Seljuk, Seljuk Beik, yang memeluk Islam mulai abad ke-10 M.
Memimpin Kesultanan Seljuk dengan gemilang
Sejatinya, ia bernama lengkap Muhammad bin Daud Ja’fari Beik bin Mikhail bin Saljuk At-Turki. Sultan Alp Arslan terlahir pada 425 Hijriyah, bertepatan dengan 1029 M.
Ia memulai kariernya sebagai pemimpin rakyat, ketika menggantikan ayahnya, Chagri Begh, sebagai Gubernur Khurasan pada 1059 M.
Ketika pamannya, Thugril Beik, wafat, Alp Arslan naik tahta sebagai Sultan Seljuk. Ia resmi menyandang gelar Sultan pada 27 April 1064 M. Jabatan Gubernur Khurasan diserahkan kepada saudaranya, Suleiman.
Sultan Alp Arslan dikaruniai tujuh orang putra dan dua putri. Kelak, tahta Kesultanan Seljuk yang didudukinya diwariskan kepada salah seorang putranya bernama Malik Shah I.
Sultan Alp Arslan memimpin Kesultanan Seljuk dengan gemilang. Dinasti Seljuk menjelma menjadi sebuah kekuatan yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Kekuatan militer Dinasti Seljuk begitu perkasa, sehingga tak ada kerajaan lain yang mampu menandinginya pada zaman itu. Kekuatan utama Dinasti Seljuk memang berada pada bidang militer.
Seorang pemimpin yang berani serta memiliki kecakapan dalam militer dan keterampilan bertempur
Semasa memerintah, Sultan Alp Arslan dikenal sebagai seorang pemimpin yang berani serta memiliki kecakapan dalam militer dan keterampilan bertempur. Dalam mengonsolidasikan Kesultanan Seljuk dan melumpuhkan perlawanan yang datang dari berbagai kelompok di dalam negeri, ia dibantu Perdana Menteri Nizam Al-Mulk.
Nizam Al-Mulk/Abu Ali Hasan ibn Ali Tusi( 10 April 1018 – 14 October 1092) merupakan salah seorang negarawan yang paling terkemuka di awal sejarah Islam. Sang perdana menteri juga berjasa dalam mendirikan lembaga administrasi yang menangani masalah pajak yang dipungut dari kalangan pengusaha, pedagang, serta daerah taklukannya.
Ia begitu peduli pada nasib orang-orang miskin
Sejarah peradaban Islam mencatat, Sultan Alp Arslan sebagai pemimpin yang sangat adil, dermawan, penuh dengan belas kasihan terhadap rakyat dan orang-orang fakir. Ia layak ditiru para pemimpin Islam di era modern ini. Betapa tidak. Ia begitu peduli pada nasib orang-orang miskin. Ia senantiasa menyedekahkan harta yang dimilikinya.
Setiap bulan Ramadhan, Sultan Alp Arslan menyedekahkan sekitar 15 ribu dinar (koin emas) khusus untuk fakir miskin. Ia dikenal sebagai pemimpin yang prorakyat. Uang pajak yang berhasil dihimpun pemerintahan Seljuk tak digunakan untuk memperkaya diri.
Uang rakyat itu dia gunakan membiayai lahan-lahan pertanian, membayar gaji tentara, menyediakan makanan yang cukup bagi seluruh rakyatnya, serta membiayai perang guna memperluas wilayah kekuasaan Kesultanan Seljuk.
Baca juga : Janji Panglima Salahuddin Ayyubi Merebut Yerusalem dalam Perang Salib
Baca juga : 6 Ramadhan 223 Hijriah; Teriakan Muslimah yang membuka gerbang kota Amorium
Sikapnya yang tegas dan bijaksana
Suatu hari, Sultan Alp Arslan menerima beberapa pegawainya yang mengadukan kesalahan yang telah dilakukan oleh salah seorang menterinya.
Sang Sultan menindaklanjuti laporan itu dengan tabayyun. Ia memanggil sang menteri yang dilaporkan telah melakukan kesalahan tersebut.
Ia lalu berkata, ”Perhatikanlah! Jika berita yang sampai kepadaku itu benar, maka perbaikilah akhlak dan tingkah lakumu. Kalau sebaliknya, maka maafkanlah mereka.” Berkat sikapnya yang tegas dan bijaksana, para pegawai bawahannya tidak berani berbuat zalim kepada siapa pun.
Mendapatkan perlawanan hebat dari Gubernur Khawarizmi
Selama memerintah Kekhalifahan Seljuk, Alp Arslan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga kawasan Asia Barat dan Turkistan yang merupakan tanah kelahiran leluhurnya. Didukung bala tentara yang kuat, ia kemudian menuju ke tepi Sungai Oxus untuk menaklukan wilayah Turkistan. Namun, di tengah perjalanan, pasukan yang dipimpinnya mendapatkan perlawanan hebat dari Gubernur Khawarizmi, Yussuf Al-Harezmi.
Guna mempertahankan wilayah kekuasaannya, dengan penuh keberanian sang gubernur menarik pisau belatinya dan kemudian menancapkannya tepat ke bagian dada penguasa Seljuk itu. Akibat luka yang dideritanya, Alp Arslan meninggal dunia empat hari kemudian, tepatnya pada 25 November 1072 M, pada usia 42 tahun.
Jenazahnya kemudian dibawa ke Merv, Khurasan (saat ini Turkmenistan) untuk dimakamkan di samping makam ayahnya, Chagri Begh. Di atas batu nisannya tertulis: ”Wahai orang-orang yang melihat kemegahan langit yang tinggi dari Alp Arslan, lihatlah! Dia berada di bawah tanah hitam sekarang…”
Ketika ia terbaring dalam keadaan sekarat, Alp Arslan berbisik kepada putranya bahwa kesombongan telah membunuhnya. Ia berujar, ”Dikelilingi oleh banyak prajurit yang memang dikhususkan untuk menjagaku siang dan malam, telah membuat keberanian menghalangi akal sehatku.”
”Aku lupa terhadap peringatan-peringatan yang ada, dan di sini sekarang aku berbaring, dalam keadaan kesakitan dan sekarat. Ingatlah ini sebagai sebuah pelajaran yang berharga, dan jangan biarkan kesombongan memperdayaimu!”
Untuk mengenang kepemimpinannya, pemerintah Turki mengabadikan namanya sebagai nama bulan dalam penanggalan Turki selama periode 2002 sampai Juli 2008.
Kisah heroik Sang Sultan
Salah satu perang besar yang pernah dilakoni Sultan Alp Arslan adalah peperangan di dekat Kota Manzikert (sekarang Malazgirt, Turki Timur).
Pada 26 Agustus 1071 M atau bertepatan dengan 463 H, pasukan Romawi Timur (Byzantium) yang dipimpin Kaisar Romanus Diogenes IV bertemu dengan pasukan Seljuk di bawah komando Sultan Alp Arslan di Kota Manzikert.
Pertempuran itu memainkan peran penting dalam melemahkan Kekaisaran Romawi Timur dan jatuhnya Anatolia ke tangan Kesultanan Seljuk. Dalam peperangan tersebut, pasukan Seljuk berhasil mengalahkan dan memukul mundur pasukan Romawi Timur.
Baca juga : 21 Mei 878, Jatuhnya Syracuse(ibukota Romawi Sisilia) : Ekspansi pasukan muslim di Italia selatan
Baca juga : Muhammad bin Qasim Sang Penakluk India
Menyerang dan membantai orang Islam
Penyebab pertempuran tersebut karena Kaisar Romawi mempersiapkan pasukannya untuk menyerang dan membantai orang Islam. Pasukan yang dipersiapkan oleh Kaisar Romanus jumlahnya mencapai 100 ribu orang. Pasukan Romanus terdiri atas orang-orang Romawi, Eropa, Eropa bagian barat, Rusia, Bajnak, Karg, dan lain-lain.
Ketika pasukan Romanus sudah sampai di Manzikert, Sultan Alp Arslan masih belum mampu mengumpulkan semua pasukannya. Penyebabnya, jarak satu pasukan dengan yang lain sangat berjauhan dan ditambah lagi posisi musuh yang sudah semakin dekat. Dengan persiapan secukupnya, dia berangkat menuju Romawi. Pasukan yang dibawanya hanya berjumlah 15 ribu orang dari para penunggang kuda. Itu pun ia dapatkan di dalam perjalanan.
Berpidato di hadapan pasukannya
Sebelum bertempur melawan tentara kafir, dia berpidato di hadapan pasukannya, ”Aku berjuang karena hanya mengharapkan pahala dari Allah SWT dan dengan penuh kesabaran. Kalau seandainya aku menang, maka itu adalah merupakan suatu nikmat dari Allah, seandainya aku mati syahid, maka putraku Malik Shah yang akan menggantikanku.”
Barisan depan antara dua pasukan mulai bertempur. Barisan depan pasukan Romawi jumlahnya mencapai 10 ribu orang. Ketika kedua pasukan hampir saling menyerang, Sultan Alp Arslan sempat menawarkan perdamaian kepada Kaisar Romanus. Namun, tawaran tersebut ditolak.
Seranglah mereka pada hari Jumat ketika para khatib sedang berada di atas mimbar
Penolakan tersebut sempat membuat Sultan Alp Arslan merasa gelisah. Gurunya yang juga seorang ahli fikih, Abu Nashr Muhammad bin Abdul Malik Al-Bukhari Al-Hanafi, berkata kepadanya, ”Sesungguhnya Anda berperang untuk membela agama Allah. Dia telah berjanji akan menolong agama-Nya dan akan memenangkan agama-Nya atas semua agama-agama.”
‘‘Saya berdoa agar Allah SWT menentukan kemenangan dalam pertempuran ini untuk pasukan Islam dengan perantaraan dirimu. Seranglah mereka pada hari Jumat setelah tergelincirnya matahari, yaitu ketika para khatib sedang berada di atas mimbar. Pada saat itu semua khatib berdoa agar orang-orang yang berjihad di jalan Allah mendapatkan kemenangan. Doa mereka pasti akan dikabulkan oleh Allah.”
Sultan Alp Arslan kemudian shalat sambil menangis. Ia mengharapkan agar semua anggota pasukannya juga menangis supaya mereka bisa lebih mudah mendekatkan diri kepada Allah. Tak henti-hentinya Sultan terus berdoa bersama mereka.
Ia lalu berkata kepada mereka, ”Siapa yang menginginkan untuk melarikan diri, dipersilakan. Yang menyuruh untuk berperang atau melarangnya bukanlah Sultan.” Dia lalu mengikat ekor kudanya dan semua anggota pasukannya juga melakukan hal yang sama.
Sambil memakai pakaian yang berwarna putih, dia berkata, ”Kalau seandainya aku terbunuh, maka itu adalah merupakan ajalku.”
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS Al Baqarah: 249)
Kaisar Romanus meminta agar menjadikannya sebagai wakil
Pada pertempuran tersebut pasukan Romawi mengalami kekalahan dan pemimpinnya berhasil ditawan. Kaisar Romanus kemudian meminta Sultan Alp Arslan agar menjadikannya sebagai wakil.
Bahkan, ia bersedia menebus dirinya dengan sejumlah uang. Sultan pun menerima permintaan yang diajukan oleh Kaisar Romawi tersebut, hanya saja Sultan mensyaratkan tiga hal.
Pertama, semua tawanan Islam yang berada di Kerajaan Romawi harus dibebaskan. Kedua, Kaisar Romawi harus sanggup mengirimkan pasukan kepada Sultan, kapan saja dia menginginkannya. Ketiga, Kaisar harus menebus dirinya dengan 1,5 juta dinar(koin emas).
Sultan menempatkan Kaisar tersebut di suatu kamp dan memberikan kebebasan kepadanya untuk tinggal bersama beberapa pasukannya. Kaisar Romawi mengirimkan 10 ribu dinar kepada Sultan.
Uang tersebut ia pergunakan untuk membiayai persiapan perang. Kaisar Romawi juga sanggup untuk melakukan perdamaian selama 50 tahun. Dengan dikawal pasukan, Sultan mengirimkan Kaisar Romanus pulang ke negaranya.
Kaisar Romanus
Tragisnya, Kaisar Romanus justru menghadapi kudeta yang dilakukan John Doucas, rival politiknya. Istri Kaisar Romanus dipaksa masuk biara, sementara ia dipenjara di Sicilia. Setelah berjanji untuk tidak mengklaim kembali takhtanya dari Kaisar Michael VII Doucas, Romanus justru dibutakan pada 29 Juni 1072, dan meninggal tak lama sesudahnya karena infeksi yang parah akibat pembutaan matanya.
Pada 1084 M, Kesultanan Seljuk menaklukkan Antiokhia (Turki) dan pada 1092 Kota Nicea(Kota ini juga terkenal karena Konsili Nicea I pada tahun 325. Konsili ini penting untuk agama Kristen-ungkapan sekaligus ikhtisar iman Kristen) .
Baca juga : 26 Agustus 1071, Pertempuran Manzikert : Jalan Awal Utsmani Turki di Byzantium(Romawi Timur)