- Rohingya: Kisah Perjuangan Sebuah Etnis Tanpa Negara
- Suku Rohingya, sebuah komunitas etnis beragama Islam yang berasal dari wilayah Rakhine di Myanmar, telah menghadapi perjalanan yang penuh tantangan dan tragedi
ZONA PERANG(zonaperang.com) Suku Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang bermukim di negara bagian Rakhine, Myanmar. Mereka telah lama hidup dalam bayang-bayang penindasan, diskriminasi, dan kekerasan, yang berpuncak pada eksodus massal dan krisis pengungsi paling tragis di dunia modern. Untuk memahami penderitaan Rohingya, kita perlu melihat lebih jauh ke dalam sejarah konflik antara mereka dan pemerintah Myanmar, yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Awal Perselisihan dengan Pemerintah Myanmar
Perselisihan antara suku Rohingya dan pemerintah Myanmar dapat ditelusuri kembali ke era kolonial Inggris. Ketika Inggris menjajah Burma (nama lama Myanmar) pada abad ke-19, mereka mempekerjakan banyak orang dari luar, termasuk Muslim dari India dan Bangladesh, untuk bekerja di tanah Burma.
Setelah Burma merdeka pada 1948, warga negara baru ini menganggap Rohingya sebagai sisa dari kebijakan kolonial Inggris, yang dianggap sebagai imigran ilegal meskipun banyak dari mereka telah tinggal di wilayah tersebut selama beberapa generasi.
“Umat Buddha, mayoritas di Myanmar, tetap menilai Rohingya sebagai orang Bengali dan menolak keberadaan mereka.”
Tahun 1982, pemerintah Myanmar mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang kontroversial, yang secara efektif mencabut status kewarganegaraan Rohingya, membuat mereka menjadi orang tanpa negara (stateless). Sejak saat itu, Rohingya tidak diakui sebagai salah satu dari 135 etnis resmi di Myanmar, yang semakin memperkuat diskriminasi sistemik terhadap mereka. Hal ini diperburuk oleh kebijakan militer yang menargetkan Rohingya dalam berbagai operasi yang sering kali disertai dengan kekerasan, pemerkosaan, dan pembunuhan massal.
Baca juga : Buku Catatan Kaki dari Gaza, Joe Sacco: “Kisah Tragedi Penjajahan Israel dalam Gambar”
Baca juga : Battle of Nahavand : Serangan balasan Persia yang berujung Kekalahan Total
Pengungsian dan Krisis Kemanusiaan
Krisis mencapai puncaknya pada Agustus 2017 ketika militer Myanmar melancarkan operasi besar-besaran di Rakhine sebagai respons terhadap serangan oleh kelompok militan Rohingya, Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Operasi ini mengakibatkan pembakaran desa-desa Rohingya, pembunuhan ribuan orang, dan pemerkosaan sistematis yang membuat ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri ke negara-negara tetangga, terutama Bangladesh.
“Mereka melarikan diri ke negara-negara tetangga, terutama Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan Indonesia.”
Pada akhir 2017, lebih dari 700.000 orang Rohingya hidup sebagai pengungsi di kamp-kamp yang penuh sesak di Cox’s Bazar, Bangladesh, dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Mengapa Rohingya Ditolak di Banyak Negara Tetangga?
Meskipun penderitaan Rohingya telah menarik perhatian dunia, banyak negara tetangga menolak untuk menerima mereka sebagai pengungsi tetap. Beberapa faktor yang menyebabkan penolakan ini meliputi:
- Masalah Sosial dan Ekonomi: Negara-negara seperti Bangladesh dan India, yang sudah menghadapi tantangan ekonomi dan sosial mereka sendiri, khawatir bahwa menerima pengungsi Rohingya dalam jumlah besar akan membebani sumber daya mereka yang sudah terbatas. Banyak negara memiliki kapasitas yang terbatas untuk menampung pengungsi dalam jumlah besar.
- Isu Keamanan: Pemerintah di beberapa negara tetangga, seperti Thailand dan Malaysia, mengkhawatirkan potensi radikalisasi di kalangan pengungsi Rohingya yang mungkin terpengaruh oleh kelompok-kelompok ekstremis. Hal ini menyebabkan mereka enggan memberikan suaka secara luas kepada para pengungsi.
- Ketegangan Etnis dan Agama: Di beberapa negara, seperti India dan Sri Lanka, terdapat ketegangan antara mayoritas agama yang ada dengan komunitas Muslim. Penerimaan pengungsi Rohingya, yang beragama Islam, dianggap dapat memicu ketegangan etnis dan agama lebih lanjut.
- Politik Internal: Beberapa negara tetangga Myanmar enggan menghadapi tekanan politik dan diplomatik dari pemerintah Myanmar. Mereka lebih memilih untuk mempertahankan hubungan baik dengan Myanmar daripada menghadapi kemungkinan konflik diplomatik.
- Kurangnya Dukungan Internasional: Komunitas internasional belum memberikan dukungan yang memadai dalam menangani krisis pengungsi Rohingya. Bantuan keuangan dan logistik yang terbatas membuat negara-negara penerima pengungsi enggan untuk menanggung beban ini sendirian.
Cerita tragis tentang penindasan, ketidakadilan, dan ketidakmampuan dunia
Kisah Rohingya adalah cerita tragis tentang penindasan, ketidakadilan, dan ketidakmampuan dunia untuk memberikan perlindungan yang memadai bagi mereka yang paling membutuhkan. Meskipun penderitaan mereka telah mendapat perhatian global, solusi jangka panjang masih jauh dari tercapai. Keengganan negara-negara tetangga untuk menerima mereka sebagai pengungsi menunjukkan tantangan yang lebih besar dalam sistem internasional yang seharusnya melindungi hak asasi manusia bagi semua orang, tanpa memandang asal-usul mereka.
“Negara-negara tetangga harus lebih bertanggung jawab dalam menangani krisis ini dan memberikan perlindungan kepada Rohingya. Hanya dengan kerja sama internasional dan kepedulian yang sebenarnya, kita dapat membantu Rohingya menemukan kedamaian dan keadilan yang mereka cari.”
Baca juga : Negara-Negara yang Berubah dari Demokratis ke Otoriter: Jalan Menuju Kehancuran
Baca juga : Freemasonry di Indonesia: Dari Masa Kolonial Hingga Kini