Tragedi Sepatan: Kekerasan Pasukan Komunis Ubel-Ubel di Tangerang
ZONA PERANG(zonaperang.com) Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, situasi di Indonesia sangat tidak stabil. Revolusi fisik berlangsung di tengah kekosongan kekuasaan, dengan berbagai kelompok milisi muncul untuk mempertahankan kemerdekaan dari ancaman penjajah. Namun, di balik semangat perjuangan, konflik internal dan kekerasan juga mewarnai periode tersebut.
Salah satu insiden yang mencerminkan kompleksitas Revolusi Indonesia adalah aksi kekerasan Pasukan Ubel-Ubel di Sepatan, Tangerang, pada 12 Desember 1945. Pasukan Ubel-Ubel adalah salah satu kelompok kiri bersenjata yang muncul di Banten dan sekitarnya. Mereka memiliki ciri khas berupa kain ubel-ubel (ikat kepala) yang dikenakan para anggotanya.
Pasukan Ubel-Ubel dikenal sebagai kelompok milisi lokal yang terbentuk pada masa revolusi untuk melawan penjajahan Belanda. Meskipun awalnya memiliki semangat nasionalisme, mereka sering bertindak di luar kendali pemerintah revolusioner, melakukan aksi kekerasan, penjarahan, dan bahkan pembunuhan.
Kelompok komunis ini dipimpin oleh tokoh-tokoh lokal yang memiliki pengaruh besar di wilayah Tangerang dan Banten. Namun, di beberapa kesempatan, tindakan mereka lebih mencerminkan kepentingan pribadi atau kelompok daripada tujuan nasional.
Baca juga: Peristiwa Tiga Daerah (4 November 1945): Rusuh Kaum Kiri di Awal Kemerdekaan
Baca juga: Tragedi Simpang KKA: Lembar Kelam Konflik Aceh yang Tak Terlupakan
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, situasi politik dan sosial di berbagai daerah, termasuk Tangerang, sangat tidak stabil. Pada 18 Oktober 1945, Badan Direktorium Dewan Pusat yang dipimpin oleh Ahmad Khairun mengambil alih kekuasaan dari Bupati Agus Padmanegara.
Mereka membubarkan semua aparatur pemerintah dan menolak untuk mengakui pemerintah pusat. Dalam konteks ini, Laskar Ubel-Ubel dibentuk sebagai kelompok bersenjata yang bertugas melancarkan teror dan intimidasi terhadap masyarakat.
Aksi pada 12 Desember 1945 dimulai dengan serangan mendadak ke desa Sepatan. Pasukan Ubel-Ubel melakukan perampokan besar-besaran dan membunuh banyak penduduk tanpa ampun terutama di Kronjo dan Kresek. Di Mauk, mereka membunuh Otto Iskandar Dinata, seorang tokoh nasional yang sangat dihormati, dengan cara disembelih hidup-hidup. Kekerasan ini tidak hanya menimbulkan kerugian materiil tetapi juga trauma mendalam bagi masyarakat setempat.
“Dengan dukungan tokoh-tokoh komunis bawah tanah, mereka membentuk pemerintahan sendiri dan melancarkan serangan terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai ancaman.”
Peristiwa ini mencerminkan kekacauan yang melanda Indonesia pasca-kemerdekaan, di mana berbagai kelompok bersenjata berusaha menguasai wilayah dan menegakkan ideologi mereka sendiri. Aksi kekerasan Pasukan Ubel-Ubel menjadi bagian dari sejarah kelam perjuangan kemerdekaan yang sering kali dilupakan dalam narasi resmi.
Pemerintah Indonesia saat itu segera mengambil tindakan untuk menumpas pasukan Ubel-Ubel. Operasi militer dilancarkan untuk menangkap dan menghukum para pelaku kejahatan tersebut. Usman dan beberapa anggota pasukan Ubel-Ubel berhasil ditangkap dan diadili atas tindakan kejahatan mereka.
Baca juga: Tragedi Rohingya: Dari Penindasan di Myanmar hingga Pengungsian yang Tak Berujung
Baca juga: (Melawan Lupa)Pao An Tui, Sisi Kelam Masyarakat Cina pendukung Belanda di Indonesia
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Palestina, perempuan telah memainkan peran yang sangat penting, tidak hanya sebagai…
Proyek Kuba dan Upaya Rahasia untuk Menaklukkan Komunisme di Belahan Barat Operasi Mongoose, atau Proyek…
Lawan Penindasan! Begini Cara Anda Bisa Membantu Palestina Lima Langkah Konkret untuk Mendukung Palestina dari…
Air Sebagai Senjata: Bagaimana Proyek Anatolia Tenggara Mengubah Dinamika Geopolitik Dari Pembangunan ke Penguasaan: Dampak…
Operasi Swift Retort vs Operasi Bandar: Analisis Pertempuran Udara India-Pakistan Aset IAF tidak berada di…
Pioneering Flight: The Story of Yak-141 and Its Influence on F-35B Development Yak-141: Jet Tempur…