ZONA PERANG (zonaperang.com) Tak seorang pun pernah tercatat dalam sejarah mampu menaklukkan Afrika Utara dalam waktu kurang dari satu dekade, kecuali Uqba bin Nafi. Karena itu, tak berlebihan jika julukan ”Penakluk Afrika” tersemat pada dirinya.
Wilayahnya membentang luas mulai dari timur hingga barat
Afrika Utara adalah kawasan yang wilayahnya membentang luas mulai dari timur hingga barat. Sejarah mencatat, seorang panglima Muslim mampu menguasai wilayah nan luas itu. Dialah Uqba bin Nafi.
Uqba bin Nafi menaklukkan Afrika Utara pada paruh kedua di abad pertama Hijriyah. Wilayah yang berhasil ia taklukkan meliputi Aljazair, Tunisia, Libya, dan Maroko hingga ke pantai Atlantik, kecuali Mesir yang ditaklukkan Amr bin al-Ash.
Bakat kemiliteran mengalir deras dalam darahnya
Uqba bin Nafi lahir di Makkah, satu tahun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah. Ia dibesarkan dalam lingkungan Islam. Ia banyak mendapat didikan mengenai ajaran Islam dari sang ayah, Nafi bin Qais al Fahri Quraisy. Dari sang ayah pulalah bakat kemiliteran mengalir deras dalam darahnya.
Kedekatannya dengan penakluk Mesir, Amr bin al-Ash, ia dapatkan dari garis keturunan ibunya. Amr bin al-Ash adalah paman Uqba yang juga mewariskan darah pejuang dalam dirinya. Uqba selalu mengikuti dan menemani ayahnya selama masa kampanye Amr bin al-Ash di Mesir.
Memimpin pasukan Muslim ke Afrika Utara
Setelah penaklukan Mesir, Amr bin al-Ash kemudian mengirim Uqba untuk menaklukkan wilayah barat. Pada 50 H, Uqba memimpin pasukan Muslim ke Afrika Utara dengan melintasi padang pasir Mesir. Dalam perjalanannya, ia mendirikan sejumlah pos militer, salah satunya di wilayah yang kini dikenal sebagai Tunisia.
Di Tunisia pula ia membangun sebuah kota bernama Kairouan yang terletak di 160 kilometer arah selatan sebuah daerah yang kini dikenal sebagai Tunis, ibu kota Tunisia. Uqba menggunakan Kairouan sebagai pos utama untuk operasi-operasi selanjutnya.
Berhasil mencapai pesisir Samudra Atlantik
Pos-pos militer yang didirikan Uqba ini membentang sepanjang ratusan mil tanpa ada konfrontrasi (perlawanan) yang berarti dari masyarakat setempat. Setelah melintasi wilayah Tunisia, Libya, Aljazair, dan Maroko, ia pun berhasil mencapai pesisir Samudra Atlantik dengan penuh kemenangan.
Pada 55 H, Uqba diberhentikan oleh Amir Muawiyah. Dengan lapang dada, Uqba menerima pemberhentiannya dan menyerahkan komando pasukan kepada Abu Mahajer Dinar. Namun, pada 62 H, Uqba lagi-lagi ditunjuk sebagai komandan pasukan untuk wilayah Maghribi, yang kini meliputi sejumlah negara di Afrika Utara, yakni Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya.
Menurut sebuah legenda, salah satu tentara Uqba pernah menemukan emas terkubur dalam pasir di wilayah ini. Emas tersebut dipercaya sebagai sebuah benda berharga yang pernah hilang di Makkah. Ketika tanah berpasir itu digali, terpancarlah air yang diyakini berasal dari sumber yang sama dengan mata air zamzam.
Uqba bersama pasukannya juga melakukan perjalanan ke arah barat hingga mencapai Tahert. Tahert adalah daerah pertahanan tentara Romawi yang kala itu sedang bersiap siaga mengadang pasukan Uqba. Padahal, Uqba hanya membawa pasukan dalam jumlah kecil dan jauh dari pangkalan logistik.
Namun, pidato inspiratif Uqba sesaat sebelum perang berhasil membakar semangat pasukan berjumlah kecil itu. Setelah berjuang mati-matian, mereka pun akhirnya mampu mengalahkan musuh. Uqba pun memacu kudanya menuju Samudra Atlantik.
Baca juga : 11 Agustus 1480, Kota Otranto di Italia selatan jatuh ke tangan pasukan Muhammad Al-Fatih
Momen kemenangan
Banyak sejarawan mengisahkan, kemenangan tersebut menjadi saat-saat paling berkesan bagi Uqba. Salah satu sejarawan dari Andalusia, Ibnu Idhari al-Marrakushi, menceritakan dengan dramatis momen-momen kemenangan Uqba di dalam bukunya Al-Bayan al-Mughrib fi akhbar al-Andalus.
Setelah memenangi pertempuran dan mencapai Pantai Atlantik, Uqba berseru: ”Ya Allah yang menjadi saksi, aku telah membawa pesan-Mu hingga pengujung daratan. Jika samudra tidak membatasi jalanku, aku akan melanjutkan perjuangan melawan orang-orang kafir dan menegakkan iman hingga tidak ada lagi yang disembah kecuali Engkau.”
Setelah kemenangan besarnya atas tentara Romawi, Uqba kembali ke pangkalannya di Kairouan. Ketika sampai di Tanja, ia menyebar kekuatannya dan membawa 300 orang prajurit bersamanya. Kondisi itu menjadi peluang bagi lawan untuk menyerang Uqba kembali.
Berpaling dan bergabung dengan pasukan Roma
Pimpinan tentara Berber, Kusaila, yang sebelumnya memeluk Islam kemudian berpaling dan bergabung dengan pasukan Roma. Pasukan besar Roma dan Berber ini pun bersekongkol untuk menyerang Uqba.
Dalam keadaan terjepit, Uqba pun memantapkan dirinya untuk berjuang di jalan Allah SWT melawan musuh. “Saya ingin mati syahid,” ujar Uqba. Tekad serupa juga diserukan Abu Mahajer Dinar. “Aku juga ingin mati syahid,” ujarnya.
Mereka pun lalu bahu-membahu dan bertempur dengan gagah berani. Takdir pun menggariskan, kedua panglima itu bersama 300 prajuritnya yang gagah berani mati syahid. Ubqa wafat di samping Abu Mahajer.
Jenazah mereka dimakamkan di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Sidi Uqba di Aljazair. Untuk menghormati para pejuang Muslim ini, masyarakat setempat membangun sebuah masjid di tempat tersebut. Hingga saat ini, keturunan Uqba masih ada dan tersebar di wilayah yang membentang antara Danau Chad hingga Pantai Mauritania. Beberapa keturunan Uqba dikenal dengan sebutan Ouled Sidi Ukba.
Warisan Mulia Sang Panglima
Kairouan adalah kota penting dalam sejarah perjuangan Uqba bin Nafi. Sebab, Uqbalah yang mendirikan kota ini pada 871 M.
Sebagai langkah awal untuk mengembangkan kota ini, panglima besar Muslim ini membangun sebuah masjid agung yang di kemudian hari menjadi pusat aktivitas intelektual para cendekiawan di Benua Afrika.
Sesuai nama pendirinya, masjid ini dinamakan Masjid Uqba. Namun, masjid itu kini lebih dikenal sebagai Masjid Agung Kairouan yang tercatat sebagai salah satu masjid terpenting di Tunisia. Masjid ini pun tercatat sebagai salah satu yang tertua di bumi sehingga UNESCO memasukkannya sebagai salah satu warisan dunia.
Teletak di timur laut Kairouan, masjid ini masuk dalam wilayah Houmat a-Jami. Dulu, Uqba sendiri yang memilih lokasi untuk pembangunan masjid ini, yakni tepat di jantung kota. Berdiri di atas lahan seluas 9.000 meter persegi, Masjid Kairouan didaulat sebagai masjid terbesar di Afrika Utara.
Arsitektur masjid ini yang kental dengan nuansa seni Islam menjadi kiblat bagi semua masjid di kawasan Maghribi. Kemegahan masjid ini terlihat dari menaranya yang tinggi besar dengan bentuk persegi. Menara yang disempurnakan oleh Gubernur Dinasti Umayyah Bishr bin Shafwan pada 725 M itu tampil dengan gaya Romawi kuno.
Menara yang menjulang dengan ketinggian 31,5 meter ini menginspirasi pembangunan menara di banyak daerah, terutama Afrika Utara dan Andalusia.
Hancur lebur akibat serbuan pasukan suku Berber
Sekitar 20 tahun setelah dibangun, tepatnya pada 690 M, masjid ini hancur lebur akibat serbuan pasukan suku Berber yang bermaksud merebut Kota Kairouan. Namun, pada 703 M, masjid ini dibangun kembali oleh Hasan bin al-Nu’man. Bahkan, pada 724-728 M, masjid ini diperluas karena jumlah jamaah yang makin bertambah.
Selain diperluas, Masjid Kairouan juga mengalami beberapa kali renovasi. Pada 774, masjid direkonstruksi disertai dengan penambahan aksesori. Kemudian pada 836 di masa pemerintahan Dinasti Ziadeth Allah I, Masjid Kairouan kembali direnovasi. Tampilan Masjid Kaioruan yang terlihat kini merupakan hasil rekonstruksi pada masa Dinasti Ziadiet Allah I. Pemugaran pada 1967 di bawah arahan Institut Arkeologi dan Seni Nasional, Tunisia tak mengubah tampilan itu.
Keberadaan Masjid Uqba ini membuat Kairouan berkembang pesat menjadi salah satu pusat peradaban dan perkembangan ilmu, baik keilmuan Islam dan pengetahuan umum. Peran masjid ini bisa dikatakan setara dengan Universitas Paris pada abad pertengahan. Namun, sejak Kairouan mengalami kemunduran pada abad ke-11, pusat aktivitas intelektual bergeser ke Universitas Ez-Zitouna, Tunisia.
Baca juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa
Baca juga : Jarang Diketahui, 7 Pertempuran yang Menentukan Sejarah Dunia