ZONA PERANG(zonaperang.com) Cerita pemberontakan komunis atau kekejaman yang dilakukan terhadap pihak-pihak yang menentang tindakan mereka (PKI), bukan hanya terjadi di ibukota negara, Djakarta (ejaan lama), namun juga di beberapa daerah lain di Indonesia termasuk di Kabupaten Simalungun atau persisnya di areal perkebunan karet Bandar Betsy, kabupaten Simalungun, Kecamatan Bandar Huluan Sumatra Utara.
“Gerakan 30 September 1965 adalah salah satu titik berdarah dalam sejarah Indonesia. Fitnah, agitasi dan propaganda, berikut aksi-aksi sepihak Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dirasakan langsung oleh masyarakat di lapisan bawah sebelum peristiwa itu, telah membuat masyarakat berhadap-hadapan secara langsung dengan PKI sebelum dan sesudah peristiwa itu meledak.”
Sosok Letnan Dua Anumerta Sudjono tercatat sebagai salah satu Pahlawan Revolusi yang menjadi korban keganasan massa yang dimobilisasi oleh PKI tahun 1965.
Sudjono yang kala itu berpangkat Peltu (Pembantu Letnan Satu, bintara pertama, satu tingkat dibawah letnan dua) merupakan anggota pengamanan perkebunan, gugur dianiaya secara sadis oleh sekelompok orang dari Barisan Tani Indonesia (BTI) yang merupakan organisasi di bawah binaan PKI.
Baca juga : Surat Rahasia Suparjo yang Diselundupkan ke Penjara Omar Dhani, Ungkap Fakta Dibalik Gagalnya G30S PKI
Baca juga : Pertempuran Johnson South Reef 1988 : Invasi dan penguasaan kepulauan Spratly oleh Komunis Cina
Organisasi Sayap PKI
Sebelum peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) tahun 1965 meletus di Jakarta, pada 14 Mei 1965 terjadi “aksi berdarah” oleh Organisasi Sayap PKI di Sumatera Utara.
Organisasi itu terdiri dari Barisan Tani Indonesia, Pemuda Rakyat, dan Gerakan Wanita Indonesia yang berjumlah lebih dari 200 orang anggota. Seorang anggota TNI berpangkat Pembantu Letnan Satu yang dikenal sebagai Letda Sujono, menjadi korban tunggal dalam tragedi yang dinamakan sebagai Peristiwa “Bandar Betsy”.
Nama peristiwa tersebut diambil berdasarkan nama lokasi yang merupakan perkebunan karet milik Perusahaan Perkebunan Negara 9 Bandar Betsy (sekarang PTPN 3 Bandar Betsy).
Beberapa hari sebelum peristiwa terjadi, diketahui sedang ada aksi massa sepihak yang dilakukan oleh organisasi sayap PKI yaitu BTI, PR (Pemuda Rakyat), dan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia). Mereka berkumpul di Balai Sumbersari untuk mengadakan perbincangan, hingga mereka melakukan sebuah kesepakatan untuk merebut kembali lahan perkebunan yang sudah diambilalih pemerintah.
Menguasai tanah negara
Barisan Organisasi Sayap PKI melakukan aksi sepihak ini karena ingin menguasai tanah negara diberbagai daerah di Indonesia dengan asas ingin menegakan hak para petani. Mereka melancarkan aksinya dengan menanami ubi, pisang, dan jagung di lahan perkebunan Bandar Betsy.
Dalam melancarkan aksinya, massa PKI diberikan perlengkapan tani yang kemudian dijadikan sebagai senjata apabila terjadi perlawanan dari pihak aparat pemerintah.
“Seorang anggota TNI, Pelda (Pembantu Letnan Dua) S. Soedjono – bersama Pembantu Letnan Satu Pura, Kasim Saragih dan Karna – yang sedang mengawal pekerja perkebunan milik negara setempat di afdeling V blok 325 “
Berdasarkan kronologi, saat itu Letda Sujono yang sedang melakukan tugas patroli di perkebunan dengan traktor, terjebak di sebuah kubangan lumpur. Kemudian, Letda Sujono mengajak ketiga rekannya untuk mengecek lokasi terjebaknya traktor tersebut agar dapat dievakuasi.
Baca juga : Henk Sneevliet, Tokoh Pembawa “Dosa” Komunisme ke Indonesia
Baca juga : 31 Desember 1992, Pembubaran Negara Republik Sosialis Komunis Cekoslowakia
Menghentikan aksi
Sekembalinya mengecek traktor, Letda Sujono melanjutkan tugasnya berpatroli disekitar kendaraan operasionalnya tersebut. Di saat yang sama, Letda Sujono melihat keberadaan beberapa warga sedang bercocok tanam di lokasi yang seharusnya sudah tidak diperbolehkan. Lalu Letda Sujono bermaksud untuk menghentikan aksi tersebut, karena merupakan perbuatan ilegal.
Peringatan yang diberikan oleh Letda Sujono tidak dihiraukan massa. Mereka tetap menanam dan bahkan salah seorang di antaranya merampas helm milik Letda Sujono.
Karena perbuatan yang dianggap meremehkannya tersebut, Letda Sujono memukul pelaku dengan tongkatnya. Tidak terima akan sikap itu, pelaku memarahi dan seorang lainnya memukul Letda Sujono dari belakang hingga tersungkur.
Mengeroyok dengan cangkul
Kemudian ada massa mengeroyok Letda Sujono yang tak berdaya dengan cangkul dan alat tani lain yang sedang mereka gunakan hingga Letda Sujono meregang nyawa.
“Pelda Soedjono, yang memiliki 8 anak dari seorang istri, menurut siaran pers Departemen Perkebunan RI, tewas seketika setelah kepalanya dihempas dengan cangkul petani militan.”
Sadar Letda Sujono lama belum juga kembali, aparat lainnya pun berpatroli menyusul. Aparat menyaksikan Letda Sujono yang tengah dihujami peralatan tani oleh massa PKI sembari bersorak gembira atas aksi sadis tersebut. Ketiga rekan Letda Sujono pun lari menyelamatkan diri sekaligus melaporkan kejadian yang disaksikannya kepada pihak berwenang.
Beberapa waktu kemudian, Polisi mendatangi lokasi kejadian dan mengamankan beberapa anggota PKI yang masih berada di sekitar lokasi. Kemudian jasad Letda Sujono dibawa ke Rumah Sakit PTPN 4 Kebun Laras untuk selanjutnya dimakamkan.
Baca juga : Tan Malaka, Guru yang Memilih Jalan Revolusi Komunis
Membuat Jendral Ahmad Yani murka
Peristiwa tragis ini terdengar hingga ke ibu kota, membuat Jendral Ahmad Yani selaku Menteri/Panglima Angkatan Darat murka. Ia memerintahkan untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Kemarahan itu diungkapkannya pada 15 Juli 1965 di Jakarta saat menghadiri HUT Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang sekarang menjadi Kopassus.
“Bisa timbul anarki dalam negara kalau kasus ini dibiarkan,” ucap Jendral Ahmad Yani dalam pidatonya.
PKI menimbulkan banyak korban dan kerusakan
Berbagai aksi PKI yang menunggangi kaum buruh dan tani ternyata sudah banyak memakan korban, bukan hanya tujuh jendral dan anggota TNI Angkatan Darat saja, tetapi juga sipil dan para ulama di berbagai daerah seperti di Pondok Pesantren Cokrokoptopati Ibnu Sabil Takeran Magetan .
Letda Sujono kini menjadi pahlawan revolusi bersama 6 jendral dan 1 perwira yang menjadi korban saat peristiwa G30S/PKI di Jakarta.
Lokasi
Di lokasi kejadian, dibuat sebuah Monumen yang dinamakan dengan Tugu Letda Sujono untuk mengenang Peristiwa Bandar Betsy. Monumen tersebut dibuat mirip dengan Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya Jakarta. Sedikit berbeda dengan yang di Jakarta, terdapat 8 patung di Tugu Letda Sujono yang terdiri dari 7 patung jendral dan 1 patung Letda Sujono.
Monumen yang berlokasi di tengah perkebunan PTPN 3 Bandar Betsy, Sumatera Utara ini sering digunakan untuk upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila oleh Kodam I/Bukit Barisan dan pemerintah Sumatera Utara.
Baca juga : Amir Sjarifoeddin, Tokoh komunis peristiwa Pemberontakan Madiun 1948
Baca juga : Mengapa Chiang Kai-shek yang nasionalis kehilangan Cina? dan kemenangan berada di partai komunis?
https://www.youtube.com/watch?v=fuU-PGiIwv8