Keadaan Darurat Dinyatakan, Konflik etnis: Perselisihan Armenia-Azerbaijan berkobar menjadi perang terbuka. Moskow menyebut adanya upaya ‘penggulingan kekuasaan Soviet’.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Setelah pertempuran sengit antara pasukan Armenia dan Azerbaijan di Azerbaijan, pemerintah pusat Uni Soviet mengirimkan tidak kurang 11.000 tentara untuk memadamkan konflik tersebut.
“Meski tampak tenang, kota itu tetap tegang,” tulis koresponden Tass. “Menjelang malam, kelompok-kelompok besar orang mulai berkumpul. Inilah yang mendahului peristiwa tragis, tetapi pasukan tetap berpatroli tanpa senjata.”
“Pertempuran antara orang-orang Armenia yang bersenjata lengkap dan Azerbaijan yang memiliki keturunan ras Turki(bahasa yang bahkan hampir serupa) berkobar menjadi perang terbuka”
Pertempuran itu – dan reaksi resmi Soviet terhadapnya – merupakan indikasi meningkatnya ketidakefektifan pemerintah sentral Soviet dalam mempertahankan kontrol di republik-republik Soviet, dan melemahnya kekuatan politik pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev.
Nagorno-Karabakh
“Uni Soviet mengumumkan keadaan darurat di wilayah yang disengketakan di Nagorno-Karabakh dan daerah-daerah yang berdekatan, serta mengirimkan pasukan ke sana untuk memadamkan apa yang mereka sebut sebagai upaya penggulingan pemerintah dengan paksa.”
Perselisihan di Azerbaijan yang kaya minyak dan gas merupakan hasil dari ketegangan selama berabad-abad antara orang-orang Azerbaijan yang beragama Syiah tetapi dianggap sebagai Islam dan orang-orang Armenia yang beragama Kristen(Ortodoks Oriental/Gereja Armenia/Gereja Gregorian Armenia).
Sejak Revolusi Komunis Rusia pada 1917 dan ketika Tentara Merah Soviet ke-11 Bolshevik menyerbu serta mendirikan Uni Soviet Azerbaijan pada 28 April 1920, rezim ditaktor negara tirai besi berhasil menjaga perdamaian relatif antara kedua kelompok, tetapi dengan melemahnya Uni Soviet secara bertahap pada akhir 1980-an, persaingan etnis mulai muncul kembali.
“Menghadapi konflik etnis paling kejam dalam sejarah Soviet, Presiden Mikhail S. Gorbachev memerintahkan pasukan tempur dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan KGB untuk mendukung pasukan Kementerian Dalam Negeri yang telah dikerahkan di Azerbaijan dan Armenia.”
Dalam kondisi yang melemah, Uni Soviet memilih untuk hanya melibatkan diri secara parsial dalam konflik tersebut. Pendekatan ini tidak biasa – seandainya terjadi di bawah rezim komunis yang ketat pada puncak Perang Dingin, konflik internal yang begitu tegang kemungkinan besar akan segera dipadamkan dengan paksa.
“Dengan pertempuran yang meningkat dengan cepat setelah pembantaian akhir pekan terhadap orang Armenia di Baku, ibu kota Azerbaijan, kedua belah pihak mempersenjatai diri mereka sendiri tidak hanya dengan pistol dan senapan tetapi juga dengan senapan mesin, mortir, senapan anti-pesawat terbang, roket, dan bahkan kendaraan lapis baja dan helikopter yang dicuri dari militer.”
Tindakan tidak tegak Moscow
Dalam kekerasan terbaru itu, Armenia yang terdesak walaupun bersenjata lebih baik mengutuk kurangnya tindakan dari pemimpin Mikhail Sergeyevich Gorbachev dan meminta intervensi militer. Namun, para pejabat Soviet tidak ingin terjun ke dalam pertikaian etnis dan berusaha meremehkan keseriusan situasi di media massa. Seorang pejabat Soviet menyatakan bahwa pertempuran di Azerbaijan bukanlah “perang saudara”, melainkan “perselisihan nasional”.
“Dalam menetapkan keadaan darurat, Presidium Soviet Tertinggi, Parlemen Soviet, mengatakan bahwa kekerasan telah “mencapai titik pembunuhan dan perampokan, serta upaya penggulingan kekuasaan Soviet secara bersenjata dan upaya untuk mengubah secara paksa sistem negara dan politik yang telah ditetapkan dalam konstitusi Uni Soviet.”
Beberapa pendukung Gorbachev bahkan menyuarakan kecurigaan bahwa kekerasan di wilayah tersebut disulut oleh para aktivis anti-Gorbachev untuk mendiskreditkan rezim tersebut. Sekretaris Jenderal Partai Komunis Soviet Mikhail Gorbachev mengirim 11.000 tentara Soviet, dan pemerintah Amerika Serikat mendukung tindakannya sebagai respons kemanusiaan terhadap pembunuhan dan teror.
Di bawah keadaan darurat, salah satu tindakan paling ketat yang diambil oleh pemerintah Soviet sejak perang saudara 1918-20 di sini, para pejabat di wilayah ini akan memiliki wewenang yang luas, termasuk wewenang untuk memberlakukan jam malam, melarang aksi unjuk rasa dan pemogokan, melarang organisasi politik, menyensor media berita, dan bahkan mengharuskan orang untuk bekerja, baik di tempat kerja maupun di tempat penugasan lainnya.
Pasukan yang dikirim Gorbachev tak banyak membantu meredakan situasi – selama dua tahun berikutnya, kekerasan etnis di Azerbaijan terus berlanjut, dan rezim Soviet yang semakin melemah tak mampu membawa resolusi yang langgeng terhadap situasi tersebut. Kurang dari dua tahun kemudian, Gorbachev mengundurkan diri dari kekuasaan dan Uni Soviet pun lenyap.
Baca juga : 5 Operasi teratas badan Intelijen Amerika CIA melawan Uni Soviet