ZONA PERANG (zonaperang.com) – Proklamasi kemerdekaan yang dideklarasikan pada 17 Agustus 1945 tidak serta-merta membuat Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Indonesia masih harus memperjuangkan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan, baik melalui perjuangan di medan tempur maupun negosiasi di meja perundingan agar mendapat pengakuan.
Empat tahun setelah proklamasi, Belanda akhirnya mengakui dan sepenuhnya menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia. Hari ini 72 tahun lalu, tepatnya 27 Desember 1949, dilaksanakan upacara penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia di Amsterdam dan di Jakarta.
Di Istana Raja(Koninklijk Paleis)Amsterdam, penyerahan kedaulatan ditandai dengan penandatanganan dokumen oleh Ratu Juliana dan Perdana Menteri Mohammad Hatta. Dokumen perjanjian itu berisi, antara lain, pernyataan menerima seluruh hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan Piagam Penyerahan Kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia Serikat.
Pada tanggal yang sama, di Istana Rijswijk, Jakarta (sekarang Istana Negara) diadakan upacara penurunan bendera Merah Putih Biru Belanda dan diganti dengan bendera Merah Putih.
Jalan terjal pengakuan kedaulatan
Upaya diplomasi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan melalui serangkaian perundingan dengan Belanda yang berlangsung antara 1946-1949.
Sekedar informasi, negara yang mengakui pertama kali Indonesia adalah: Arab Mesir(22 Maret 1946), Republik Arab Suriah, Vatican(6 Juli 1947), Republik Lebanon(29 Juli 1947), dan Republik Arab Yaman(2 Mei 1948)
Ada tiga perundingan penting yakni Perundingan Linggarjati (1946), Perundingan Renville (1947-1948), dan Konferensi Meja Bundar (1949).
Akan tetapi, upaya diplomasi sebelum Konferensi Meja Bundar tidak sepenuhnya berhasil membuat Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tindakan Belanda melakukan Agresi Militer I yang berlangsung selama 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947.
Baca Juga : Hijrah TNI Pada Masa Perang Kemerdekaan: Pindahnya Tentara Siliwangi ke Yogyakarta
Serangan itu merupakan pelanggaran atas kesepakatan yang telah dicapai pada Perundingan Linggarjati, yakni pengakuan kedaulatan Indonesia atas Jawa, Madura dan Sumatera. Pasca-agresi militer, Indonesia meminta bantuan internasional untuk menengahi konflik berkepanjangan dengan Belanda dan pada akhirnya mencapai kedaulatan.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lantas membentuk Komisi Tiga Negara yang berisi Australia, Belgia, dan Amerika Serikat untuk memfasilitasi perundingan. Perundingan Renville yang digelar di kapal peran USS Renville yang berlabuh di Jakarta menghasilkan kesepakatan gencatan senjata dan penambahan wilayah Belanda.
Namun, hasil Perundingan Renville lebih banyak merugikan Indonesia yang harus kehilangan banyak wilayah strategis, dan Perundingan Renville akhirnya juga berujung kegagalan, karena Belanda kembali melakukan serangan atau Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta.
Keserakahan Belanda yang berakhir Buruk baginya
Agresi Militer II membuat Belanda menerima kecaman dari banyak negara di dunia. PBB merespons dengan mengeluarkan Resolusi Nomor 67 pada 28 Januari 1949. Isi resolusi tersebut, antara lain, menyerukan penghentian pertempuran dan mendesak Belanda untuk memulai perundingan dan menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia.
Amerika serikat menekan Belanda dengan mengancamnya akan menarik bantuan keuangan Marshall Plan yang sangat dibutuhkan negara kincir angin tersebut bangkit dari kehancuran perang dunia ke-2(Belanda menggunakan sebagian uang bantuan amerika tersebut untuk operasi militer di Indonesia bukan untuk membangun)
Baca Juga : 1 Maret 1949, Serangan Umum di Yogyakarta yang Menghinakan Belanda
Indonesia dan Belanda kemudian mengadakan perundingan di Hotel Des Indes, Jakarta pada 14 April-7 Mei 1949 yang menghasilkan Perjanjian Roem-Royen. Roem-Royen diambil dari nama masing-masing delegasi yang menjadi perwakilan, yaitu Mohammad Roem dari Indonesia dan Herman van Roijen (Royen) dari Belanda.
Isi Pernjajian Roem-Royen antara lain pengembalian Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta, penarikan pasukan Belanda dari Yogyakarta, dan usulan untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
KMB atau De Ronde Tafel Conferentie (RTC) resmi dibuka pada 23 Agustus 1949. Perundingan itu berjalan alot dan lambat. Akhirnya, pada 2 November 1949, Indonesia dan Belanda berhasil mencapai kesepakatan dan dilakukan penandatangan persetujuan KMB.
Isi persetujuan yang dihasilkan pada KMB adalah: Belanda menyerahkan kedaulatan penuh kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada Desember 1949. Antara RIS dan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia-Belanda. Indonesia akan mengembalikan semua milik Belanda dan membayar utang Hindia Belanda sebelum 1949. Permasalahan Irian Barat (Papua) akan dirundingkan satu tahun setelah pengakuan RIS.
Baca Juga : 19 Desember 1961 – Operasi TRIKORA : Pembebasan Irian Barat(Papua) Dimulai
Pada 27 Desember 1949, dilaksanakan upacara penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia di Amsterdam(Paleis op de Dam) dan di Jakarta.