Untuk mendongkrak moril rakyatnya di Perang Dunia II, Jerman-Nazi menggunakan sejarah untuk propaganda. Lahirlah film Kolberg.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Kolberg adalah film sejarah Nazi Jerman tahun 1945 yang disutradarai oleh Veit Harlan. Salah satu film terakhir dari Reich Ketiga, film ini dimaksudkan sebagai bagian dari propaganda Nazi untuk meningkatkan keinginan penduduk Jerman untuk melawan Sekutu.
Film Perang di Tengah Perang
Film ini didasarkan pada otobiografi Joachim Nettelbeck, walikota Kolberg di Pomerania, dan sebuah drama yang diambil dari buku karya Paul Heyse. Bercerita tentang pertahanan kota benteng Kolberg yang terkepung melawan pasukan Prancis antara bulan April dan Juli 1807, selama Perang Napoleon.
Proyek Propaganda Kolosal
Kolberg diproduksi mulai 1943 kala kegelisahan rakyat Jerman mulai meroket akibat pemboman udara Sekutu ke Kassel (Februari 1942) dan Wuppertal (akhir Mei 1943). Untuk mendongkrak moril rakyatnya dengan lebih mudah dan dengan jangkauan lebih luas, Menteri Propaganda Goebbels memilih menggunakan film.
Mengutip Linda Schulte-Sasse dalam Entertaining the Third Reich: Illusions of Wholeness in Nazi Cinema, Paul Joseph Goebbels sampai menggelontorkan dana 8,5 juta Reichsmarks (RM) atau dua kali lipat dari proyek film kolosal biasanya. Proyek Kolberg sampai mengikutsertakan 187 ribu serdadu darat dan empat ribu prajurit Kriegsmarine (Angkatan Laut Jerman) sebagai talent ekstra yang mungkin lebih dibutuhkan di garis terdepan peperangan sungguhan.
Proses syuting juga dilakoni di Kolberg selain di kota-kota lain seperti Königsberg, Seeburg, Neustettin, dan Berlin. Sebagai insentif, setiap pemeran ekstra diiming-imingi RM5 per harinya.
Pembelokan fakta historis
Sebagai film propaganda, sudah pasti Kolberg penuh pendramatisiran bahkan pembelokan fakta historis. Sosok Gneisenau, misalnya, ditampilkan masih berumur 20-an ketika memimpin pasukan di Kolberg. Faktanya, Gneisenau sudah berusia 47 tahun saat Pengepungan Kolberg. Gneisenau juga tak hadir kala Raja Friedrich Wilhelm III menulis titah “An Mein Volk”, apalagi turut menandatangani proklamasi itu sebagaimana dihadirkan dalam film.
Lebih runyam lagi adalah pendeskripsian Jenderal Loucadou. Pada saat peristiwa terjadi, ia masih berpangkat kolonel, bukan jenderal seperti dalam film. Loucadou juga digambarkan sudah meninggalkan Kolberg ketika pengepungan berlangsung. Faktanya, ia masih turut memimpin pertahanan kota bersama Gneisenau.
Terakhir, ending menggambarkan para milisi gigih di bawah Gneisenau-Nettlebeck sukses membuat Prancis mundur. Faktanya, Pengepungan Kolberg dihentikan Napoléon menyusul kesepakatan Traktat Tilsit, 7 Juli 1807, setelah ia menang di Pertempuran Friedland (14 Juni 1807) melawan pasukan Tsar Alexander I (Rusia) dan Raja Friedrich Wilhelm III.
Namun apa boleh buat, Kolberg memang dibuat untuk propaganda. Maka, lupakan dulu fakta! Itu yang diinginkan Goebbels dan Hitler.
Baca juga : Bunuh Diri Paksa untuk Jenderal Nazi Jerman Field Marshall Rommel
Premier di bawah bayang-bayang pemboman Sekutu
“Menurut sutradara Kolberg, Veit Harlan, baik (Adolf, red.) Hitler dan Goebbels sangat yakin bahwa dampak film ini kepada publik akan berpotensi menyaingi kabar-kabar kemenangan militer,” tulis Schulte-Sasse.
Meski begitu, Kolberg baru bisa dirilis pada 30 Januari 1945. Premier-nya dihelat di sejumlah bioskop di Berlin, di bawah bayang-bayang pemboman Sekutu. Khusus untuk Hitler, filmnya juga diputar di Gedung Kekanseliran.
Nahas, Kolberg tak bisa ditayangkan reguler di banyak bioskop lantaran Sekutu dan Uni Soviet makin menjepit posisi Jerman dari barat dan timur. Ironisnya, sebulan setelah filmnya dirilis, Kota Kolberg dikepung Uni Soviet dan sekira 70 ribu tentara maupun warga sipil digilas mesin-mesin perang yang tak terbendung dari timur.
Hiburan untuk merasakan atmosfer historis
Baru pada 1965 Kolberg kembali dirilis di bioskop-bioskop umum sebagai sekadar hiburan untuk merasakan atmosfer historis. Saat itu tujuan utama pembuatan Kolberg, sebagai propaganda untuk rakyat Jerman agar manunggal dengan militer memanggul senjata menahan gempuran Sekutu dan Soviet, jelas sudah tak berarti.
“Kolberg” adalah salah satu dari “Vorbehaltsfilmen”, sekitar 40 film propaganda dari era Nazi yang hanya boleh ditayangkan secara terbatas karena isinya yang tidak manusiawi.
Namun satu nilai lebih yang membuat Kolberg lebih prestisius adalah dibuat berwarna, bukan hitam-putih, dengan menggandeng Agfacolor. Alhasil Kolberg bisa dinikmati hingga era sekarang di berbagai platform media daring maupun DVD meski detail kisahnya sulit ditangkap karena berbahasa Jerman. Atmosfer klasiknya terasa kuat dengan music scoring garapan Norbert Schultze yang bisa membawa penonton, baik di era 1945 maupun di era kekinian, merasakan masa abad ke-19.
“Karena (film) Kolberg tak halnya memanfaatkan sejarah masa lalu untuk mengilustrasikan fantasi-fantasi Nasional-Sosialis (Nazi) tentang masyarakat, negara, dan pemimpin,” tandas Mary-Elizabeth O’Brien dalam Nazi Cinema as Enchantment: The Politics of Entertainment in the Third Reich.