- Pada tanggal 30 Maret 1432, di kota Edirne, Kesultanan Utsmaniyah, lahirlah seorang bayi yang kelak akan dikenal sebagai salah satu penakluk terbesar dalam sejarah Islam. Bayi tersebut diberi nama Mehmed bin Murad, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Muhammad Al Fatih atau Mehmed II
- Salah satu pencapaian terbesar Muhammad Al-Fatih adalah penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453. Kota yang telah berdiri selama ribuan tahun dan dianggap tak terkalahkan itu akhirnya jatuh ke tangan pasukan Ottoman di bawah kepemimpinannya. Kemenangan ini tidak hanya menandai berakhirnya Kekaisaran Romawi Timur, tetapi juga membuka jalan bagi perluasan kekuasaan Islam di Eropa.
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Di balik Muhammad Al Fatih, ada banyak manusia yang berperan penuh membentuknya, membentuk generasinya, bahkan membentuk lingkungan tempat ia belajar. Pastinya ayah punya peran itu, siapa lagi kalau bukan Sultan Murad II. Beliaulah Murabbi pertama Al Fatih.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, kira-kira begitulah yang selama ini jadi peribahasa dan seringkali terbukti dalam kehidupan kita. Lelaki hebat ini yang mencurahkan perhatiannya demi menciptakan generasi yang kuat untuk membebaskan Kota Konstantinopel.
Nama beliau adalah Murad II, Sultan Kesultanan Utsmaniyah yang menghadirkan semangat jihad sepanjang hidupnya. Ia meneladani kehidupan para kesatria Utsmaniyah, yakni; walau jadi raja, meski sudah jadi Sultan, tetap memimpin pasukan dan melawan musuh di hadapan.
Dengan ibadah yang baik, kamu akan menjadi pemimpin yang baik
Para sejarawan mengabadikan catatan bahwa ayah Muhammad Al Fatih ini sebenarnya lebih ingin fokus beribadah daripada menjadi sultan. Makanya, dalam episode hidupnya sang ayah pernah memberikan amanat kesultanan pada anaknya, meskipun pada akhirnya sang Ayah kembali memegang tampuk kepemimpinan karena kondisi yang darurat.
Seorang Ulama berkata, “Kuunuu Ubbadan qabla an takuunu quwwadan. Fa satajidu bikumul ibadah ila afdhalil qiyadah.” Apa artinya?
Jadilah orang yang fokus dulu dalam belajar dan beribadah sebelum kamu fokus menjalankan kepemimpinan. Sebab dengan ibadah yang baik, kamu akan menjadi pemimpin yang baik.
Kalau ayahnya Muhammad Al Fatih tidak kena celupan iman, mana mungkin beliau sangat fokus menghadirkan guru-guru dari tempat yang jauh untuk mendidik Al Fatih? Kenapa harus dengan Syaikh Aaq Syamsuddin dan Syaikh Ahmad Al Kurani?.
Karena beliau tahu bahwa untuk menjadi sebaik-baik pemimpin, seseorang harus kenal Tuhannya dulu, kenal nabinya, kenal kitabnya, kenal sejarahnya, kenal umatnya. Maka wajarlah jika menjabat jadi Sultan di usia 21 tahun, Muhammad Al Fatih tidak kaget dan tidak “jetlag”, karena memang sudah diinstal dulu dengan pendidikan Islam yang baik.
Generasi Shalahhudin
.
Referensi :
1. Muhadharah Dr Raghib As Sirjani, Muhammad Al Fatih
2. Muhammad Al Fatih 1453, Felix Y Siauw.
Baca Juga : Abu Ayyub Al Anshari, Sahabat Nabi yang berumur 98 tahun saat akan menaklukan Konstantinopel
Baca juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa