ZONA PERANG (zonaperang.com) Baitul Maqdis ibarat permata, yang jadi simbol Umat Islam berabad-abad lamanya. Permata itu harganya mahal, sangat mahal, karena setiap jengkal tanahnya diperjuangkan oleh orang-orang shalih dan kesatria tangguh.
Pembebasan pertamanya dipanglimai langsung oleh Abu Ubaidah bin Al Jarrah, manusia paling amanah di umat ini. Kuncinya diterima langsung oleh Khalifah Umar bin Khattab. Bahkan beliau membersihkan pelataran Al Aqsha dengan tangan kekarnya sendiri.
Sejak dibebaskan oleh generasi Sahabat di era Kekhalifahan Umar tahun 637, Baitul Maqdis bertahan dalam genggaman Umat Islam selama 400 tahun. Hingga pada akhirnya “musim kemarau bencana” tiba. Senyuman Masjid Al Aqsha berganti jeritan.
Tahun 1099, belasan ribu pasukan Salib dipimpin oleh Godfrey of Bouillon, seorang bangsawan Prancis menjarah Baitul Maqdis, menyembelih 70 ribu penduduknya dan merampas kehormatan kotanya.
Tahun 1099 Dunia Islam kaget. Kabar kejatuhan ini menyeruak kemana-mana. Tapi mengenaskannya, seruan jihad untuk merebut kembali Baitul Maqdis tak berdengung gagah. Para pemimpin muslim sibuk dengan keadaan negerinya masing-masing. Rakyatnya pun demikian, tak ada suara, tak ada respon positif untuk menyuarakan pembebasan Al Aqsha. Seperti itu yang diabadikan oleh Ibnu Tughri dalam Kitab Nujum Az Zahirah Jilid 5 halaman 150.
⚔️ Awal Mula Kebangkitan
Dunia Islam terpukul, lebamnya parah, bengkak membiru tepat di jantungnya. Namun ia belum mati. Dari ujung dunia Islam, selalu muncul pahlawan yang memecah kesunyian. Salah satu unsur pertama yang memulai untuk menghidupkan semangat pembebasan Al Aqsha adalah Ulama; Imam Al Ghazali dan Syaikh Abdul Qadir Jilani.
Ulama-ulama ini kemudian membangun madrasah pendidikan untuk memulihkan ingatan Umat tentang betapa pentingnya Baitul Maqdis. Dalam perjalanannya, muncullah generasi awal yang untuk pertama kalinya memberi kabar gembira kemenangan Umat Islam atas pasukan Salib. Yang tadinya tersebar mitos bahwa Pasukan Salib tak terkalahkan, ternyata salah satu bentengnya bisa direbut kembali oleh pahlawan satu ini: Imaduddin Zanki
Beliau termasuk orang pertama yang secara serius memperjuangkan kebebasan Palestina dengan kekuatan militer. Alhasil, Kota Edessa Yang dikenal sebagai benteng pasukan Salib direbut oleh Kaum Muslimin pada tahun 1144, 45 tahun setelah Baitul Maqdis terjajah. Perjuangannya dilanjutkan oleh putranya, Nuruddin Zanki.
Baca juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa
Baca juga : 2 Januari 1492, Granada: pertahanan terakhir muslim di Spanyol, menyerah.(Hari ini dalam Sejarah)
⚔️ Perjuangan Lintas Generasi
Perjuangan Nuruddin Zanki akhirnya pun dilanjutkan estafetanya oleh Shalahuddin Al Ayyubi. Dan di tangan beliaulah “finishing touch” pembebasan Palestina mendapatkan puncaknya. Penantian selama 88 tahun Umat Islam, diwujudkan oleh lintas generasi dan disempurnakan oleh kemenangan Shalahuddin di peristiwa penting ini: Perang Hittin!
⚔️ Apa itu Perang Hittin?
Perang ini terjadi pada 4 Juli 1187, antara 13 ribu mujahid dari Mesir dan Syam menghadapi 60 ribu pasukan Salib yang bercokol di Palestina, seperti itu sebagaimana ditulis oleh Tamir Badr dalam Kitab Ayyâmun Lâ Tunsâ halaman 171.
Perang ini menjadi penting karena “efek langsung dari pertempuran itu, Umat Islam sekali lagi menjadi kekuatan dominan di Palestina, membebaskan kembali Yerusalem dan banyak kota yang dikuasai Tentara Salib lainnya”, tulis Thomas Madden dalam A Concise History of the Crusades, Rowman & Littlefield.
Perang penting ini meletus karena ulah Pasukan Salib. Pada tahun 1187, Raynald dari Châtillon —pejabat penting Pasukan Salib— mencegat sekaligus membantai kafilah haji Kaum Muslimin yang akan berangkat ke Makkah, padahal ada perjanjian antara Pasukan Salib dengan Shalahuddin sebelumnya. Hal ini membuat Kaum Muslimin marah besar dengan ulah Reynald. Namun ternyata ia sekaligus momentum untuk memukul telak lawan.
Siasat Shalahuddin telah membuat hampir semua kekuatan militer Salib keluar dari sarangnya. Mereka digiring oleh Shalahuddin menuju ke tempat dimana mereka akan terjepit dan mudah dikuasai. Penggiringan itu benar-benar mengecoh dan memberatkan musuh karena mereka kehabisan suplai makanan dan minuman, ditambah musim sedang puncak panas. Apa yang direncanakan Shalahuddin?
⚔️ Kejeniusan Taktik Shalahuddin
Pada 3 Juli, pasukan Salib mulai bergerak ke arah Tiberias dimana mereka mendapat kabar bahwa Shalahuddin akan menyerang wilayah itu. Mereka melewati Mata Air Turan, yang sama sekali tidak cukup untuk menyediakan air bagi pasukan.
Pada tengah hari, seorang panglima Salib memutuskan bahwa pasukan tidak akan mencapai Tiberias pada malam hari, dan dia dan Guy de Lusignan —Raja Pasukan Salib— sepakat untuk mengubah arah pasukan untuk membelok ke kiri ke arah Mata Hittin, hanya 6 mil (9,7 km jauhnya) untuk memperoleh suplai air.
Ternyata itu yang memang diinginkan Shalahuddin. Di Hittin, 13 ribu mujahid sudah siaga menunggu. Kaum Muslimin memposisikan diri mereka di antara tentara Salib dan mata air sehingga musuh terpaksa berkemah semalam di dataran tinggi yang gersang dekat desa Meskenah.
Kaum Muslimin mengelilingi kamp musuh dengan sangat ketat sehingga “seekor kucing tidak mungkin bisa melarikan diri” tulis Ibnu Atsir, pasukan musuh itu “sedih, tersiksa oleh kehausan” sementara Kaum Muslimin dalam keadaan suplai logistik yang cukup.
Sepanjang malam itu, para mujahid semakin menurunkan moral musuh dengan berdoa, bertakbir dan memukul genderang. Mereka membakar rumput kering, membuat tenggorokan tentara salib semakin kering. Tentara Salib sekarang haus, demoralisasi, dan kelelahan. Sementara Kaum Muslimin sebaliknya, memiliki karavan unta yang membawa suplai air dari Danau Tiberias.
Baca juga : Jarang Diketahui, 7 Pertempuran yang Menentukan Sejarah Dunia
⚔️ Pertempuran yang Sudah Diketahui Hasilnya
Paginya pada 4 Juli 1187, pertempuran meletus, pasukan lawan dibutakan oleh asap dari api yang dihembuskan oleh pasukan Shalahuddin. Sudah pula demikian kondisinya, musuh mendapat hujan panah dari pemanah Muslimin dari divisi yang diperintahkan oleh Panglima Gökböri.
Gerard dan Raynald menyarankan Guy untuk membentuk garis pertempuran dan serangan akan dilakukan oleh saudara Guy, Amalric. Raymond memimpin divisi pertama dengan Raymond dari Antiokhia, putra Bohemund III dari Antiokhia, sementara Balian dan Joscelin III dari Edessa membentuk barisan belakang.
Karena kehausan, tentara salib menghancurkan kemah dan buru-buru menuju mata air Hattin, tetapi serangan mereka yang serampangan dihantam balik oleh pasukan Muslimin. Dan ternyata moral musuh semakin ciut karena Reynald de Chatilon malah kabur.
Pertempuran selesai, dengan kekalahan telak lawan. Tahanan setelah pertempuran termasuk Guy, saudaranya Amalric II, Raynald de Chatillon, William V dari Montferrat, Gerard de Ridefort, Humphrey IV dari Toron, Hugh of Jabala, Plivain of Botron, Hugh of Gibelet, dan bangsawan lainnya dari Kerajaan Yerusalem. Shalahuddin memerintahkan agar para tawanan lainnya harus diperlakukan secara manusiawi.
Meski demikian, ada garda pasukan Templar dan Hospitaller yang dihukum mati atas perintah Shalahuddin. Sebab kedua garda pasukan ini sangat gigih permusuhannya pada Kaum Muslimin dan banyak sekali menjadi dalang pembantaian bengis desa-desa Kaum Muslimin yang mereka ambil alih secara paksa. Keadilan harus tetap ditegakkan dan mereka harus bertanggungjawab atas perbuatan keji yang dilakukan.
Hari itu adalah 4 Juli, tahun 1187. Kemenangan Kaum Muslimin di Hattin merupakan anugerah dari Allah yang luarbiasa. Sebab semenjak peristiwa itu, kota-kota Palestina yang dicengkeram Pasukan Salib kehilangan tentaranya, yang banyak mati di perang Hittin. Selama 4 bulan lamanya Shalahuddin dan pasukannya berkeliling dari satu kota ke kota lainnya untuk dibebaskan. Barulah kemudian pada 2 Oktober 1187, Shalahuddin membebaskan Baitul Maqdis setelah 88 tahun penantian panjang.
Apa Hikmah yang Bisa Kita Tadabburi?
Membaca kisah ini, kita seperti melihat hari ini. Kisah tentang terjajahnya Palestina dan betapa kuatnya cengkraman zionis di atasnya. Kita seakan-akan mengira bahwa Pembebasan Palestina nyaris mustahil, padahal tidak. Kita ingin mengangkat kisah ini supaya kita tahu bahwa ada rahasia kenapa Shalahuddin bisa membawa kemenangan dan pembebasan Palestina, yang kaidahnya bisa kita ulangi hari ini.
Pasukan Shalahuddin yang ikut di Perang Hattin bukanlah orang-orang biasa. Mereka adalah hasil saringan dari ratusan ribu tentara Mesir dan Syam yang dikuasai oleh Shalahuddin. Hanya orang-orang yang baik shalatnya, giat tahajudnya dan benar pemahaman agamanyalah yang diizinkan Shalahuddin untuk ikut dalam barisan pembebasan Palestina. Bukan sembarang orang yang justru malah akan memberatkan lokomotif pembebasan Palestina.
Kami juga pernah membahas, bahwa jauh sebelum Shalahuddin bisa menahkodai kemenangan di Hittin, sudah ada kemenangan hakiki Umat Islam yang diraih lebih dulu, yaitu kemenangan akidah, kemenangan persatuan dan kemenangan fikrah. Tidak akan mungkin bisa tercipta pasukan sehebat itu jika dunia Islam masih saling caplok satu sama lain, atau saling merendahkan satu kaum dengan kaum lain.
Seorang jenderal zionis pernah membaca buku tentang kesuksesan Perang Hittin dan betapa jeniusnya Pembebasan Palestina di masa Shalahuddin. Ia kemudian mengomentari, “jangan sampai Kaum Muslimin membaca sejarah itu, karena di sana ada sebuah rahasia; bagaimana mungkin Kaum Muslimin bisa membalikkan keadaan?”
Referensi :
1. Ayyamun Laa Tunsa, Tamir Badr hal. 171
2. Shalahuddin Al Ayyubi, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi
3. Nujum Az Zahirah, Ibnu Tughri
4. A Concise History of the Crusades, Rowman & Littlefield, Thomas Madden
Baca juga : 10 Februari 1258, Pasukan Mongol menduduki Bagdad : Saat warna sungai Tigris Irak berubah menjadi hitam
Baca juga : 11 Agustus 1480, Kota Otranto di Italia selatan jatuh ke tangan pasukan Muhammad Al-Fatih